PPKM darurat masih berlangsung. Apakah orang Indonesia kian gemar membaca saat #DiRumahAja? Terus gimana, gerakan literasi di Indonesia ke depannya?
Membaca
buku di masa pandemi Covid-19, saat PPKM darurat. Belum tentu juga sih. Karena faktanya,
orang Indonesia yang membaca hanya 30-59 menit per hari. Alias kurang dari 1
jam. Tapi hebatnya, orang Indonesia mampu menghabiskan waktu bermain gawai
hingga 5,5 jam sehari. Jadi, bila begitu apa artinya?
Artinya
suka tidak suka, tradisi membaca dan budaya literasi orang Indonesia masih
memprihatinkan. Bila tidak mau dibilang rendah. Maka wajar hoaks sering
terjadi, ujaran kebencian masif, dan gemar terlibat pada perdebatan yang tidak
produktif. Bolehlah disebut yidak literat. Alias sulit menerima realitas dan
gagal memampukan diri untuk adaptasi terhadap kenyataan. Maunya berdebat,
maunya saling argument untuk membenarkan dirinya sendiri. Akhirnya, merecoki
orang lain. Banyak yang lupa, budaya literasi itu bisa tercipta bila punya sikap
untuk memahami dan memampukan keadaan. Mau mengerti atas kondisi yang terjadi,
bukan sebaliknya.
Memang, membaca bukan satu-satunya indikator. Tapi membaca adalah
landasan penting dalam menegakkan budaya literasi. Tapi bila membaca kurang
dari 1 jam sehari, sementara main gawai bisa 5-6 jam sehari. Mau bagaimana ke depan?
Sebagai pembanding, di negara lain, rata-rata durasi membaca bisa 6-8 jam per
hari. Sementara standar UNESCO menyebut waktu membaca diharapkan tiap orang
adalah 4-6 jam per hari.
Pendidikan
makin tinggi, teknologi makin melek. Tapi itu tidak menjamin tradisi membaca
dan budaya literasi makin baik. Orang makin kaya belum tentu makin peduli pada
budaya literasi. Orang makin intelek pun bukan jaminan tradisi baca membaik. Bahkan
bila ditilik, tidak sedikit orang-orang pintar yang malah meninggalkan kegiatan
literasi. Minimal, makin malas membaca, makin malas menulis.
Bak
“angan-angan setinggi langit”. Maka ada orang yang bilang, membangun tradisi
baca dan budaya literasi di Indonesia seperti angan-angan. Memang benar, budaya
literasi kian berat. Ketika banyak orang lebih senang menonton TV daripada
membaca. Lebih gemar main gawai daripada menulis. Akhirnya budaya literasi
lebih sering diseminarkan daripada dipraktikkan. Maka harusnya sederhana,
tradisi baca dan budaya literasi itu perilaku, sebuah aksi nyata. Apalagi bisa
jadi gaya hidup, keren pastinya.
Tradisi baca, bolehlah dibilang memprihatinkan. Karean itu, Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak hingga kini terus
berjuang keras untuk menghidupkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak
kampung. Agar anak-anak usia sekolah tetap dapat menikmati akses bacaan di saat
PJJ tidak efektif. Agar anak-anak tetap akrab dengan buku bacaan. Alhasil, kini
TBM Lentera Pustaka punya 168 anak pembaca aktif yang 3 kali seminggu membaca.
Dan menariknya, kiini tiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu.
Berbekal
pengalaman itulah, TBM Lentera Pustaka menyarankan 6 (enam) tahapan yang harus
ditempuh untuk membangkitkan tradisi baca dan budaya literasi di era digital,
yaitu:
1. Jadikan membaca sebagai kegiatan
yang asyik dan menyenangkan.
2. Membaca harus jadi perilaku dan
praktik baik bukan lagi bahan seminar.
3. Taman bacaan mengambil peran terdepan
dalam tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.
4. Aktivitas membaca harus berbasis
kawasan dan bersifat inklusif.
5. Siapapun harus peduli pada aktivitas
membaca dan budaya literasi, baik relawan, korporasi maupun pemerintah daerah
6. Promosikan aktivitas membaca dan
semua kegiatan di taman bacaan di media sosial. Agar orang tahu membaca itu
harus dilakukan, bukan diinginkan.
Maka
pegiat literasi di mana pun. Jangan malu untuk menyuarakan aktivitas membaca
dan gerakan literasi yang dijalankan. Tebarkan terus praktik baik di taman
bacaan. Agar taman bacaan tidak diremehkan atau dipandang sebelah mata. Sementara
orang-orang lain di luar sana berani memampang kulineran dan liburan di media
sosial. Padahal tidak ada manfaatnya untuk orang lain. Kecuali pamer belaka.
Kenapa taman bacaan harus malu? Dan mau kemana gerakan literasi?
Tradisi baca dan budaya literasi adalah peradaban.
Dan semua aktivitas di taman bacaan adalah kebaikan dan kemanfaatan. Maka wujudkan
praktik baik di taman bacaan. Karena sejatinya, tidak ada cinta tanpa
kepedulian terhadap tradisi baca dan budaya literasi. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi
#TradisiBaca #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar