Kreativitas sepertinya menjadi harga mati di taman bacaan.
Karena
tanpa itu, bisa jadi taman bacaan kurang diminati anak-anak atau masyarakat. Maklum,
membaca sampai kini masih dianggap aktivitas yang membosankan dan monoton.
Hanya orang-orang tertentu saja yag bisa jadi “kutu buku”. Apalagi di tengah
gempuran era digital yang kian masif. Buku kalah jauh peminatnya dibandikan
gawai.
Sekai lagi,
maka harus ada cara berbeda saat mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM), di mana pun. Tanpa kreativitas, taman bacaan akan
sulit berkembang. Karena faktanya, tidak sedikit taman bacaan masyarakat yang seakan
"mati suri", berjalan monoton sehingga seperti "ada tapi
tiada". Taman bacaan pastinya kalah ramai dibandingkan coffee shop atau tempat nongkrong kulineran.
Sejatinya, hanya ada 3 sebab taman bacaan “mati suri”. Yaitu karena: 1) buku ada pembaca tidak ada,
2) pembaca ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang setengah hati, tidak konsisten dalam mengelola taman
bacaan. Maka obat sederhana taman bacaan adalah menghindari ketiga hal tersebut
terjadi.
Maka untuk mempertahankan eksistensi, salah satu “cara yang beda” ditempuh taman bacaan adalah membuat “kata-kata
nyelenh” di area taman bacaan. Seperti yang dilakukan di TBM Lentera Pustaka di
kaki Gunung Salak Bogor. TBM yang didirikan oleh Syarifudin Yunus, seorang
dosen dan pegiat literasi Indonesia ini selalu menghadirkan kreativitas dan
cara beda dalam tata Kelola taman bacaannya. Dengan menerapkan konsep
“TBM-Edutainment”, TBM Lentera Pustaka memadukan edukasi dan entertainment. Agar TBM jadi tempat menyenangkan anak-anak pembaca.
Seperti
saat PKM darurat Juli 2021 ini, beberapa tembok di TBM Lentera Pustaka di-cat
ulang dan dituliskan kata-kata nyeleneh, seperti:
1.
Udah bikin KOPI tapi tetap NGANTUK. Ehh, gak taunya belum DIMINUM.
2.
Baca kurang, ibadah
jarang. Giliran nemu duit, bilangnya rezeki anak soleh.
3.
Nu ngarana hirup mah
loba cobaan. Mun loba saweran eta mah dangdutan (Artinya: Namanya hidup mah
banyak cobaan; kalau banyak saweran itu mah dangdutan).
Cara-cara
sederhana dengan tulisan di tembok, hanya ditujukan untuk menjadikan taman
bacaan sebagai tempat yang menyenangkan. Sekaligus untuk membangunkesadaran
pentingnya menjadi masyarakat yang literat. Karena literat berarti “mampu menerima
realitas yang ada, tentu dengan pemahaman akal sehat dan hati nurani”.
Dan alhasil,
TBM Lentera Pustaka yang dirikan sejak 2017, kini terus berkembang. Dari
awalnya hanya ada 14 anak kini menjadi 168 anak pembaca aktif yang berasal dari
3 desa (sukaluyu, Tamansari, Sukajaya). Buku pun yang tadinya hanya 600 buku
kini menjadi lebih dari 6.000 buku. Anak-anak pembaca aktif pun rata-rata mamu
membaca 5-10 buku per minggu. Sehingga target besar taman bacaan untuk menekan
angka putus sekolah pun bisa tercapai. Dan memang hingga kini, tidak anak-anak
yang berhenti sekolah atas sebab apapun.
Jadi, salah satu cara yang dapat ditempuh taman bacaan. Adalah
menjadikan taman bacaan sebagai tempat menyenangkan. Bukan hanya tempat membaca
semata. Mau tidak mau, gerakan literasi memang harus mengedepankan kreativitas. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
#BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar