Maunya orang dewasa untuk anak-anak. Agar membaca buku bisa hidup berdampingan dengan gawai. Itu sangat ideal. Tapi nyatanya seperti apa? Lebih banyak mana, anak yang membaca buku atau candu gawai?
Sekarang sudah eranya digital. Anak-anak pun
tergempur candu gawai. Itu fakta yang sulit dibantah. Di Indonesia, jutaan anak
malah pandai memainkan gawai alias ponsel pintar. Uswitch.com melansir hasil penelitian bahwa “lebih dari
seperempat anak-anak di seluruh dunia memiliki akses ponsel genggam sebelum
usia 8 tahun”. Kemendikbud dalam survei bertajuk Indonesia Millennial Report
2019 menyebut 94,4% milenial Indonesia pun telah terkoneksi dengan internet.
Lalu, bagaimana dengan tempat membaca buku? Silakan
cek, di kampung-kampung. Apakah ada fasilitas untuk membaca buku untuk
anak-anak? Entah itu taman bacaan, perpustakaan, atau pojok baca. Asal tahu
saja, di kampung-kampung itu, perpustakaan sekolah saja tidak ada. Bila ada
pun, sama sekali tidak dirawat bahkan buku-bukunya sudah usang. Sementara sekolah
di kota-kota besar, ada banyak pojok-pojok baca yang diciptakan. Hanya untuk
estetika, sekadar pemandangan indah di kawasan sekolah.
Apa kita harus bangga dengan anak-anak yang jago
bermain gawai?
Sama sekali tidak. Anak-anak yang addicted atau
kecanduan gawai tidak bisa dibanggakan. Sama seperti orang tua yang kerjanya
main gawai. Tapi hebatnya, justru hari
ini tidak sedikit orang tua yang bangga bila mampu membelikan ponsel pintar untuk
anaknya. Alasannya, agar anak-anaknya tidak menangis atau biar melek teknologi.
Sementara si anak, hari-harinya makin asyik main gim online. Kian gencar eksis
di media sosial. Atau chat tentang gaya hidup bersama teman-temannya. Apa yang
terjadi? Datanya, rumah sakit di Indonesia hari ini. Ada 25% dari total pasien
anak akibat kecanduan gawai. Butuh konsultasi dan berobat. Itulah kondisi
anak-anak yang akrab dengan gawai, bukan buku bacaan.
Katanya, membaca itu hak semua anak, di kota atau di
kampung. Kaya atau miskin; tanpa terkecuali. Tapi sayangnya, tidak semua anak
punya akses untuk membaca buku. Anehnya, angka partisipasi pendidikan anak usia
sekolah di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya. Tapi di sisi lain, masih
ada jutaan anak yang mengalami putus sekolah. Menurut Bappenas (2019), total
jumlah anak putus sekolah di 34 provinsi mencapai 4,3 juta anak. Ini belum
ditambah putus sekolah akibat pandemi Covid-19 yan terus meningkat.
Kenapa bisa putus sekolah? Ada 2 sebab, yaitu 1)
kemiskinan dan 2) pernikahan dini. Alasan yang klasik. Karena miskin maka tidak
ada biaya untuk sekolah. Atau daripada sekolah lebih baik dinikahkan. Mau
sampai kapan, realitas itu menghantui anak-anak Indonesia?
Dari baca buku ke candu gawai.
Sangat jelas, membaca buku adalah “musuh”
dari anak yang putus sekolah. Musuh dari anak-anak kecanduan gawai. Maka tidak
ada alasan, taman bacaan atau pegiat literasi di manapun. Selain terus berkampanye
dan menebarkan virus membaca buku di kalangan anak-anak usia sekolah. Menjadikan
mebaca buku atau taman bacaan sebagai alat “perlawanan” terhadap gaya hidup
anak-anak yang tidak produktif. Candu gawai atau gim online.
Itulah yang dilakukan TBM Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak Bogor. Kini ada 170 anak usia sekolah dari keluarga miskin yang
tercatat sebagai pembaca aktif. Agar mereka “terbebas” dari ancaman putus
sekolah. Taman bacaan hanya salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mendekatkan
anak-anak dengan buku bacaan. Memberi kemudahan akses menyentuh buku bacaan. Agar
tidak ada lagi anak putus sekolah, di samping memperkecil porsi anak-anak
bermain gawai alias ponsel pintar.
Kini saatnya orang dewasa peduli. Terhadap
aktivitas membaca anak-anak. Apalagi di kampung-kampung. Sudah terlalu lama
anak-anak “tidak mampu menikmati” indahnya membaca buku. Akibat aksesnya
terbatas, buku-bukunya langka. Baca buku agar mereka bisa menatap masa depan
lebih optimis, bukan pesimis.
Membaca buku, sejatinya dapat mencairkan lautan kebekuan
kemiskinan dan kebodohan yang tidak berujung. Dan jangan bilang cinta pada
anak, bila tidak mengajak mereka untuk membaca buku. Salam literasi #KampanyeLiterasi
#TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar