Tembus 1 juta sudah, angka kasus Covid-19 di Indonesia hari ini. Mungkin ke depan akan terus bertambah. PPKM Jawa Bali pun diperpanjang hingga 8 Feb 2021. Vaksinasi pun baru dimulai. Ehh tiba-tiba, ada lagi siswi SMK yang dipaksa berjilbab di sekolah. Gempa bumi pun melanda, hingga gunung-gunung. Itu semua fakta; sesuatu yang terjadi. Kasat mata bisa dilihat siapapun.
Jadi, apapun yang terjadi hari ini. Adalah fakta, sebuah kenyataan. Fakta itu
tidak bisa dibantah. Walau siapapun boleh saja memperdebatkannya. Tapi sayang, hari ini kian
banyak orang yang terbuai oleh fakta. Tanpa tahu harus bersikap apa?
Alhasil, terpaku pada fakta. Lalu, mempersoalkan “kenapa
ini terjadi” atau “kenapa
bisa terjadi?”. Jawabnya bisa jadi, karena tidak
punya sikap.
Maka, sikap lebih penting daripada fakta.
Karena apapun yang terjadi, itu semua fakta. Tinggal gimana
menyikapinya, mau seperti apa? Bila faktanya angka kasus Covid-19 meningkat terus. Harusnya
kita bersikap untuk disiplin dalam protokol Kesehatan. Pakai masker, rajin cuci
tangan, dan jaga jarak. Sikap itu lebih penting daripada fakta. Karena
sejatinya, hanya10% hidup itu tergantung
pada fakta. Tapi 90% sangat tergantung
pada sikap. Cara kita
menyikapi apa yang terjadi.
Apapun yang terjadi, akhirnya berujung pada sikap.
Iya semua tergantung sikap. Sikaplah yang menjadikan esok lebih baik atau
lebih buruk. Sikap pula yang bikin Covid-19 akan makin bertamabh atau
berkurang. Sikap itu ibarat kaca mata. Terasa GELAP bila pakai kaca mata HITAM. Terasa
TERANG bila pakai kaca mata JERNIH. Jadi terserah sikap kita. Di balik fakta, mau makin gelap atau mengubahnya
jadi terang? Bersikap untuk sehat atau sakit? Atau mau berpikir negatif atau
positif. Itulah sikap.
Sikap itu lebih penting daripada fakta.
Sikap pun lebih hebat daripada pangkat dan
jabatan. Sikap pula yang menentukan uang mau jadi apa dan apa manfaatnya?
Pendidikan tinggi, pengalaman hebat bahkan perasaan benar sendiri pun tidak
lebih penting daripada sikap. Dan sikap jauh lebih penting daripada apa
yang orang lain katakan.
Maka bersikaplah atas semua fakta. Bersikap dalam segala keadaan. Suka atau
tidak, harus atas dasar sikap. Karena sikap itu cara kita berpendirian. Cara mempertahankan prinsip
hidup. Agar tetap mampu berdiri tegak di tengah hiruk pikuk fakta yang
terjadi.
Seperti membangun taman bacaan pun butuh sikap. Karena sifatnya sosial,
justru taman bacaan harus dikelola dengan sikap penuh komitmen dan konsisten. Bila
tidak, maka terlalu banyak rasa frustasi, keluh-kesah, hingga akhirnya “mati suri”.
Nama taman bacaannya ada. Tapi aktivitasnya tiada.
Karena sikap pula, siapapun akan tetap apa adanya. Bukam ada apanya. Sikap
itulah yang menentukan seseorang tetap jadi dirinya sendiri. Bukan malah ingin
menjadi seperti orang lain. Atau membandingkan dirinya dengan keadaan orang
lain.
Sekali lagi, sikap itu lebih penting daripada fakta.
Karena sikap, apapun yang ada bisa jadi lebih
baik atau bisa lebih hancur. Sikap itulah yang akan “membaikkan” atau malah
“menghancurkan”. Karena
SIKAP adalah sebuah perbuatan kecil yang mampu menghasilkan perbedaan yang
besar. Karena pada
akhirnya, sikap pula yang membedakan antara petarung dengan pecundang. Bersikap
optimis sekalipun dalam keadaan sulit. Bersikap lurus di kala banyak orang lain
bengkok.
Adalah fakta hari ini. Semua orang pasti ingin meraih SURGA. Tapi,
apakah mereka sudah bersikap seperti orang-orang Surga? Faktanya ingin surga. Tapi sikap
dan perilakunya bertentangan denan surga. Bagaimana bisa begitu?
Maka sikap lebih penting daripada fakta.
Karena sejatinya, SURGA itu bukan hanya TEMPAT. Tapi hasil dari serangkaian SIKAP. Maka
benahi sikap kita. Karena sikap selalu bersemayam pada hati nurani dan
pikiran yang seimbang. Sikap yang obhektif, bukan yang subjektif …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar