AKHIRNYA
LOCKDOWN …
Lockdown,
memang bukan pilihan mudah.
Akibat
virus corona yang mewabah. Tapi apa boleh buat. Sebuah taman bacaan di Kaki
Gunung Salak, pun memilih lockdown. Mengunci masuk keluar orang. Karena Taman
Bacaan Lentera Pustaka, memang tidak pernah sepi dari 60an anak pembaca aktif.
10 ibu-ibu buta aksara, 12 anak-anak yatim binaan. Bahkan selalu ada tamu atau
relawan tiap minggunya. Agak terpaksa dan sedih. Tapi, apa boleh buat harus
lockdown. Sekaligus tanda “kematian” tradisi baca anak-anak yang sudah dibentuk
3 tahun belakangan ini.
Akhirnya lockdown. Terjadi di
taman bacaan. Mau tidak mau, demi kebaikan dan kesehatan anak-anak pembaca
aktif. Padahal sekolah mereka diliburkan. Harusnya kan baca buku di taman bacaan
bagus. Tapi lagi-lagi, apa boleh buat? Akhirnya lockdown.
Lockdown
di taman bacaan saja menyedihkan. Gimana bila lockdown diberlakukan di Kota
Jakarta atau Indonesia? Mungkin mengerikan. Lockdown, sekalipun niatnya untuk
menekan penyebaran virus corona. Tapi mengunci semua akses
keluar-masuk setiap warga sama sekali gak mudah. Gak mudah banget. Bisa jadi
malah morat-marit. Makin panik, makin ketakutan. Alhasil malah rusuh, jadi kisruh.
Maklum anak bangsa negeri ini, paling jago nyari salahnya kebijakan orang lain.
Jangankan
lockdown. Diimbau untuk social distancing
saja susah banget. Disuruh jaga jarak doang belum patuh semua. Dulu belum ada
corona, di tempat ramai malah berduaan. Sekarang disuruh berduaan, malah pergi
ke tempat ramai. Baru “dirumahkan” 2 minggu, ceritanya sudah macam-macam. Work
from home; yang cewek jadi ngeluh karena terpaksa masak di rumah; yang cowok
disuruh nyuci sama angkat jemuran. Siapa dong yang salah?
Lagi pula di situasi begini. Lockdown belum tentu
bikin keadaan lebih baik.
Kasihan warung-warung kalau harus tutup. Tukang
nasi uduk bisa gak ada pemasukan. Tukang ojol juga, sekarang saja sudah sepi. Belum
lagi, berapa banyak resepsi pernikahan yang terpaksa batal. Event yang gak jadi
digelar atau ditunda. Bahkan sekarang, ada yang meninggal akibat virus corona
pun anggota keluarganya gak boleh dekat-dekat. Takut diisolasi atau ketularan.
Sedih dengarnya. Apalagi lockdown.
Jadi
pertimbangkanlah. Lockdown itu bukan asal jeplak. Apalagi cuma buat efek kejut.
Lockdown itu harus rasional dan terukur. Jangan niatnya baik hasilnya
berantakan. Itu blunder, bukan lockdown.
Lagi pula, kenapa sih namanya lockdown?
Ketinggian, susah dipahami. Apalagi di Kaki Gunung
Salak. Mungkin baru dengar istilah “lockdown”. Kata mereka, lockdown itu ibu
kota Inggris. Lebih parah lagi kaum jomblo. Lagi diskusi “lockdown, malah
ngomongin “move on”. Pantas, lockdown. Gelap hidupnya. #BudayaLiterasi
Numpang promo ya gan
BalasHapuskami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*