Dunia sering membuat kita lupa. Bahwa di muka bumi ini, tidak ada yang pantas dicari atau dihindari mati-matian. Apalagi soal pangkat, jabatan, status atau harta tidak usah dikejar mati-matian. Hingga berangkat gelap pulang gelap. Rileks saja, karena semua dan apapun sudah kehendak-Nya. Jangan pernah bergantung pada manusia, pasti sia-sia.
Tidak ada yang pantas dicari dan
dihindari mati-matian. Itu kalimat sederhana yang lugas. Sebagai pandangan
hidup yang mengajak kita untuk lepas dari keterikatan yang berlebihan, baik
terhadap keinginan, ketakutan, maupun kebencian. Kata Ki Suryomentaram, apa pun
yang ada di dunia ini bersifat sementara, relatif, dan tidak seharusnya
menguasai batin manusia sepenuhnya. Jadi, biasa-biasa saja tidak usah terlalu
heboh.
Polemik ijazah palsu tidak
kelar-kelar. Abolisi dan amnesti baru dirilis, tahu-tahu rekening nganggur
diblokir. Kecewa boleh, senang boleh tapi tidak usah mati-matian. Sebab ketika
seseorang terlalu keras mengejar sesuatu, apapun itu entah harta, status, atau
bahkan cinta, ia sering kehilangan keseimbangan dan kedamaian dalam hidupnya.
Sebaliknya, jika ia terlalu membenci atau menghindari sesuatu secara ekstrem,
ia malah akan terikat secara batin, meski dalam bentuk penolakan. Dalam
filsafat Suryomentaram itu disebut sebagai rasa “kawula”, rasa menjadi hamba
dari keinginan dan rasa takut. Padahal kebebasan batin manusia hanya bisa
diraih bila memandang segala hal dengan wajar: tidak terlalu melekat, tidak
terlalu menolak. Intinya, tidak mati-matian alias biasa-biasa saja.
Seperti berkiprah di taman bacaan,
menjadi pegiat literasi biasa-biasa saja. Waktunya kerja ya kerja, waktunya
mengajar ya mengajar, waktunya ibadah ya ibadah. Dan waktu ya berkiprah dan
mengurus taman bacaan ya diurus dengan baik. Jadikan semuanya sebagai ladang
amal, bukan untuk dipuji atau dibenci orang lain. Mau gimana pun, hari ini yang
harus diantisipasi bukan lagi manusia. Tapi takdir kita sendiri, seperti dan
kapan?
Tidak usah ngotot dalam hal apapun.
Tidak usah terlalu keras tapi jangan terlalu lembek. Proporsional saja.
Artinya, kita diajak untuk hidup dengan sikap batin yang luwes, mampu menerima
hidup sebagaimana adanya, tanpa terjebak dalam nafsu untuk memiliki atau
dorongan untuk lari dari kenyataan. Itu bukan sikap pasrah yang pasif,
melainkan bentuk kemerdekaan batin, kebebasan berpikir dengan harmoni.
Ketahuilah, hidup itu bukan soal
mati-matian mengejar atau menolak, tetapi soal memahami bahwa semua datang dan
pergi. Dan tugas kita adalah menjalaninya dengan jernih, sadar, dan tidak
terbelenggu oleh keinginan yang meluap-luap. Karena di situ, ada ketenangan
lahir-batin. Jadi, tidak usah mati-matian mencari atau menghindari. Cukup
ikhtiar yang baik, doa yang banyak, selebihnya Allah yang akan bekerja untuk
oita. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar