Dalam pidato Wisuda ke-135 UIN Jakarta, Rektor UIN Jakarta, Prof. Asep Saepuddin Jahar, M.A., Ph.D, mengingatkan bahwa orang cerdas bukan hanya soal intelektual, tetapi juga tentang kebijaksanaan, kebermanfaatan, dan akhlak yang baik.
1. Orang cerdas adalah mereka yang berpikir
kritis, mampu beradaptasi, dan terus belajar sepanjang hayat.
2. Orang cerdas tidak hanya mencari ilmu, tetapi
juga mengamalkannya untuk kebaikan umat.
3. Orang cerdas siap menghadapi tantangan zaman
dengan kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial.
Dari pidato di atas, jelas orang
cerdas cirinya mau belajar sepanjang hayat, mengamalkan ilmu untuk kebaikan,
dan seimbang cerdas spiritual-emosional-sosial. Maka siapapun, jadilah orang yang
tidak hanya pintar, tapi juga bermakna bagi sesama!
Jelas sudah, kecerdasan pasti
berhubungan dengan etika, tanggung jawab sosial, dan makna kecerdasan itu
sendiri. Orang cerdas seharusnya bermanfaat bagi orang lain karena:
1. Kecerdasan
itu amanah, bukan sekadar privilese. Kalau seseorang punya pengetahuan,
wawasan, atau daya pikir di atas rata-rata, maka dia punya power yang
bisa mengubah hidup orang lain. Dan seperti semua kekuatan, itu seharusnya
digunakan untuk membangun, bukan sekadar membanggakan diri.
2. Ilmu
tanpa manfaat adalah sia-sia. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi orang lain, itulah piakannya. Orang cerdas yang tidak berbagi ilmunya atau
tidak membuat hidup orang lain lebih baik, pada akhirnya terisolasi dalam ego
atau kesia-siaan. Ilmu hanya benar-benar hidup ketika ia dipraktikkan dan disebarkan.
3. Kecerdasan bisa menciptakan dampak sistemik. Orang
cerdas sering punya kapasitas untuk: menemukan solusi atas masalah sosial, menciptakan
inovasi yang memudahkan hidup banyak orang, dan menjadi panutan dan pembuka
jalan bagi generasi berikutnya. Bila kecerdasan hanya dinikmati sendiri,
dampaknya sempit. Tapi kalau digunakan untuk membantu orang lain, ia menjadi multiplier
effect.
4. Menjadi
cerdas itu pilihan, menjadi berguna itu tujuan. Banyak orang pintar yang tidak
bijak. Tapi orang bijak selalu berusaha membawa kebaikan. Kecerdasan sejati
bukan cuma soal IQ, tapi juga kebijaksanaan emosional dan moral. Menjadi
bermanfaat berarti seseorang telah naik tingkat dari "cerdas" menjadi
"bermakna".
5. Dunia
butuh kontribusi, bukan kompetisi. Kita hidup dalam masyarakat yang saling
bergantung. Maka cerdas tapi individualistis justru menciptakan jarak dan
ketimpangan. Tapi orang cerdas yang rendah hati dan memberi, menciptakan jembatan,
bukan tembok.
Maka, kenapa orang cerdas harus
bermanfaat bagi orang lain? Karena jika tidak, kecerdasannya akan berakhir
sebagai hiasan pribadi, bukan warisan kolektif. Cerdas itu hebat, tapi cerdas
dan peduli, itulah yang membuat seseorang layak dikenang. Salam literasi!
#TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar