Jumat, 08 Agustus 2025

GRIT di Taman Bacaan, Membangun Karakter Anak

Mengajak anak-anak datang dan bertahan di TBM atau taman bacaan, bukanlah pekerjaan mudah. Selagi masih "otak sekolah" (baca: kepintaran) yang dipakai nggak mungkin TBM bisa berkembang. TBM fokusnya "otak gairah", yang didedikasikan sebagai tempat bersama untuk mengisi waktu luang, untuk membangun karakter anak, dan sikap spartan anak sejak dini. Biar nggak manja, nggak cengeng terhadap keadaan.

 

Sekolah itu fokusnya bikin anak patuh tanpa tahu alasannya kenapa patuh? Bisa menjawab dengan benar, cepat menyelesaikan soal, dan nilainya bagus. Makanya tiap tahun ada kenaikan kelas sebagai penghargaan atas itu semua. Tapi di TBM, yang ada buku-buku sebagai media untuk mengajar anak-anak agar tetap semangat walau penuh keterbatasan. Tetap ikhtiar walau tidak punya. Dan yang penting membangun "gairah" sekalipun lagi nggak semangat. Tanpa ada kenaikan kelas, tanpa ada wisuda dan perpisahan. Selamanya mengabdi di taman bacaan.

 

Maka di TBM Lentera Pustaka, anak-anak selalu dann selalu diajak sholawatan, bernyanyi bersama seperti tentara, senam literasi, diberi motivasi-nasihat, diajarkan antre, bahkan bergembira bersama. Sebagai modal membentuk karakter dan akhlak anak. Semuanya bukan untuk jadi "pintar" atau "sukses". Tapi untuk punya semangat dan ketekunan tentang pentingnya ikhtiar, perlunya tindakan Membangun karakter anak agar punya hasrat baik, mampu aksi nyata. Dan menghargai dan merayakan setiap " proses" bukan "hasil".

 


Secara bersama-sama (wali baca, relawan, pendiri, orang tua, dan anak-anak) menyadari proses lebih penting daripada hasil. Harus punya sikap berani, tahan banting, dan tekun berada di TBM. Di TBM, kita tidak mencari "tepuk tangan" saat berhasil. Tapi lebih fokus "gimana tetap bergairah saat terbatas, mau bangkit saat jatuh".

 

Karenanya taman bacaan, harus jadi "rumah" untuk anak-anak yang pengen punya akses bacaan di saat banyak orang nggak peduli apa itu buku. Jadi tempat anak untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang positif. Anak-anak yang mampu melangkah di kala malas, tetap bersuara di saat tidak ada yang menyemangati sekalipun. Tetap berkiprah di jakann sunyi pengabdian.

 

Nggak muluk-muluk, TBM hanya ruang sunyi yang hadir bersama anak-anak untuk membangun gairah dan ketekunan membaca, di saat banyak orang menjauhinya. Itulah yang kata Angela Duckworth disebut GRIT, ikhtiar untuk bertahan di tempat sepi dengan konsistensi dan ketabahan. Terus berjalan ketika banyak orang berhenti.

 

Itulah sebab kenapa kita di TBM? Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen





Literasi Dana Pensiun: Ketika Usia Melewati 50 Tahun Mau Apalagi ...

Ada benarnya, usia 50 tahun nggak usah lagi neko-neko. Karena di usia 50 tahun, ada banyak hal yang sudah berubah. Tenaga mulai melemah, pikiran nggak bisa yang berat-berat, bahkan rambut pun sudah memutih.  Dulu mungkin sibuk mengejar karier, membesarkan anak, menafkahi keluarga, atau punya banyak obsesi. Tapi begitu 50 tahun, sebentar lagi pensiun. Usia 50 tahun, bukan lagi mengejar tapi Bersiap untuk menikmati.

Usia 50 tahun, sudah saatnya berhenti sejenak. Menikmati kopi pagi tanpa terburu-buru ke kantor. Menikmati cahaya senja bersama pasangan, Ngobrol santai sambil mengenang masa muda. Melangkah tanpa perlu target. Bahkan mengabdi sosial di taman bacaan pun oke. Mengukir warisan apa yang bisa ditinggalkan untuk umat?

Di usia 50 tahun, hidup bukan lagi tentang siapa yang lebih cepat atau lebih sukses. Bukan pula siapa yang lebih berkuasa. Tapi siapa yang lebih siap untuk pensiun. Lebih tenang dan lebih bersyukur atas apay nag sudah dimiliki. Karena sejatinya, bahagia di hari tua itu datang dari hati yang tenang, pikiran yang jernih. Untuk menikmati yang ada, bukan terus-menerus mengejar yang belum dimiliki.

Setelah melewati usia 50 tahun, saya mulai menemukan babak akhir dari perjalanan hidup. Yang tidak lagi bicara pangkat, jabatan atau harta. Tapi mulai menapaki sikap bijaksana untuk mengabdi dan menebar manfaat kepada orang lain karena di usia 50 tahun:

1.   Hidup itu ternyata hanya “singgah sebentar” untuk minum. Ternyata materi dan jabatan hanya titipan, sekadar bagian dari perjalanan. Lebih penting makna dalam hidup. Maka mulailah bersihkan hati dari siafta angkuh, arogan, benci, dendam, bahan kesombongan. Hidup bukan perlombaan, tapi perjalanan pulang menuju keheningan.

2.   Bebas dari pamrih, jauh dari rasa takut. Masa  di mana tidak lagi terikat pada ambisi dunia, bahkan tidak takut kehilangan apa pun. Lebih realistis dan fokus pada aktivitas yang manfaat. Tidak perlu sibuk mencari pengakuan. Jadi diri sendiri yang tenang dan tidak tergoncang oleh pujian atau cacian.

3.   Tidak mengharap imbalan, tapi sibuk berkarya. Sibuk mengabdi sambil berkarya, bukan untuk validasi tapi demi legacy (warisan nilai). Berkiprah di taman bacaan, berbuat tanpa mengharapkan balasan. Bekerja dalam diam, biarkan hasil bicara sendiri. Berikan ilmu dan nilai pada generasi masa depan.

4.   Ilmu itu bermakna jika diamalkan. Mau setinggi apapun ilmu, ujungnya harus diamalkan. Memberi bukan berharap, abdikan ilmu dengan hati terbuka untuk orang banyak.



5.   Jangan merasa paling... (sok berkuasa, tahu, kaya, benar). Tetaprendah hati, tidak sok paling benar, sok tahu apalagi sok berkuas. Semuanya ada waktunya. Makin tua usia, justru makin menunduk. Bukan karena kalah, tapi karena paham tidak ada gunanya berisik.

6.   Jangan mudah kagetan, jangan mudah heran. Menjadi tua berarti menjadi teduh, tidak lagi meledak-ledak. Dolarang arogan kepada siapapun. Sebab tenang adalah kekuatan. Bicaralah seperlunya, pahami keadaannya, dan hindari orangnya.

7.   Siapa yang menanam, pasti akan menuai. Hukum alam pasti berlaku, siapa yang menanam pasti akan menuai. Buah dari sikap, tindakan, dan doa yang pernah ditaburkan. Sejarah tdiak akan berbohong, hanya mulut manusia yang penuh dusta. Berbuatlah baik, bukan agar dibalas. Tapi agar hati tetap bersih karena itulah yang akan menemani  di akhir usia.

8.   Selalu ingat dan waspada. Ingat pada Allah dan waspada pada godaan dunia. Usi atua, momen untuk banyak merenung. Bukan karena ingin lebih bijak tapi bagian dari ikhtiar mempervaiki diri. Eling: karena hidup ini tidak abadi. Waspada karena sikap sombong gampang menyelinap.

 

Usia 50 tahun memang tua tapi bukan akhir segalanya. Selain siapkan untuk pensiun, isilah hari-hari dengan kebaikan nyata, Tindakan yang bermanfaat. Bukan lagi terlepa dalm mimpi dan obsesi. Karena di usia 50 tahun, siapapun bukan lagi ingin dikenal, tapi ingin dikenang.


Bukan lagi tentang berapa lama kita hidup, Tapi seberapa bermanfaat kita dalam hidup. Salam #SadarPensiun #EdukasiDanaPensiun #UsiaTua



Kamis, 07 Agustus 2025

Prinsip Berkiprah di Taman Bacaan

Jangan jadikan omongan orang lain sebagai beban pikiran, itu kalimat perintah.  Artunya, jangan terlalu memikirkan komentar, kritik, atau penilaian orang lain yang tidak membangun, apalagi kalau omongan orang lain itu menjatuhkan atau atas dasar kebencian. Zaman begini, banyak orang yang fisiknya terkesan baik tapi hatinya busuk. Bila ada pun, anggfap saja “angin lalu” karena toh orang lain yang ngoong itu tidak ada pengarunya buat hidup kita.

 

Omongan orang lain, tidak usah jadi beban pikira. Kenapa? Karena kita nggak bisa mengontrol apa yang orang lain pikirkan atau katakana. Kita hanya bisa mengontrol diri kita dalam meresponsnya.  Lagi pula, kita tidak pernah diperintah untuk menyenangkan semua orang.  Fokus saja pada tujuan kita, pada prinsip kita, dan untuk pengembangan diri kita sendiri tanpa peduli orang lain. Namanya masukan, bila baik ya dengarkan tapi bila toksik abaikan saja.  

 

 


Analoginya sederhana. Orang bisa saja bilang cuacanya jelek, padahal langit cuma lagi mendung. Orang lain boleh saja komentar buruk, biarkan saja. Toh, mereka tidak punya pengaruh apapun dalam hidup kita. Begitu pula berkiprah di taman bacaan. Bisa saja, ada yang tidak suka atas alasan apapun. Bila taman bacaan sebagai ladang amal, teruslah berbuat baik dan menebar manfaat. Tanpa peduli apapun ommongan orang. Jadi, hiduplah sesuai Kompas kita sendiri, bukan bayangan orang lain. Asal kita paham,  proses terus berjalan dan melangkah ke arah yang benar.

 

Apapun dan di mana pun, jangan jadikan omongan orang lain sebagai beban pikiran. Apalagi kita nggak bisa control pikiran dan ocehan prang lain. Cukup teruslah melangkah dan bergerak untuk sesuatu yang lebih baik ke depan. Begitulah spirit yang dipegang TBM Lentera Pustaka, sebagai jalan sunyi pengabdian di taman bacaan. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

 




Berapa Rupiah Gen Z Nabung untuk Pensiun?

Seorang Gen Z yang pekerja keras bertanya, berapa rupiah dia harus menyisihkan gajinya untuk dana pensiun? Wah, keren banget nih Gen Z. Tapi sebelum menjawab pertanyaan itu,  pekerja Gen Z yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 tumbuh di era digital sangat melek teknologi dan cenderung mencari makna dalam pekerjaan, bukan hanya sekadar mencari nafkah. Selain dikenal adaptif, Gen Z juga kreatif dan sangat menghargai keseimbangan kehidupan kerja. 

 

Pada tahun 2030 nanti, Gen Z akan mencapai 30% dari total angkatan kerja. Sesuai data BPS (2023), saat ini Generasi Z di Indonesia mencapai 74,93 juta jiwa atau 27,94% dari populasi. Maka ke depan, Gen Z sangat dominan di Indonesia. Pemerintah dan sektor swasta sangat perlu menggenjot lapangan kerja untuk para Gen Z. Karena masih banyak Gen Z yang menganggur. Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) di Indoensai mencapai 9,37%, atau sekitar 4,84 juta orang dari total populasi usia kerja Gen Z. Sebagian besar dari Gen Z tetap aktif mencari kerja dan mengembangkan diri. Gen Z adalah aset Indonesia ke depan.


Seperti pertanyaaan di atas, Gen Z juga jangan hanya asyik bekerja. Jangan cuma asyik dengan gaya hidup dan melek digital. Tapi harus mulai menyadari akan pentingnya mempersiapkan hari tua atau masa pensiun. Memang pensiun masih lama bagi Gen Z tapi ikhtiar untuk mulai menabung untuk masa pensiun harus dimulai sejak dini. Agar tercipta kondisi “kerja yes, pensiun oke”.

 

Gen Z perlu memahami “Nabung Pensiun Gak Harus Tua”.  Usia boleh muda tapi menyiapkan hari tua juga penting. Tidak ada yang salah bila Gen Z getol kerja, gemar traveling dan gaya hidup. Tapi harus diakui pula, pengetahuan Gen Z tentang pensiun tergolong minim. Bahkan persepsi tentang DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) dianggap nanti saja. Katanya, kurang menarik dan masih lama waktunya.

 

Ini khusus untuk Gen Z yang sudah bekerja. Berapa rupiah yang harus ditabung utuk dana pensiun? Agar bisa hidup layak dan bisa menjaga standar hidup Gen Z seperti saat masih bekerja di hari tua nanti. Mungkin ilustrasi ini bisa membantu. Sebagai contoh saja, berapapun gaji yang dimiliki Gen Z saat ini. Bila usia Gen Z sekarang 25 tahun dan akan pensiun di usia 55 tahun. Sementara usia harapan hidup mencapai usia 73 tahun. Dengan rata-rata biaya hidup bulanan (saat ini) Rp. 3 juta per bulan, inflasi tahunan di 4%, dan imbal hasil saat mulai menabung pensiun di 7% dan imbal hasil saat pensiun 5%.

 

Maka seorang Gen Z perlu menabung untuk dana pensiun sebesar Rp. 1.2 juta per bulan. karena pada saat pensiun di usia 55 tahun, Gen Z membutuhkan dana sebesar Rp. 1,4 miliar. Dengan masa kepesertaan di DPLK mencapai 30 tahun, dengan prediksi harapan hidup selama 18 tahun setelah pensiun. Kira-kira Gen Z di usia 25 tahun saat ini dan pensiun di usia 55 tahun nanti, membutuhkan biaya hidup saat pensiun mecapai Rp. 9,7 juta per bulan. Angka-angka tersebut sekadar ilustrasi agar Gen Z bisa memahami hitung-hitungan, berapa rupiah yang diperlukan untuk menabung pensiun? Tentu, besarannya dapat disesuaikan dengan kemampuan Gen Z. Tapi bila lebih kecil, maka ilustriasi tersebut menjadi lebih kecil lagi di masa pensiun.

 


Survei Deloitte (2024) menyebut 86% karyawan Gen Z menginginkan pekerjaan yang berorientasi pada tujuan. Itu artinya, Gen Z Santat peduli terhadap isu-isu sosial dan berkomitmen untuk memberikan dampak yang berkelanjutan untuk hari tuanya sendiri, di samping cenderung memiliki pekerjaan yang sesuai dengan gaya hidupnya.  Tapi intinya, Gen Z harus peduli terhadap hari tuanya, di samping sangat getol bekerja.

 

Karena itu, pengelola DPLK harus mampu memfasilitasi program pensiun yang cocok dengan Gen Z. Produknya fleksibel, iuran terjangkau, dan bisa dipantau lewat handphone. Edukasi DPLK jadi begitu penting untuk para pekereja Gen Z, di samping keterdiaan akses digital DPLK secara cepat dan mudah.

 

Cepat atau lambat, Gen Z kan bakal pensiun juga. Udah nabung belum? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DPKSAM



Rabu, 06 Agustus 2025

Ingat Nak Tujuan Kuliahmu

Nak, nggak kerasa ya. Mulai hari ini (7/8/2025), kamu sudah resmi jadi anak kos. Bermukim di Semarang untuk 4 tahun ke depan. Belajar dan belajar di Prodi Kesehatan Masyarakat FK UNNES. Begitu cepat berlalu, kamu tumbuh makin dewasa dan mandiri.

 

Tapi serius Nak, Abi bangga banget. Kuliah itu langkah besar, sekaligus perjalanan hebat. Kamu akan ketemu banyak orang, banyak pengalaman baru, dan mungkin juga beberapa tantangan. Harus atur waktu sendiri, menjalani semuanya sendiri di kota lain. Tapi Abi percaya kamu bisa. Kamu anak yang kuat, lebih dari yang kamu kira, bahkan melebihi perkiraan Abi dan Ibu.

 

Selama kuliah nanti Nak. Abi cuma mau kamu inget:

1. Sholat jangan lupa. Ingat Nak,karena sholat semuanya jadi mudah. Minta pada-Nya di kala sholat. Insya Allah, semuanya beres Nak.

2. Jaga diri. Jangan terlalu sering pulang malam, pilih pergaulan yang positif. Selalu berkabar, apapun kondisinya ya.

3. Makan yang bener. Mau secapek apapun jangan lupa makan. Selagi masih mau makan itu artinya masih sehat Nak.

4. Uang bulanan itu bukan uang kaget. Kelola baik-baik aja dulu. Insya Allah, Abi siap back up sesuai perintah kamu.

5. Ingat tujuanmu. Kuliah itu penting, tapi jangan lupa juga hidup yang seimbang. Belajar, ibadah, main, istirahat, semuanya perlu.

Awali aja semuanya dengan bismillah. Berjuanglah dengan niat baik. Jangan pernah sia-siakan waktu selama kuliah. Raih yang kamu mau, Abi dan Ibu selalu mendukung selagi baik untuk kamu.

 


Abi-Ibu memang nggak akan selalu ada secara fisik. Tapi yakinlah, Abi Ibu Kak Fahmi Kak Firda Kak Farid dan Aleena selalu ada buat kamu. Seperti biasanya, kalau butuh cerita, telpon. Kalau butuh uang, juga cerita. Pokoknya, jalani hari-harimu dengan hati yang baik, kepala yang dingin, dan kaki yang tetap berpijak. Sebab masa depan ada di tanganmu sendiri.

 

Selamat memulai petualangan baru ya Nak. Selamat meraih masa depanmu. Dan jangan lupa pulang ya, bila sudah waktunya.

Cintamu, selalu - Abi

*Selamat berangkat, semoga lancar ya. Sampai jumpa akhir bulan ya

 




Anak-anak yang Terbiasa Membaca di Taman Bacaan?

Segalanya tergantung kebiasaan kita. Mau terbiasa baik atau terbiasa buruk, itu sebuah pilihan. Maka ada benarnya, kata bijak yang menyebut “kita akan dimatikan sesuai kebiasaan kita”.

 

Di sekitar kita, ada orang yang terbiasa ngomongin orang lain. Ada pula yang kerjanya ngurusin hidup orang lain, sementara si orang lain nggak pernah mau diurusin dia. Ada pula negara yang kerjanya bikin aturan, atur rekening atur pajak ataur tanah, hingga lupa tugasnya menyejahterakan rakyat. Ada orang terbiasa membaca buku, ada pula yang lebih senang ngobrol. Semuanya, tergantung kebiasaan kita. Tinggal pilih mau yang mana?

Maka siapapun bisa jadi terampil bila dibiasakan. Membaca pun akhirnya bisa jadi kebiasaan bila dibiasakan. Terbiasa melangkahkan kaki ke taman bacaan. Terbiasa dekat denagn buku. Seperti anak-anak TBM Lentera Pustaka yang minimal 3 kali seminggu membaca buku di taman bacaan. Tiap Rabu sore - Jumat sore, dan Minggu pagi, mereka selalu datang dan ada di taman bacaan untuk membaca. Seperti yang terjadi pada sore ini (6/8/2025).

 

Tentu, tadinya mereka bukan anak-anak yang terbiasa membaca buku. Apalagi sebelum ad ataman bacaan, pasti tidak ada akses bacaan. Tapi kini, setelah dibiasakan, anak-anak itu berubah menjadi lebih dekat dengan buku. Sudah terbiasa membaca buku, terbiasa berada di tama bacaan. Seperti ada panggilan hati bila sudah waktunya membaca, mereka selalu datang dan duduk bersanding bersama buku. Bahkan di jam baca, ada sebagian dari mereka yang belajar computer. Mengetik atau mengerjakan tugas sekolah, sebagai bagian dari literasi digital yang memang ada di TBM Lentera Pustaka.

 


Anak-anak yang terbiasa membaca buku di TBM Lentera Pustaka sudah menjadi kebiasaan. Ada tidak ada wali baca, ada tidak ada relawan, secara otomatis bila sudah waktunya mereka akan melangkahkan kaki ke taman bacaan. Datang, mengambil buku, dan duduk membaca selama 1,5-2 jam. Maka mulailah untuk membiasakan baik ke ana-anak. Tidak ada kata terlambat untuk memulai kebiasaan baik seperti membaca.  Semuanya butuh proses, butuh waktu dan tidak ada yang instan. Masalahnya mau atau tidak? Punya komitmen dan konsisten atau tidak melaksanakannya.

 

Anak main boleh, nonton boleh, apalagi sekolah harus banget. Tapi membaca buku juga harus disediakan waktu dan dibiasakan perilakunya. Karena kebiasaan itulah yang membedakan di antara mereka di kemudian hari. Mau ngapain dan seperti apa? Hingga nantinya, kebiasaan baiklah yang akan jadi tempat hidup mereka di masa depan. Sebab kebiasaan pada waktunya berubah menjadi karakter dan mengubak ketidakpastian jadi kepastian. Ketahuilah, terjebak dalam rutinitas itu mudah tapi menjadikan yang rutin pada kebiasaan baik itu yang sulit.

 

Sungguh, setiap anak bebas membentuk kebiasaanya. Setiap orang punn punya kebebasan untuk menentukan arah hidupnya. Entah itu dalam hal pendidikan, pekerjaan, pergaulan, atau gaya hidup. Namun, kebebasan itu datang dengan konsekuensi bila tidak diimbangi dengan kebiasaan baik. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen




Selasa, 05 Agustus 2025

3 Cerita Tentang Dana Pensiun

Memang harus punya banyak cara untuk edukasi pentingnya siapkan masa pensiun.  Paling tidak, untuk antisipasi mau gimana di hari tua? Agar sedikit berpikir, apa yag sudah kita persiapkan untuk masa pensiun, saat tidak bekerja dan tidak punya gaji lagi? Jangan sampai muda kerja keras, begitu tua malah was-was.

 

Selagi muda dan bekerja, ada yang bilang gaji pas-pasan dan tidak bisa menabung untuk masa pensiun. Gaji selalu habis, biaya hidup lalu sama sekali tidak bisa menabung untuk hari tua. Makanya, masa pensiun jadi gimana nanti. Sementara fakta yang terjadi di hari tua, 1 dari 2 pensiuna akhirnya mengandalkan transferan anaknya untuk biaya hidup setiap bulan. Generasi sandwich selalu jadi narasi tapi belum ketemu ujungnya seperti apa?

 

Bukan manakuti-nakuti. Tingkat penghasilan pensiun (TPP) orang Indonesia actual-nya saat ini berada di kisaran 10-15% dari gaji terakhir. Artinya, bila gaji terakhir di Rp. 10 juta, maka di masa pensiun hanay punya uang Rp. 1-1,5 juta per bulan. Standar hidup menurun, gaya hidup di masa muda “terpaksa” dijauhi, stress dan gelisah. Post power syndrome, post power money juga mungkin.

 

Katanya lagi, uang pensiun – pesangon yang diterima pensiunan rata-rata hanya cukup untuk maksimal 5 tahun setelah pensiun. Bila pensiun di usia 56 tahun, maka uangnya cukup sampai usia 61 tahun. Sementara usia harapan hidup orang Indonesia, kata BPS, sudah mencapai 72 tahun. Jadi bingung, setelah usia 61 tahun ke 72 tahun, berarti 11 tahun kehidupan mau bagaimana hidupnya? Ada lagi yang menasihati, serahkan semuanya kepada Allah. Insya Allah, rezeki selalu ada saja. Tapi bila tidak lagi bekerja, tidak punya uang disiapkan sejak kerja, terus dari mana rezeki itu? Urusan pensiun jadi di persimapngan jalan, maka disitulah pensiun jadi masalah jadi perdebatan. Gimana caranya menyiapkan pensiun yang baik?

 

Akhirnya dari dulu sampai sekarang, realitas pensiun orang Indonesia masih berkuta di situ-situ saja. Belum beranjak, belum berubah isunya. Secara keuangan, jadi susah hidupnya di masa pensiun. Banyak yang terpaksa utang, hidup dari belas kasih anaknya, atau kembali bekerja serabutan. Bahkan sekarangterlibat pinjol ayau judol. Pensiun, jadi serba salah. Selagi muda bekerja keras, katanya pas-pasan. Begitu pensiun, jadi malah was-was hingga memelas.

 

Tidak sedikit memang, muda kerja keras tapi tua malah was-was. Banyak orang berpikir, “Nanti pas pensiun pengen Santai, pengen menikmati hidup”. Tapi akhirnya tidak kelakon, malah banting tulang kerja lagi. Uang pensiun dipakai bisnis malah bangkrut. Bingung, stes, dan mulai terganggu psikologis. Jadilah Namanya, deriat finansial di hari tua. Itu semua

Jadi realita, bukan sekadar cerita! Masa pensiun, harus gimana sih?

 

Saat saya tanya ke 3 orang tentang dana pensiun, ada tiga versi cara pandang:

1.   Alhamdulilah paksu, pensiun 1 agustus 2025. gaji pensiun sudah tergadai di bank terlilit utang gara-gara buat usaha rumah makan lalu ditipu orang. Semoga paksu sehat, rencana setelah pensiun ini mau cari kerja. Satpam katanya.

2.   Tergantung bagaimana kamu invest di masa muda,tetangga saya suaminya cuman pensiunan satpam, rumahnya dah tiga, anaknya 4 juga beliin rumah masing masing, gimana gaya hidupnya di masa muda sih.

3.   Tips agar makmur saat pensiun. Jangan pernah utang selama jadi pegawai. Tabung sebagian gaji, investasikan untuk hari tua. Saat sudah pensiun, aset kita yang bekerja, kita cukup nikmati hasilnya.

Jadi, mau yang mana di masa pensiun? Mau seperti apa dan apa yang sudah disiapkan untuk pensiun? Itulah pesan pentingnya.

 


Siapapun yang masih aktif bekerja, mungkin ini saatnya untuk berpikir dan bersiap tentang masa pensiun. Mamang tidak ada rujukan yang “paling benar” atau paling hebat tentang masa pensiun. Cukup waspada, sadari mau seperti apa di masa penstin. Mulailah berpikir cerdas tentang masa depan, tentang masa pensiun. Jangan sampai muda kerja keras, tapi ta malah was-was. Saat kerja berjaya, begitu pensiun malah merana.

 

Suak tidak suka, literasi finansial untuk hari tua itu penting. Jangan hanya kerja eras, lalu masih bilang gaji pas-pasan tanpa mau siapkan masa pensiun. Mata ranati generasi sandwich kan harus diputus, gimana cara mutusnya? Tnetu harus dimulai dari diri sendiri. Pelajari cara uang bekerja untuk kita. Karena banyak pensiunan “jatuh miskin” karena tidak paham cara mengelola uang. Tidak tahu gaji dari bekerja keras untuk apa sebenarnya?

 

Cukup sadari saja, bahwa masa bekerja sama pentingnya dnegan masa pensiun. Masa bekerja harus sama sejahteranay dengan masa pensiun. Untuk itu, dibutuhkan cara pandang yang seimbang bukan justifikasi yang hanya menarang. Kurangi gaya hidup yang yang tidak perlu, lebih baik menaung untuk hari tua sekalipun sedikit. Tapi semuanya, terserah kita. Mau seperti apa di masa pensiun. Karena hari ini, kekuatan dan aset yang kita punya hanyalah WAKTU! Salam #EdukasiDanaPensiun #DPKSAM #DanaPensiun

 

Senin, 04 Agustus 2025

Kenapa Dia Berubah?

Intinya, nggak usah buru-buru heboh karena ada orang di dekat kita berubah. Tidak usah ambil pusing, bila ada yang berubah sikap kepada kita. Biasa-biasa saja. Karena dalam banyak kasus, apa yang kita anggap sebagai “perubahan” dalam diri seseorang, sebenarnya adalah kebenaran yang selama ini tersembunyi. Bukannya orangnya yang berubah. Tapi topengnya yang lepas.

 

Manusia sering hidup dengan topeng, membangun citra, menyembunyikan niat, dan memainkan peran demi diterima atau dihormati orang banyak. Begitu kata Murakami.  Ketika topeng itu akhirnya jatuh atau lepas, entah karena waktu, tekanan, atau situasi tertentu, banyak orang merasa dikhianati. Lalu kita bilang, “Dia sudah berubah.” Padahal, bisa jadi yang muncul justru adalah wajah aslinya. Biarkan saja, karena selam ini berarti kita bersamanya dalam ilusi dan ekspektasi. Bila itu terjadi, kita hanya perlu lebih mawas diri dan sadar.



Dalam pertemanan, cinta, bahkan kepemimpinan, kita sering menilai orang berdasarkan versi yang mereka tampilkan, bukan siapa mereka sesungguhnya. Maka ketika topeng itu ngak lagi mampu dipakai, kekecewaan pun muncul. Terkadang bingung, kok berubah? Justru itu hanyalah jalan dan proses pengungkapan, bukan transformasi seseorang. Karenanya, kita perlu lebih jeli dan rendah hati dalam membaca karakter manusia. Jangan terlalu cepat terpesona oleh penampilan luar, dan jangan juga terlalu cepat menuduh “perubahan” ketika kenyataan akhirnya muncul. Sebab mengenal seseorang bukan soal waktu, tapi tentang seberapa dalam kita bersedia melihat, bahkan ketika itu nggak nyaman sekalipun. Dan pada akhirnya, mungkin yang paling penting bukanlah mengenali topeng orang lain, tapi menyadari: topeng apa yang masih kita pakai dalam hidup ini?

 

Hati-hati, banyak orang sedang memakai topeng.  Entah untuk citra, popularitas, atau kekauasaan. Biarkan saja, toh nantinya ada saat di mana “game is over”. Maka love yourself. Sebab menjadi sempurna di mata orang lain tidak akan ada habisnya. Cukup menjadi orang baik dan baik untuk diri sendiri saja. Ketahuilah, jika sesuatu tidak berjalan seperti yang kita mau. Berarti kita sedang menjalankan apa yang Allah mau. Sesederhana itulah hidup. Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

 

Apa Itu Orang Cerdas?

Dalam pidato Wisuda ke-135 UIN Jakarta, Rektor UIN Jakarta, Prof. Asep Saepuddin Jahar, M.A., Ph.D, mengingatkan bahwa orang cerdas bukan hanya soal intelektual, tetapi juga tentang kebijaksanaan, kebermanfaatan, dan akhlak yang baik.

1.   Orang cerdas adalah mereka yang berpikir kritis, mampu beradaptasi, dan terus belajar sepanjang hayat.

2.   Orang cerdas tidak hanya mencari ilmu, tetapi juga mengamalkannya untuk kebaikan umat.

3.   Orang cerdas siap menghadapi tantangan zaman dengan kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial.

Dari pidato di atas, jelas orang cerdas cirinya mau belajar sepanjang hayat, mengamalkan ilmu untuk kebaikan, dan seimbang cerdas spiritual-emosional-sosial. Maka siapapun, jadilah orang yang tidak hanya pintar, tapi juga bermakna bagi sesama!

 


Jelas sudah, kecerdasan pasti berhubungan dengan etika, tanggung jawab sosial, dan makna kecerdasan itu sendiri. Orang cerdas seharusnya bermanfaat bagi orang lain karena:

1. Kecerdasan itu amanah, bukan sekadar privilese. Kalau seseorang punya pengetahuan, wawasan, atau daya pikir di atas rata-rata, maka dia punya power yang bisa mengubah hidup orang lain. Dan seperti semua kekuatan, itu seharusnya digunakan untuk membangun, bukan sekadar membanggakan diri.

2. Ilmu tanpa manfaat adalah sia-sia. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain, itulah piakannya. Orang cerdas yang tidak berbagi ilmunya atau tidak membuat hidup orang lain lebih baik, pada akhirnya terisolasi dalam ego atau kesia-siaan. Ilmu hanya benar-benar hidup ketika ia dipraktikkan dan disebarkan.

3. Kecerdasan bisa menciptakan dampak sistemik. Orang cerdas sering punya kapasitas untuk: menemukan solusi atas masalah sosial, menciptakan inovasi yang memudahkan hidup banyak orang, dan menjadi panutan dan pembuka jalan bagi generasi berikutnya. Bila kecerdasan hanya dinikmati sendiri, dampaknya sempit. Tapi kalau digunakan untuk membantu orang lain, ia menjadi multiplier effect.

4. Menjadi cerdas itu pilihan, menjadi berguna itu tujuan. Banyak orang pintar yang tidak bijak. Tapi orang bijak selalu berusaha membawa kebaikan. Kecerdasan sejati bukan cuma soal IQ, tapi juga kebijaksanaan emosional dan moral. Menjadi bermanfaat berarti seseorang telah naik tingkat dari "cerdas" menjadi "bermakna".

5.  Dunia butuh kontribusi, bukan kompetisi. Kita hidup dalam masyarakat yang saling bergantung. Maka cerdas tapi individualistis justru menciptakan jarak dan ketimpangan. Tapi orang cerdas yang rendah hati dan memberi, menciptakan jembatan, bukan tembok.

 

Maka, kenapa orang cerdas harus bermanfaat bagi orang lain? Karena jika tidak, kecerdasannya akan berakhir sebagai hiasan pribadi, bukan warisan kolektif. Cerdas itu hebat, tapi cerdas dan peduli, itulah yang membuat seseorang layak dikenang. Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

 

 

Catatan Literasi: Tidak Ngotot untuk Hal Apapun

Dunia sering membuat kita lupa. Bahwa di muka bumi ini, tidak ada yang pantas dicari atau dihindari mati-matian. Apalagi soal pangkat, jabatan, status atau harta tidak usah dikejar mati-matian. Hingga berangkat gelap pulang gelap. Rileks saja, karena semua dan apapun sudah kehendak-Nya. Jangan pernah bergantung pada manusia, pasti sia-sia.

 

Tidak ada yang pantas dicari dan dihindari mati-matian. Itu kalimat sederhana yang lugas. Sebagai pandangan hidup yang mengajak kita untuk lepas dari keterikatan yang berlebihan, baik terhadap keinginan, ketakutan, maupun kebencian. Kata Ki Suryomentaram, apa pun yang ada di dunia ini bersifat sementara, relatif, dan tidak seharusnya menguasai batin manusia sepenuhnya. Jadi, biasa-biasa saja tidak usah terlalu heboh.

 

Polemik ijazah palsu tidak kelar-kelar. Abolisi dan amnesti baru dirilis, tahu-tahu rekening nganggur diblokir. Kecewa boleh, senang boleh tapi tidak usah mati-matian. Sebab ketika seseorang terlalu keras mengejar sesuatu, apapun itu entah harta, status, atau bahkan cinta, ia sering kehilangan keseimbangan dan kedamaian dalam hidupnya. Sebaliknya, jika ia terlalu membenci atau menghindari sesuatu secara ekstrem, ia malah akan terikat secara batin, meski dalam bentuk penolakan. Dalam filsafat Suryomentaram itu disebut sebagai rasa “kawula”, rasa menjadi hamba dari keinginan dan rasa takut. Padahal kebebasan batin manusia hanya bisa diraih bila memandang segala hal dengan wajar: tidak terlalu melekat, tidak terlalu menolak. Intinya, tidak mati-matian alias biasa-biasa saja.

 


Seperti berkiprah di taman bacaan, menjadi pegiat literasi biasa-biasa saja. Waktunya kerja ya kerja, waktunya mengajar ya mengajar, waktunya ibadah ya ibadah. Dan waktu ya berkiprah dan mengurus taman bacaan ya diurus dengan baik. Jadikan semuanya sebagai ladang amal, bukan untuk dipuji atau dibenci orang lain. Mau gimana pun, hari ini yang harus diantisipasi bukan lagi manusia. Tapi takdir kita sendiri, seperti dan kapan?

 

Tidak usah ngotot dalam hal apapun. Tidak usah terlalu keras tapi jangan terlalu lembek. Proporsional saja. Artinya, kita diajak untuk hidup dengan sikap batin yang luwes, mampu menerima hidup sebagaimana adanya, tanpa terjebak dalam nafsu untuk memiliki atau dorongan untuk lari dari kenyataan. Itu bukan sikap pasrah yang pasif, melainkan bentuk kemerdekaan batin, kebebasan berpikir dengan harmoni.

 

Ketahuilah, hidup itu bukan soal mati-matian mengejar atau menolak, tetapi soal memahami bahwa semua datang dan pergi. Dan tugas kita adalah menjalaninya dengan jernih, sadar, dan tidak terbelenggu oleh keinginan yang meluap-luap. Karena di situ, ada ketenangan lahir-batin. Jadi, tidak usah mati-matian mencari atau menghindari. Cukup ikhtiar yang baik, doa yang banyak, selebihnya Allah yang akan bekerja untuk oita. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

 

Riset Dana Pensiun: Cara Bayar Manfaat Pensiun, 15% Mau Sekaligus 44% Mau Bulanan

Survei terbaru, para pekerja muda (Gen Z dan milenial) saat ditanya. Bila punya DPLK dan masuk usia pensiun, mana  yang lebih suka manfaat pensiun nantinya dibayarkan secara bulanan atau sekaligus? Hasil penelitian terbaru Syarifudin Yunus, edukator dana pensiun DPLK Sinarmas Asset management dan asesor LSP Dana Pensiun (Juli 2025) menyimpulkan a) 43,9% pekerja muda lebih suka dibayar bulanan, b) 41,5% dibayar dengan 20% secara sekligus dan 80% secara bulanan, dan c) hanya 14,6% lebih suka dibayar sekaligus. Survei ini dilakukan terhadap 100 pekerja muda yang ada di Jabodetabek.

 

Dari survei ini pula, diketahui pekerja muda memiliki kemampuan untuk menabung di DPLK dengan iuran Rp. 100-300.000 sebesar 46%, sedangkan 28% mampu di atas Rp. 300.000 per bulan, dan 26% hanya bisa di bawah Rp. 100.000 per bulan. Survei ini menunjukkan pekerja muda di Jabodetabek yang mencapai 5,5 juta jiwa memiliki preferensi yang cukup oke soal dana pensiun atau DPLK. Punya kemampuan menabung di DPLK dan memiliki keinginan manfaat pensiun dibayar secara bulanan atau berkala (bukan sekaligus).

 

“Tujuan survei saya ini untuk memetakan preferensi pekerja muda di Jabodetabek tentang DPLK atau dana pensiun. Seberapa mampu mereka menabung untuk DPLK dan bagaimana cara bayar manfaat pensiun yang disukai. Hal ini membantah anggapan banyak pekerja ingin manfaat pensiun dibayar sekaligus” ujar Syarifudin Yunus, peneliti dana pensiun DPLK SAM dan Asesor LSP Dana Pensiun saat merilis hasil penelitiannya (4/8/2025).



Pembayaran manfaat pensiun secara bulanan  atau berkala lebih disukai, tentu bukan tanpa alasan. Beberapa alasan yang dikemukan pekerja muda terkait cara bayar manfaat pensiun secara bulanan antara lain:

1.   Karena dana pensiun untuk meniru pola pendapatan saat bekerja, seperti menerim agaji setiap bulan. Maka, manfaat pensiun dibayar bulanan agar pola hidup tidak berubah drastic dan memudahkan perencanaan keuangan harian/bulanan ketika pensiun.

2.   Menjamin ketersediaan dana di masa pensiun. Karena jika manfaat pensiun dibayar sekaligus (lump sum) akan berisiko habis terlalu cepat, apalagi jika tidak pandai mengelola uang. Sehingga pembayaran bulanan dapat menjaga kesinambungan hidup hingga usia tua..

3.   Menjaga standar hidup tidak turun drastic. Karena dibayar bulanan, standar hidup minimal bisa terjaga sehingga tidak stress akibat kekurangan dana di hari tua.

4.   Menghindari risiko finansial dan psikologis. Sebab tidak semua pensiunan siap dan bisa menerima uang besar sekaligus, bisa habis untuk konsumtif atau terjebak judi online. Maka pembayaran bulanan menciptakan “rem” psikologis dan mendorong hidup hemat.

5.   Sesuai prinsip dana pensiun, untuk kesinambungan penghasilan di hari tua saat tidak bekerja lagi. Pembayaran bulanan memungkinkan pengelola DPLK untuk mengelola risiko jangka panjang secara lebih baik.

6.   Stabilitas sosial dan ekonomi. Karena pensiunann yang memiliki pendapatan tetap bulanan cenderung tidak menjadi beban keluarga atau negara, bahkan dapat mengurangi angka kemiskinan di usia tua.

Karena itu, manfaat pensiun memang sebaiknya dibayarkan secara bulanan (berkala) sebagai bentuk perlindungan finansial jangka panjang saat masa pensiun. Agar dapat membantu pensiunan tetap memiliki penghasilan teratur, menjaga kualitas hidup, dan menghindari risiko finansial akibat pengelolaan dana yang tidak bijak. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM