Mengacu pada statistik dana pensiun dari OJK, industri DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan), aset kelolaan DPLK per Desember 2024 tumbuh 9%, dari Rp. 134,6 triliun (2023) menjadi Rp. 146,1 triliun (2024). Akan tetapi, dari jumlah peserta mengalami penurunan 1%, dari 2,9 juta peserta (2023) menjadi 2,8 juta peserta (2024). (Simak: https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/dana-pensiun/Pages/Statistik-Bulanan-Dana-Pensiun-Desember-2024.aspx). Karena itu, DPLK dihadapkan pada tantangan yang tidak kecil, di samping tetap memiliki potensi yang sangat besar untuk terus tumbuh dan berkembang dalam membantu perencanaan masa pensiun masyarakat Indonesia.
Di tengah kondisi perang dagang yang dipicu
oleh kebijakan tarif sepihak AS pada 2025 ini, kondisi ekonomi
global kian tidak pasti. Apa dampaknya terhadap DPLK? Tentu, bisa bermacam-macam.
Mungkin teori yang paling sederhan, DPLK perlu kembali mengharmonisiasikan
hukum “supply – demand”, menyelaraskan penawaran (supply) dengan permintaan
(demand). Sebagai produk keuangan yang "diperdagangkan" untuk masa
pensiun atau hari tua, apakah DPLK hari ini menarik bagi konsumennya?
Mempersiapkan masa pensiun sejak dini,
semua orang sepakat sangat penting. Memiliki kesinambungan penghasilan di hari
tua, saat tidak bekerja lagi, pasti sangat dibutuhkan siapapun. Lalu, bagaimana
menjadikan DPLK sebagai produk keuangan untuk masa pensiun menjadi lebih
menarik? Itulah fokus industri DPLK ke depan, menjadikan DPLK harus beradaptasi
dengan “permintaan” konsumen dan menyesuaikan “penawaran” yang menarik. Agar
DPLK mampu menggugah oikiran dan perilaku masyarakat akan pentingnya
mempersiapkan masa pensiun lebih nyaman dan sejahtera.
Sudah sangat
jelas, Peta Jalan Dana Pensiun 2024-2028 yang dikeluarkan OJK, ditegaskan ada 3
(tiga) arah pengembangan dana pensiun secara global ke depan, yaitu: 1) Digitalisasi
Sektor Dana Pensiun, untuk mendorong perluasan akses dana pensiun dan efisiensi,
2) Program Pensiun Sektor Informal, tersedianya program pensiun yang sesuai
dengan karakteristik pekerja sektor informal, dan 3) Pergeseran Tren Program
Manfaat Pasti ke Iuran Pasti, agar
pengelolaannya lebih fokus kepada strategi investasi dana pensiun. Tentu
saja, inisiatif sesuai dengan arah pengembangan dana pensiun ini harus lebih
didalami, utamanya berkaitan dengan implementasi dan cara-cara eksekusinya.
Khusus untuk
DPLK, tentu saja “penawaran” yang disesuaikan dengan “permintaan” konsumen
harus segera diantisipasi. Di luar Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yang
menjadi "core business" dan sesuai dengan POJK 27/2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Dana
Pensiun, DPLK perlu mengoptimalkan fitur-fitur layanan yang lebih menarik dan
dapat memenuhi keinginan konsumen. Beberapa layanan yang patut dikembangkan ke
depan adalah:
1. Iuran
sukarela (selain iuran reguler) bagi peserta eksisting DPLK untuk memperbesar
nilai manfaat pensiunnya. Apalagi akumulasi iuran sukarela peserta serta hasil
pengembangannya dapat dibayarkan secara sekaligus atau berkala sesuai dengan
pilihan peserta.
2.
Program manfaat pensiun lainnya, seperti dana
kompensasi pascakerja; dana manfaat tambahan;
dana santunan Disabilitas; dana santunan kematian; dana santunan kesehatan pensiunan dapat ditawarkan sesuai kebutuhan korporasi saat
ini, sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban imbalan pascakerja/pesangon dan
fasilitas employee benefits perusahaan.
3.
Program
manfaat lainnya seperti dana pendidikan, dana perumahan, dana ibadah keagamaan; dana santunan kesehatan karyawan untuk melayani kayanan yang dibutuhkan peserta DPLK
secara individual, sehingga DPLK mampu mengakomodasi tujuan keuangan peserta di
luar manfaat pensiun.
4.
Pembayaran
manfaat pensiun secara berkala, sebagai implementasi kesinambungan penghasilan
di masa pensiun bagi peserta DPLK. Karena tidak semua peserta DPLK menginginkan
pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus.
Memang benar, kini total
angkatan kerja di Indonesia mencapai 150 juta pekerja, terdiri dari 60% berada
di sektor informal dan 4)% di sektor formal. Dari jumlah tersebut yang menjadi
peserta DPLK hanya 2,8 juta pekerja, sedangkan peserta dana pensiun mencapai 4
juta orang. Bila dikalkulasi, berarti hanya 2,6% dari total angkatan kerja yang
memiliki dana pensiun atau hanya 6,6% dari total pekerja sektor formal yang punya
dana pensiun. Oleh karena itu, DPLK mau tidak mau harus “berjuang keras” untuk menyelaraskan
hukum “permintaan” dan “penawaran” dana pensiun, seiring dinamika
ketenagakerjaan yang terjadi.
Mungkin, DPLK perlu “merevitalisasi”
bisnisnya untuk meningkatkan
daya saing dan daya tarik DPLK di mata masyarakat, serta memastikan tetap tumbuhnya
bisnis DPLK di tengah perubahan regulasi dan kebutuhan pasar. Dna tidak
kalah penting, DPLK harus terus meningkatan kompetensi SDM, mengoptimalkan proses
bisnis internal sesuai tata kelola dana pensiun yang baik, menerapkan manajemen
risiko yang efektif, optimalisasi pengelolaan investasi yang kompetitif, melakukan
transformasi digital untuk layanan online, dan melakukan edukasi yang masif dan
berkelanjutan kepada publik.
Insya Allah,
DPLK akan mampu menjadi pilihan pekerja dan Masyarakat dalam mempersiapkan masa
pensiun yang sejahtera, hari tua yang lebih nyaman. Asal menarik dan kompetitif
dari segala hal. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar