Kadang kita suka bingung, kenapa banyak orang ngopi berlama-lama? Ternyata pada secangkir kopi, ada pelajaran. Akan siapapun tidak usah terburu-buru, rileks saja sambil menikmati prosesnya. Karena semuanya sudah ada dalam ketentuan-Nya. Saat menyeruput kopi, selalu ada harapan sekaligus cinta. Minimal cinta untuk diri sendiri.
Seruput kopi. Selalu ada
pahit dan manis. Pasti ada yang tidak suka pada diri kita. Kata seruput kopi,
nikmati saja setiap tegukannya. Jalani prosesnya. Karena memang, kita tidak
mungkin bisa menyenangkan semua orang. Jadi ngopi saja dulu.
Seperti seruput kopi di
taman bacaan. Sama saja, tidak mungkin semua orang suka. Selalu ada yang benci
dan iri. Karena siapapun, tidak akan pernah bisa “memaksa” orang lain untuk
menyukainya. Seperti tidak semua orang juga mau membaca. Maka di taman bacaan,
jangan fokus pada mereka yang membenci. Cukup nikmati pahit-manis di taman
bacaan apa adanya.
Seruput kopi di taman
bacaan. Ternyata, rasa pahit itu bersifat alamiah. Orisinal dan bukan
dibuat-buat. Rasa yang tidak mungkin di manipulasi. Emas ya emas, sampah ya
sampah. Kopi ori yang apa adanya. Sesuai dengan aslinya. Tidak akan pernah
tertukar sedikitpun, hingga kapanpun.
Selalu membuat kagum
bahkan terheran, begitulah seruput kopi di taman bacaan. Sensasinya yang
luar biasa. Rasanya istimewa. Persis seperti, takjubnya manusia kepada
Tuhannya. Kagum pada cara Tuhan memberi rezeki kepada umatnya. Tidak pernah
tertukar bahkan tidak bisa dimanipulasi oleh siapapun.
Kopi, adalah hati
nurani. Di dalamnya ada kebenaran yang hakiki. Bukan celotehan atau argumen
yang dibuat-buat. Karena kopi, selalu mampu menyelaraskan pikiran, hati, dan
sikap penikmatnya. Karena sesempurna apapun kopi yang kita buat. Kopi tetap
menghadirkan sisi pahit yang sulit disembunyikan. Walau ada rasa manis yang
susah dilupakan.
Seruput kopi di taman
bacaan. Menjaga segalanya selalu proporsional. Takarannya seimbang; antara
manis dan pahit. Pas rasanya, aga tidak terlalu manis. Jangan pula terlalu
pahit. Kopi yang penuh esensi bukan sensasi. Seperti pepatah “hiduplah sesuai
dengan kemampuan; jangan hidup atas kemauan apalagi kebencian”.
Sungguh, menyeruput kopi
di taman bacaan. Selalu takjub pada kebesaran-Nya, bukan keangkuhan diri. Agar
tetap tenang dan lembut dalam belantara kehidupan. Tanpa perlu meninggikan
hati; tanpa perlu merendahkan orang lain. Karena di depan kopi, semua manusia
sama saja. Ada kelebihan sekaligus ada kekurangan. Bahwa semanis apapun hidup,
rasa pahit akan selalu ada. Maka akal sehat, harus tetap berpihak kepada
kebenaran dan kebaikan. Apapun kondisinya, bagaimana pun keadaannya.
Pada seruput kopi.
Berpesan bahwa siapapun, tidak ada yang sempurna. Maka tidak perlu adu argumen
dengan orang yang mempercayai kebenciannya sendiri. Lalu buta dari melihat
kebaikan yang ada di dekatnya. Seperti kata seruput kopi, orang kuat bukanlah
mereka uang mampu menaklukkan orang lain. Tapi justru siapapun disebut kuat
karena mampu menaklukkan diri sendiri. Salam literasi #TBMLenteraPustaka
#FilosofiKopi #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar