Setelah ujian tertutup disertasi pada Selasa 22 Oktober 2024, Syarifudin Yunus dengan penuh semangat memperbaiki masukan dari tim penguji yang terdiri dari: Prof. Dr. Sri Setyaningsih, M.Si. (Ketua Prodi S3 Manajemen Pendidikan SPs Unpak), Prof. Dr. rer. pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., IPU, ASEAN. Eng, APEC. Eng. (Promotor dan Rektor Unpak), Prof. Dr-Ing. Soewarto Hardhienata (Dekan Sekolah Pascasarjan Unpak), Dr. Martinus Tukiran, M.T. (Kopromotor), dan penguji eksternal Prof. Dr. H. Sumaryoto (Rektor Universitas Indraprasta PGRI). Judul disertasinya menjadi “Strategi Peningkatan Efektivitas Tata Kelola Taman Bacaan Berbasis Model CIPP Pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor”. Ada tambahan kata “strategi peningkatan”, dari semula “efektivitas tata kelola …”
Setelah disertasi
diperbaiki sesuai masukan saat ujian tertutup, kopromotor tidak setuju dan
akhirnya mengundurkan diri. Karena ada perbedaan pendapat ilmiah, soal mazhab
keilmuan. Semua berjalan apa adanya, dan sangat wajar terjadi perdebatan ilmiah
di disertasi, di ranah keilmuan. Perdebatan ilmiah punya jalannya sendiri, ada
koridornya masing-masing.
Dalam konteks disertasi
saya, perdebatan ilmiah itu biasa-biasa saja. Karena berdebat pada disertasi
itu justru memperkaya khasanah ilmiah, membangun tradisi akademis yang bagus.
Untuk memecahkan masalah, mengevaluasi teori, dan mencari kebenaran yang paling
pas. Jadi, jangan takut berdebat jangan takut berbeda pendapat.
Jadi berdebat ilmiah di
ranah disertasi, tesis, atau skripsi biasa saja. Karena di situ pasti ada
argumen ilmiah, ada upaya evaluasi terhadap teori bahkan dapat mempertajam
identifikasi kelemahan ilmiah itu sendiri. Bahwa ilmu punya keterbatasan, dan
orang berilmu pun punya keterbatasan yang sama. Tidak ada ilmu mutlak dan benar
100% selagi masih di dunia.
Berdebat itu biasa.
Bahkan sekarang perdebatan bisa terjadi saat makan malam, di ranjang atau grup
WA. Asal atas dasar iktikad baik, perdebatan ilmiah tidak jadi masalah. Bila
kita ingat, Aristoteles pun berdebat dengan gurunya Plato. Sebuah perdebatan ilmiah
tentang “distopia” sains versi Aristoteles melawan “utopia” sains versi Plato.
Guru vs murid ya boleh-boleh saja terjadi secara ilmiah.
Raffi Ahmad dilantik
jadi utusan khusus Presiden bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni pun
bisa kok diperdebatkan. Bisa apa si Raffi? Mungkin secara konsep dan teoritik
Raffi tidak mampu tapi secara praktik, mungkin Raffi unggul paling depan. Silakan
saja diperdebatkan. Asal ingat, the show must go on. Semuanya harus
tetap berjalan, tetap berproses tanpa perlu menghambat.
Begitu pula perdebatan
ilmiah di materi disertasi. Silakan saja dan sudah biasa terjadi. Asal jangan
merugikan mahasiswa. Sebagai suatu penelitian, asal mahasiswa sudah
melakukannya dengan terjun ke lapangan, berhadapan dengan sampel, dan sudah
dianalisis secara valid mungkin sudah cukup. Karena bagi mahasiswa, asal mau ke
lapangan itu sudah valid, reliabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. Begitu
kan?
Kembali ke soal
disertasi Syarifudin Yunus tadi, Alhamdulillah akhirnya melalui proses dan
mekanisme penyempurnaan disertasi pun rampung. Dan siap diujikan pada “ujian
promosi doktor” pada 11 November 2024 di Aula Pascasarjana Unpak. Insya Allah,
sebentar lagi Unpak “melahirkan” doktor manajemen pendidikan bidang taman
bacaan. Melalui disertasi yang dipertahankan Syarifudin Yunus berjudul
“Strategi Peningkatan Efektivitas Tata Kelola Taman Bacaan Berbasis Model CIPP
Pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor”. Ujian terbuka menjadi
puncak dari proses studi dan penelitian mahasiswa untuk meraih gelar Doktor.
Berdebat secara ilmiah
tidak masalah, itu sudah biasa. Karena berdebat itu tanda kita masih bisa
berpikir, simbol mau berpikir. Sehingga ilmu pengetahuan yang dilahirkan dari
perdebatan telah memberikan kita alat dan bukti untuk memahami dunia dengan lebih
baik. Maka jelas, perdebatan ilmiah yang identik dengan “setuju” dan “tidak
setuju” sama sekali tidak problem, sah-sah saja. Asal jangan membungkam akal
sehat dan hati nurani. Siapapun boleh berdebat, boleh setuju boleh tidak
setuju. Asal tetap berdebat dengan sehat, produktif, dan penuh rasa hormat
untuk kemajuan sains dan peradaban.
Selamat berdebat. Tapi
ingat, ilmu itu didatangi bukan mendatangi. Buku-buku bacaan pun dijemput,
bukan menjemput. Kuliah itu harus dituntaskan, bukan hanya dimulai. Begitulah
perjalanan seorang promovendus di Tengah perdebatan ilmiah.
Dan ingat, jangan
berdebat soal bumi itu bulat atau datar? Salam literasi #MahasiswaDoktoral
#DisertasiTamanBacaan #TBMLenteraPustaka #CalonDoktor