Baru 6 bulan ini, Si Fulan akhirnya mampu melepaskan diri dari judi online (judol) slot. Katanya, sulit banget terbebas dari judol. Butuh perjuagan keras dan koitmen tingkat tinggi, maklum Si Fulan tergolong kecanduan parah terhadap judol.
Judol
itu gampang banget. Karena cuma punya uang Rp. 10.000 sudah bisa main judol slot.
Tapi kan, Rp. 10.000 isetiap hari, berarti seminggu Rp. 70.000, sebulan berarti
Rp. 280.000. Uang yang harusnya dipakai buat makan, malah dipakai buat judol.
Kan nggak beres kalau begitu, kata Si Fulan.
Gila
benar dan sangat memprihatinkan maraknya judol di Indonesia. Budi Gunawan, Menko
Polkam mengungkapkan data-data judol di Indonesia. Sangat mencengangkan, begitu
memprihatinkan kondisinya. Coba cek data-data judol di Indonesia (baca: https://www.tempo.co/ekonomi/menko-polkam-sebut-perputaran-uang-judi-online-mencapai-rp900-triliun-di-tahun-2024-1171463):
1.
Jumlah perputaran dana dalam aktivitas
perjudian daring atau judi online (judol) di Indonesia telah mencapai nilai
Rp900 triliun di tahun 2024.
2.
Jumlah pemain judol pada 2024 sebanyak
8,8 juta orang
3.
Diantara pemainnya ada 97.000 anggota
TNI/Polri dan 1,9 juta pegawai swasta.
4.
Ada sebanyak 80.000 anak berusia di
bawah 10 tahun bermain judi online.
5.
Mayoritas pemain judol adalah kalangan
menengah ke bawah.
6.
Kata PPATK, perputaran dana dari judi
online pada semester dua 2024 sudah mencapai Rp283 triliun (6/11/2024).
Jadi
jelas, keberadaan judol sangat meresahkan. Sangat mengkhawatirkan dan sudah
dalam kondisi darurat untuk diberantas. Tutup semua situs judi online, publikasikan
nilai kerugian atas aktivitas judl yang tidak ada manfaatnya. Lakukan edukasi
nasional tentang bahaya judi online. Bila tidak, sangat mungkin jumlah
perputaran uangnya bertambah besar dan masyarakat makin susah.
Lagi
pula kasihan, masyarakat kelas menengah ke bawah, sudah berhadapan dengan
masalah kebutuhan hidup sehai-hari justru diperparah dengan “candu” judi
online. Maka tidak ada alasan lagi, judi online harus diberantas, berantas, dan
berantas habis. Berntas hingga ke akar-akarnya, jangan ada lagi judi online di
Indonesia.
Ini
sekadar anekdot dan perbandingan saja. Judi online di Indonesia baru ada
sekitar tahun 1994 (30 tahun). Memang mulai marak banget saat pandemi Covid-19,
ketika banyak orang WFH dan tersedia waktu luang. Tapi dalam kurun waktu 30
tahun bisa “memutar uang” hingga Rp. 900 triliun, dengan pemain mencapai 8,8
juta orang. Luar biasa. Sementara industri dana pensiun di Indonesia, sejak 1992
ada (32 tahun), hingga September 2024 baru membukukan aset kelolaan mencapai Rp.
380,8 triliun dengan jumlah peserta mencapai 4 juta orang.
Lucu
saja, judi online yang tidak memberi manfaat kok banyak penggemarnya. Sementera
dana pensiun yang jelas-jelas manfaatnya untuk hari tua, malah tidak digemari. Kalau
disurvei, semua pasti berpendapat sama. Bahwa “judi online tidak bermanfaat dan
tidaik penting, sedangkan dana pensiun sangat bermanfaat dan penting”. Tapi
nyatanya, biarlah angka-angka yang berbicara. Judul 30 tahun 900T vs dana
pensiun 32 tahun 380T. Judl punya 8,8 juta pemain vs dana pensiun punya 4 juta
peserta.
Memang
tidak terlalu pas membandingkan judol dengan dana pensiun. Tapi sah-sah saja
kan. Karena dalam gaya bahasa perbandingan atau majas perbandingan. Ada
yang disebut “metafora”, gaya bahasa yang membandingkan dua objek berbeda,
namun memiliki kemiripan. Ada orangnya, ada nilaiuangnya, dan ada durasi
waktunya. Dengan membandingkan, kita jadi tahu. Sebenarnya seperti apa realitas
kita dan mau ke mana kebijakan di negara ini?
Di
balik itu semua, ada realitas penting. Ternyata, judi online kian marak karena
faktor teknologi canggih, karena gampang di akses masyarakat. Apalagi siaftnya
daring, diam-diam dan sembunyi-sembunyi maih HP, ternyata berjudi online.
Berbeda dengan judi konservatof yang secara fisik kelihatan di tempat judi
seperti sabung ayam atau main ceki.
Online
alias teknologi daring terbukti mampu mengubah segalanya. Bisa merusak bisa menumbuhkan,
tergantung mau dipakai untuk apa? Makin gampang akses, maka makin banyak
penggemarnya. Begitulah hebatnya teknologi digital.
Maka tidak
ada kata lain, judi online harus diberantas habis di Indonesia. Sudah mengkhawatirkan
dan meresahkan. Sementara dana pensiun, harus terus meng-edukasi dan
menyediakan akses yang dampang untuk orang banyak. Agar masyarakat Indonesia,
bisa lebih baik di masa depan di hari tua.
Sepuluh
ribu sehari, lebih baik ditabung di dana pensiun daripada dipakai untuk judi
online. Iya nggak? Tapi siapa yang mau menyuarakan itu? Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar