Ketika Allah bertanya, "Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?"
Musa
menjawab, "Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya (saat berjalan), dan
aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang
lain padanya.”
Dalam tafsirnya, Syeikh
Wahbah Azzuhaili, menyebut kenapa Nabi Musa menjawabnya begitu panjang. Padahal
Allah bertanya apa yang dipegang tangan kanannya, harusnya dan cukup jawab itu
"tongkat". Rupanya jawaban Nabi Musa menunjukkan betapa beliau sangat
menikmati saat-saat ketika ia berkomunikasi dengan Allah. Sengaja memanjangkan
jawabannya agar semakin lama pula waktu kebersamaannya dengan Allah.
Coba
bandingkan dengan kebiasaan kita. Seusai sholat pun ingin buru-buru melipat
sajadah. Tidak lagi mau menikmati duduk di atas sajadah sambil berdoa
kepada-Nya. Apalagi membaca kitab-Nya. Enggan berlama-lama dengan-Nya.
Sementara hal-hal yang tidak bermanfaat lagi belum tentu baik selalu ditekuni.
Ada apa gerangan?
Kisah
pun berlanjut, Allah kemudian menurunkan mukjizat kepada tongkat tersebut.
Kelak Nabi Musa mengalahkan para tukang sihir Firaun dengannya, bahkan
tongkatnya bisa membelah lautan dan menyelamatkan Nabi Musa.
Nabi Musa memegang tongkat yang punya manfaat dan Allah turunkan keajaiban-Nya kemudian. Karena tongkat Nabi Musa dipakai untuk berbuat baik dan bermanfaat. Untuk berjalan, menolong hewan peliharaan, dan manfaat lainnya. Bisa simpulkan, bahwa ada satu nilai yang penting dari tongkat Nabi Musa, yaitu kebermanfaatan. Tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama manusia bahkan seluruh mahluk. Jadi siapa yang hidupnya ingin mendapat keajaiban-Nya? Meraih the miracle of Allah untuk turun dan memperbaiki hidup kita?
Maka
jawabannya sederhana, "jadikan hidup kita memiliki bermanfaat untuk orang
lain". Kebermanfaatan dalam hidup, adalah tongkat yang harus kita
persiapkan dulu. Mulai dari hal-hal kecil, misalnya sediakan akses bacaan,
bimbing anak-anak membaca atau sering-seringlah mendoakan kebaikan siapapun,
diam-diam atau terang-terangan. Atau berkiprah di taman bacaan pun baik lagi
bermanfaat.
Bisa
juga ber-medsos untuk menebar pesan kebaikan, menggerakkan jari-jemari untuk
aktivitas yang positif. Mulut yang dipakai untuk menambah pahala bukan
sebaliknya. Otak yang dilatih berpikir positif lagi optimis. Seperti buku yang
dibaca anak-anak, manfaatnya untuk menjadikan hidup mereka lebih bergairah,
lebih optimis memandang masa depan.
Spirit
“siapkan tongkat dulu, keajaiabn datang kemudian” itulah yang jadi landasan
moral wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor
dalam berkiprah sosial di taman bacaan dan gerakan literasi. Menajlanakn Motor Baca
Keliling (MOBAKE) ke kampung-kampung di senja hari hanya untuk sediakan akses
bacaan. Membimbing anak-anak membaca buku daripada nonfkrong atau main, mengajar
calistung anak-anak kelas prasekolah, mengajar baca Tulisa kaum ibu buta
aksara, memfasilitasi literasi digital dengan belajar komputer, hingga sekadar
menata buku-buku di rak. Semuanya atas dasar komitmen dan konsisten dalam
berbuat baik dan menebar manfaat. Demi tegaknya kegemaran membaca dan budaya
literasi Masyarakat. Untuk esok yang lebih baik dari hari ini. Berbuat baik dan
menebar manfaat sepenuh hati, tanpa pamrih.
Bila
tongkat yang bermanfaat saja bisa mendatangkan keajaiban. Apalagi jiwa, tubuh,
ilmu dan perilaku yang didedikasikan agar lebih bermanfaat bagi orang lain,
insya Allah keajaiban-Nya pasti datang melimpah lagi berkah. Jangan khawatir,
keajaiban yang tidak terduga pasti ada, bila kita mempersiapkan diri untuk
memperolehnya. Jadilah literat #MotorBacaKeliling
#TBMLenteraPustaka
#BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar