Jumat, 31 Mei 2024

X-ploring Literasi Siswa SMU JIBS ke TBM Lentera Pustaka, Meraih Pengalaman Nyata Membaca

Bertajuk “X-ploring Literasi” untuk membangun kegemaran membaca dan budaya literasi, sekitar 30-an siswa didamping guru SMU Jakarta Islamic Boarding School (JIBS) melakukan kunjungan ke TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor (31/5/2024). Dipimpin Ust. Zuki, para siswa JIBS mendapat wejangan literasi dari  Pendiri TBM Lentera Pustaka, Syarifudin Yunus, akan pentingnya memiliki komitmen dan sikap istikomah dalam mengakrabkan diri derngan buku bacaan.

 

“Alhamdulillah, kami bersama siswa JIBS bisa berkunjung ke Taman Bacaan Lentera Pustaka. Selain sejuk udaarnya, suasananya pun enak untuk membaca buku. Semoga pengalaman nyata ini bisa membangkitkan siswa kami akan pentingnya membaca buku saat di boarding school” ujar Ust. Zuki dalam sambutannya.

 

Untuk menambah pengalaman nyata literas, para siswa JIBS juga bertemu langsung dengan puluhan anak-anak TBM Lentera Pustaka yang sedang membaca buku, di samping mendapat pemaparan “kartu baca” sebagai alat kontrol yang digunakan untuk memantau jumlah buku yang dibaca tiap anak TBM. Siswa JIBS pun diajarkan salam literasi “baca bukan maen” dan doa literasi yang diucapkan bersama-sama dengan anak-anak TBM Lentera Pustaka.



 

Setelah itu, para siswa JIBS pun melakukan diskusi litrerasi di Kopi Lentera rooftop baca. Antusiasme terlihat dari 6 siswa yang bertanya tentang kegemaran membaca dan kisah perjuangan membangun taman bacaan. Dari pemaparan Pendiri TBM Lentera Pustaka didapti pesan penting. Bahwa berjuang untuk membaca buku di tengah era digital dan membangun taman bacaan membutuhkan sikap komitmen dan konsistensi dalam membaca buku. Harus ada waktu biarpun sedikit untuk membaca buku setiap hari.

 

“Saya dan TBM Lentera Pustaka sangat apresiasi kunjungan literasi siswa dan guru SMU JIBS hari ini. Sangat luar biasa antusias para siswa dan kunjungan ke taman bacaan sangat penting untuk membangun budaya membaca dan literasi siswa. Terima kasih SMU JIBS, semoga bisa menebar virus membaca dan literasi di sekolah dan di Masyarakat. Salam literasi” kata Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka saat diskusi literasi.

 

Di akhir kunjungan, SMU JIBS memberikan cendera mata yang diserahkan Ust. Zuki ke Pendiri TBM Lentera Pustaka.  Kegiatan ini sekaligus menjadi kolaboras antara SMU JIBS dengan TBM Lentera Pustaka dalam membangun spirit literasi da biudaya membaca di Tengah gempuran era digital. Salam literasi #SMUJIBS #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen




Kamis, 30 Mei 2024

Literasi Tapera, Harusnya Bersifat Sukarela Bukan Wajib

Tapera bikin gaduh dan kontroversial. Semua pihak sadar kok, urusan rumah memang penting dan menjadi kebutuhan primer. Peran pemerintah soal kepemilikan rumah rakyat pun bagus. Tapi caranya harus tepat, mekanismenya harus mempertimbangkan keadaan ekonomi dan kondisi pekerja pada umumnya.

 

Bukan malah menjadikan Tapera sebagai sarana "mengumpulkan" uang rakyat secara wajib? Kan bisa pemerintah membuat skema yang rumahnya dibangun terlebih dulu, baru dijual ke pekerja dengan mekanisme (kredit kepemilijan rumah) yang ringan (bila perlu tanpa subsidi). 

 

Menurut saya, pasti ada skema perumahan yang lebih baik dan pas untuk pekerja di Indonesia ketimbang Tapera. Asal mau dikaji dan mau berpikir yang berpihak kepada rakyat. 

 

Sangat salah bila Tapera dinyatakan sebagai tabungan hari tua, bukan uang hilang. Itu berarti, Tapera orientasinya untuk hari tua bukan kepemilikan rumah. Bila untuk hari tua, mengapa tidak memperkuat layanan dan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang sudah ada di BP Jamsostek. 

 

Selama ini sudah ada PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua yang diperkuat oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Dalam Program Jaminan Hari Tua berupa perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT). Optimalkan saja program MLT yang ada, toh saat ini dananya sangat besar tapi masih sedikit yang memanfaatkannya. 

 

Sebagai peserta JHT dan melalui program MLT, pekerja bisa kok mendapatkan fasilitas perumahan yang dananya bersumber dari program JHT untuk 4 (empat) manfaat seperti: 1) pinjaman KPR sampai maksimal Rp. 500 juta, 2) pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp. 150 juta, c) pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp. 200 juta, dan 4) fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK). Jujur saja, manfaat layanan tambahan ini sudah bagus dan sebaiknya disosialisasikan ke pekerja. Tidak perlu bikin program wajib baru seperti Tapera. 



Khusus terkait Tapera yang sudah terlanjur mengundang kontroversi di kalangan pekerja dan pemberi kerja, pemerintah sebaiknya mengkaji kembali skema Tapera dengan mempertimbangkan usulan-usulan sebagai berikut: 

 

1.     Tapera harus bersifat sukarela bukan wajib bagi pekerja (khususnya pekerja swasta) sehingga peruntukannya benar-benar menyasar kepada pekerja yang belum dan mau memiliki rumah. 

 

2.     Tapera bisa bekerja sama dengan program JHT melalui manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja, khususnya dalam menyediakan perumahan dan lokasi perumahannya. Dana dari JHT dan realisasi kepemilikan rumah dari Tapera.

 

3.     Tapera bila mau diimplementasikan sebaiknya diterapkan terlebih dulu bagi ASN, TNI, dan Polri (belum prioritas untuk pekerja swasta). Bagaimana realisasinya dan seperti apa? Bila dievaluasi bagus, barulah diterapkan ke pekerja sektor swasta.

 

4.     Tunda atau batalkan Tapera agar tidak tumpang-tindih dengan program wajib yang sudah ada. Tabungan hari tua sudah ada program wajibnya, dan Tapera harus fokus pada kepemilikian rumah bukan tabungan hari tua. 

 

5.     Kok bisa bikin skema Tapera, mau atau tidak mau punya rumah setiap pekerja wajib bayar. Bagi pekerja, uang 3% setiap bulan itu sangat bermanfaat untuk sekolah anaknya. Jadi, Tapera harus bersifat sukarela bukan wajib.

 

Harus disadari, kondisi ekonomi Indonesia itu tidak sedang baik-baik saja. Pekerja masih dihadapkan problem ekonomi dan daya beli yang cenderung menurun. Pemberi kerja dan pengusaha pun masih berjibaku dengan kompetisi bisnis yang kian sulit. Jangan lagi ditambah dengan beban ekonomi yang belum tentu dibutuhkan, belum tentu terwujud di kemudian hari. Rumah memang penting tapi harus dikaji dan melibatkan data yang akurat. Bukan hanya membuat program wajib seperti Tapera yang bermanfaat atau tidak bermanfaat, semua wajib bayar atau wajib potong gaji. Kebijakan yang aneh.

 

Tapera jadi blunder. Niatnya untuk rumah, kenapa jadi tabungan hari tua? Soal skema Tapera, sudah saatnya duduk bareng dan memilih skema yang paling pas untuk membantu kepemilikan rumah bagi pekerja. Tapera itu tabungan perumahan, bukan tabungan hari tua. Lagi pula, apa iya uang Tapera bisa dibelikan rumah pada puluhan tahun mendatang? Tolong dipikirkan dan dipertimbangkan, jangan cuma mewajibkan potong gaji doang!


Selasa, 28 Mei 2024

Apa Bisa Uang Tapera Dibelikan Rumah? Simak Ilustrasinya

agi viral soal program wajib Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), tapi diplesetkan jadi “tabungan penderitaan rakyat”. Sejak Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024, berarti setiap pekerja diwajibkan terkena potongan gaji sebesar 3 persen untuk program tapera (terdiri dari 0,5% dari pemberi kerja dan 2,5% dari pekerja). Pertanyaannya, apa bisa dengan uang tapera bisa untuk membeli rumah?

 

Mari kita ilustrasikan saja. Anggap saja ada pekerja usianya 25 tahun dan gajinya Rp. 5 juta per bulan. Bila mengikuti Tapera, agar punya rumah maka gajinya dipotong 3%. Itu berarti, nilainya sebesar Rp. 150 ribu per bulan. Dalam satu tahun = Rp. 1,8 juta. Bila si pekerja memulai di usia 25 tahun dan pensiun di usia 58 tahun, maka uang tapera yang terkumpul selama 33 tahun mencapai Rp. 59, 4 juta (tidak sampai Rp. 60 juta). Memang angka itu, belum termasuk hasil investasi. Tapi sejago-jagonya investasi, bisa jadi tidak akan melebihi dua kali lipat dari akumulasi dana Tapera-nya.   

 

Andai saja si pekerja tadi jadi peserta Tapera tahun 2025 ditambah 33 tahun masa bekerja. Maka si pekerja akan pensiun di 2058. Apa benar uang Tapera yang jumlahnya Rp. 59,5 juta bisa dibelikan rumah? Sekarang saja, uang segitu belum tentu bisa beli rumah. Jadi, rumah model apa yang bisa dibeli dengan uang Tapera dan Dimana rumahnya?

 

Terkadang, pemerintah suka lucu. Tanpa sosialisasi tanpa kajian yang mendalam, tahu-tahu bikin program yang “mewajibkan”. Jadi kayak study tour, ikut tidak ikut program wajib bayar. Bagaimana dengan pertanggung-jawabannya? Apa cuma mau mengumpulkan uang rakyuat atas nama negara? Urusan jaminan pensiun saja belum kelar-kelar. Sekarang ada lagi urusan rumah, yang notabene malah menambah beban pemberi kerja dan pekerja.

 


Urusan rumah memang penting dan primer. Tapi caranya harus tepat. Kenapa jadinya Tapera malah “mengumpulkan” uang rakyat secara wajib (tanpa membedakan mana yang sudah punya rumah mana yang belum?). Kan bisa pemerintah bikin skema yang perumahan-nya dibangun terlebih dulu, baru dijual ke pekerja dengan mekanisme KPR yang ringan (bila perlu tanpa subsidi). Ada kok skema perumahan yang lebih baik dan pas untuk pekerja, ketimbang Tapera.

 

Atau selama ini kan ada program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) di BP Jamsostek. Optimalkan saja program MLT itu, toh saat ini dananya sangat besar tapi masih sedikit yang memanfaatkannya. Itu berarti, program perumahan pekerja tidak di-buy in oleh pekerja. Atau bila mau “dipaksakan”, silakan saja pemerintah jalankan dulu program Tapera di ASN, TNI/POLRI. Bagaimana realisasinya dan seperti apa? Bila oke progressnya dan hasil evaluasi bagus, barulah diterapkan ke pekerja sektor swasta.

 

Bangs akita ini memang besar dan potensi ekonominya pun besar. Tapi kadang, orang-orang pintar yang menyusun program “wajib” suka “ngaco”, seenak-enaknya. Program wajib yang ada saja belum berjalan optimal (JHT - JP), sekarang bikin lagi program wajib lainnya. Rakyat jadi suka bingung, mau gimana dan mau ke mana sih?

 

Balik lagi ke ilustrasi rumah Tapera. Apa bisa uang Tapera yang Rp. 59,4 juta untuk membeli rumah di tahaun 2058? Jadilah literat! Salam literasi #UangTapera #BeliRumah #TBMLenteraPustaka

Senin, 27 Mei 2024

Menulis Kreatif Adalah Perbuatan, Cara Memacu Imajinasi

Saat sesi kuliah Menulis Kreatif kemarin, saya mengajak mahasiswa semester VI PBSI FBS Unindra untuk memacu imajinasi dalam menulis novel. Karena imajinasi bisa dibilang sebagai “nyawa” dalam menulis untuk sastra. Tanpa imajinasi, kisah atau cerita yang disajikan bisa jadi tidak menarik bahkan terkesan garing. Maka penting, pelajaran pertama saat menulis kreatif khususnya menulis novel adalah membangkitkan “daya khayal”. Imajinasi atau kemampuan untuk membayangkan atau menciptakan cerita.

 

Selain membutuhkan kreativitas, menulis kreatif sebagai aktivitas menulis dengan cara yang berbeda harus dilandasi imajinasi yang kuat. Apalagi karya sastra berbentuk novel, harus dimaknai sebagai karya yang memuat 1) kisah hidup manusia, 2) terjadi peristiwa yang luar biasa, 4) mampu menghadirkan konflik, dan 4) menjurus pada perubahan nasib tokohnya. Kekuatan imajinasi dalam menulis novel, pada akhirnya akan memengaruhi kemampuan penulis dalam menghadirkan ciri-ciri novel yang paling utama seperti alur atau plot yang kompleks, tema yang dinamis, dan tokoh dengan karakternya yang variatif.

 

Dalam suasanan perkuliahan yang rileks dan penuh tawa, mahasiswa pun diberi tahu cara untuk menghadirkan imajinasi dalam cerita novel. Seperti siapa tokoh utama yang akan diceritakan?, apa kisah kehidupan tokoh yang paling menonjol?, apa konflik yang terjadi? Hingga bagaimana perubahan nasib yang dialami tokoh utama? Apapaun bentuknya, novel serous atau novel hiburan, kekuatan imajinasi menjadi sulit dibantahkan dalam penulisan kreatif. Penulis novel sekaliber Andrea Hirata,  Habiburrahman El Shirazy, Asma Nadia patut diteladani kekuatannya dalam memacu imajinasi sehingga mampu melahirkan karya-karya novel yang luar biasa.

 


Novel-novel yang menarik, suka tidak suka, memang didukung oleh daya khayal yang spektakuler seperti 1) mampu mengangkat cerita yang unik, 2) akhir cerita yang memukau, karakter tokoh yang menonjol, 4) konflik yang realistis, 5) memuat pesan moral, dan 6) mampu membangun ikatan emosional dengan pembaca.  Karena itulah, karya sastra khususnya novel sangat membutuhkan imajinasi untuk membayangkan masa depan yang tidak ada.

 

Menulis kreatif adalah perbuatan, bukan pelajaran. Seperti imajinasi pun digunakan untuk mencipta bukan melarikan diri dari kenyataan. Atas dasar imajinasi yang dibangun dalam perkuliahan, mahasiswa semester VI PBSI FBS Unindra akan meluncurkan buku antologi cerpen berjudul “Terjebak Cinta” pada Minggu, 9 Juni 2024 di TBM Lentera Pusta Bogor. Sebuah Kumpulan cerpen yang menyebut “cinta sebagai satu-satunya penjahat yang memasang perangkapnya sendiri, memberinya umpan, lalu melangkah ke dalamnya untuk menjebak pemiliknya.”.

 

Jadi, imajinasi sangat penting dalam membuat cerita sastra, apapun bentuknya. Maka hiduplah dalam imajinasi ke depan, bukan sejarah masa lalu. Salam literasi #MenulisKreatif #MahasiswaUnindra #MenulisNovel



Minggu, 26 Mei 2024

Optimalkan Manfaat Pensiun di Hari Tua dengan Iuran Sukarela Dana Pensiun

Mungkin kita sepakat, bahwa setiap pekerja penting menyiapkan masa pensiun yang nyaman dan sejahtera. Karena faktanya, 7 dari 10 pensiunan yang ada di Indonesia saat ini mengalami masalah keuangan. Atas alasan itu, banyak pekerja mulai sadar untuk menyiapkan masa pensiunnya sendiri. Salah satu caranya adalah menjadi peserta DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) sebagai produk keuangan yang dirancang khusus untuk memastikan ketersediaan dana di masa pensiun atau hari tua.

 

Lalu ada pekerja yang bertanya, apakah bisa menambah iuran sukarela dari program DPLK yang dimilikinya? Tentu saja, jawabnya sangat boleh. Karena “Iuran Sukarela” adalah tambahan iuran yang berasal dari peserta DPLK untuk meningkatkan manfaat pensiunnya. Iuran sukarela pun bisa bersifat rutin dengan jumlah nominal tertentu atau tidak rutin sebagai sarana menabung untuk masa pensiun.

 

Dalam praktiknya, tentu saja iuran sukarela DPLK dapat diberlakukan terhadap peserta DPLK yang merupakan karyawan yang diikutsertakan oleh pemberi kerja atau perusahaannya. Akan tetapi, tata cara penyelenggaraan iuran sukarela peserta DPLK harus diatur terlebih dahulu di dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) DPLK. Dengan begitu, pemberi kerja 1) merupakan wajib pungut iuran sukarela peserta, 2) wajib menyetorkan iuran sukarela peserta ke DPLK; dan 3) wajib menambahkan informasi mengenai iuran sukarela Peserta dalam pernyataan tertulis.



Penting pula diketahui, DPLK yang menyelenggarakan iuran sukarela, setidaknya harus mengatur di dalam PDP terkait tata cara iuran sukarela seperti a) persyaratan peserta yang dapat diikutsertakan dalam iuran sukarela, b) waktu pembayaran iuran sukarela, c) besaran minimum iuran sukarela, d) penempatan investasi atas iuran sukarela, e) biaya yang dikenakan atas pengelolaan iuran sukarela, f) mekanisme distribusi hasil pengembangan dana iuran sukarela ke rekening masing-masing Peserta, dan g) mekanisme pembayaran manfaat pensiun yang berasal dari akumulasi iuran sukarela peserta beserta hasil pengembangannya.

 

Karena sesuai dengan aturan yang berlaku, pembayaran Manfaat Pensiun yang berasal dari iuran sukarela yang menjadi hak peserta dapat dibayarkan secara sekaligus atau berkala sesuai dengan pilihan peserta, baik akumulasi iuran dan hasil pengemabangannya. Oleh karena itu, DPLK wajib melakukan pemisahan pencatatan dan pengelolaan iuran sukarela dengan iuran Program Pensiun yang dibayarkan oleh pemberi kerja dan/atau peserta yang ditetapkan oleh pemberi kerja.

 

Maka untuk masa pensiun yang lebih nyaman, ada baiknya edukasi pentingnya memiliki iuran sukarela di DPLK perlu dioptimalkan. Salam #YukSiapkanPensiun #IuranSukarelaDPLK #EdukasiDPLK #DanaPensiun

Kiprah Sosial Mahasisa IPB, Ajarkan Kreativitas Kolase Tumbuhan di Taman Bacaan

Untuk memacu kreativitas anak-anak pembaca aktif taman bacaan, Himpunan Mahasiswa Prodi Proteksi Tanaman (HimaSita) Faperta IPB menggelar "kolase tumbuhan" sambil bermain bersama di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor (26/5/2024). Diinisiasi BEM Faperta IPB, sekitar 30 mahasiswa IPB bergiat bersama untuk membimbing aktivitas membuat gambar di atas kertas dengan biji tumbuhan seperti jagung, beras, kacang hijau sehingga membentuk gambar yang indah dan layak dipajang di dinding rumah.

 

Bertajuk Desa Kita #3, kegiatan ini menjadi bagian program rutin kerjasama BEM Faperta IPB dan TBM Lentera Pustaka di tahun 2024. Sebagai wujud kepedulian sosial untuk berbuat baik secara nyata, di samping ikut memberi semangat akan pentingnya membaca buku. Patut diketahui, kerja sama BEM Faperta IPB dan TBM Lentera Pustaka pada tahun 2024 ini telah memasuki tahun ke-5, dimulai sejak 2020. Sebuah tradisi baik dan konkret yang sudah jadi budaya kepengurusan BEM Faperta IPB setiap tahunnya. Selain banyak menginisiasi program dan aktivitas baru untuk anak-anak TBM Lentera Pustaka, kehadiran BEM Faperta IPB menjadi bukti kontribusi nyata mahasiswa terhadap gerakan literasi dan aktivitas taman bacaan di Indonesia. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi di anak-anak usia sekolah dan warga masyarakat.

 


"Saya apresiasi dan terima kasih kepada mahasiswa IPB yang difasilitasi BEM Faperta IPB. Atas komitmen dan konsistensi berkegiatan di TBM Lentera Pustaka. Semoga event seperti selalu berjalan dan bisa jadi ladang amal semua yang ada di taman bacaan" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka saat memberi sambutan di acara hari ini.

 

Dari aktivitas mahasiswa IPB ini, ada pesan penting. Bahwa generasi muda seperti mahasiswa pun dapat bertindak nyata dalam berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama seperti di TBM Lentera Pustaka. Intinya, sediakan waktu dan wnaga untuk berkiprah secara sosial. Ilmu penting untuk menggapai cita-cita. Tapi aktivitas sosial pun penting untuk kemanusiaan dan keberkahan. Agar seimbang dalam hidup. Salam literasi #BEMFapertaIPB #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 



Sabtu, 25 Mei 2024

Tempat Ngopi yang Literat di Kaki Gunung Salak

Urusan relawan di taman bacaan memang pelik. Entah, gampang-gampang susah atau susah-susah gampang. Tanpa dukungan relawan, taman bacaan sulit untuk tumbuh dan berkembang. Sejujurnya, jatuh bangun taman bacaan justru ada di tangan relawan. Karena relawan yang berkiprah menjalankan program dan aktivitas. Tanpa pamrih, tanpa bayaran sekalipun rentan untuk pergi.

 

Sebagai Pendiri TBM Lentera Pustaka, saya sadar betul "relawan TBM" itu dilematis. TBM perlu relawan untuk menjalankan program dan aktivitasnya. Tapi relawan pun perlu ongkos dan makan saat dari dan ke taman bacaan. Relawan pasti mau mengabdi di taman bacaan. Tapi bila tidak ada ongkos gimana? Maka saya selalu berpikir dari kama, gimana cara me-retain relawan di TBM?

 

Bersyukur TBM Lentera Pustaka punya rooftop baca yang dibangun oleh CSR Bank Sinarmas dan kini pun sudah beratap kanopi, sehingga hujan dan panas tidak masalah lagi. Tempat membaca di lantai 2 ber-view Gunung Salak. Tempat membaca sambil santai dan nuansanya literat. Selain jadi tempat baca, gimana caranya rooftop baca bisa lebih produktif dan bermanfaat untuk relawan TBM. Jujur saja, saya takut kehilangan relawan-relawan hebat di TBM Lentera Pustaka. Apalagi saya hanya ada setiap Sabtu-Minggu di TBM Lentera Pustaka.

 

Dan akhirnya, para relawan pun mengajukan usul. Untuk menjadikan rooftop baca sebagai kafe literasi. Tempat ngopi sambil membaca buku, bukan tempat baca sambil ngopi. Yah, bolehlah disebut “ngopi yang literat”. Maka sejak 3 minggu lalu, dibukalah "Kopi Lentera" sebagai tempat ngopi dan nongkrong sambil baca buku. Karena setiap mejanya selalu ada buku bacaan. Bisa foto sambil baca atau sambil pegang buku, diiringi lantunan musik yang asyik.

Jadilah "Kopi Lentera" dikelola oleh relawan TBM Lentera Pustaka. Sebagai usaha kecil-kecilan tapi halal. Sebagai cara untuk "mencarikan" ongkos relawan dari-ke TBM. Syukur-syukur bisa dapat "uang jajan" walau sedikit. Niatnya sederhana, Kopi Lentera pun bisa jadi sarana relawan untuk melatif sikap profesional dalam melayani kaum penikmat kopi plus ada pemasukan untuk para relawan juga.

 


Memang "Kopi Lentera" belum sempurna. Tapi dari konsumen yang datang selama ini, mereka cukup happy dari segi harga, rasa, dan suasana. Alhamdulillah, akhirnya Kopi Lentera bisa hadir mewarnai eksistensi “kafenya literasi”. Setidaknya, relawan atas dukungan pendiri TBM Lentera Pustaka sudah "berani" bisnis kecil-kecilan. Sebagai bukti, tidak perlu menunggu sempurna untuk berbuat apapun yan baik dan bermanfaat. Cukup jalani dan kerjakan asal niatnya baik. Insya Allah, bisa jadi ladang amal dan bertabur keberkahan.

 

Di Kopi Lentera, siapapun tetap belajar. Bahwa secangkir kopi tidak pernah berdusta atas nama rasa. Kopi selalu punya cerita, bahwa yang hitam tidak selalu kotor dan rasa pahit pun tidak selalu sedih. Kopi selalu menyajikan rasa yang orisinal, apadanya. Tanpa perlu perlu bermanis-manis di mulut namun hatinya beda. Dan pada akhirnya, kopi yang baik akan selalu menemukan penikmatnya.

 

Begitulah kisah Kopi Lentera, sebagai cara taman bacaan "mempertahankan" para relawannya. Semoga Allah ridho dan dimudahkan segalanya. Tetap semangat relawan TBM Lentera Pustaka. Yukk ngopi sambil baca buku di Kopi Lentera. #KopiLentera #RelawanTBM #TBMLenteraPustaka

 



Prinsip Literasi Rezeki, Kenapa Ada yang Tersendat?

Suatu sore di Kopi Lentera, seorang kawan bertanya. Soal seringnya dia meminta rezeki kepada Allah tapi tidak kunjung datang. Hidupnya masih tetap sulit, terkadang makan pun diubah jadi dua kali sehari. Selalu prihatin dan hampir bingung mau gimana lagi?

 

Lagi-lagi, dia meminta. "Yaa Allah berikan hamba rezeki yang lapang dan berkah". Selalu dan selalu untuk meminta rezeki, setiap hari setiap saat. Tapi kenapa rezeki itu belum kunjung jua? Mungkin, banyak di antara kita yang belum memahami hakikat rezeki. Hingga setiap hari setiap saat, rezeki selalu diminta. Tentu, meminta rezeki bukan tidak boleh. Tapi siapapun harus tahu hakikat rezeki itu sendiri. 

 

Bila mau disadari, ternyata rezeki itu sudah ada yang atur. Bahkan bila kita banyak membaca buku, khususnya buku tasawuf sang jelas ditegaskan "rezeki itu sudah Allah kasih dan Allah atur sesuai porsinya". Maka jangan pernah merasa ketika kita meminta rezeki kepada-Nya, lalu berpikir dan menuduh seolah-olah Allah tidak memberi rezeki. Sangat salah pikiran begitu.

 

Apapun alasannya, sudah sangat jelas. Hanya Allah pemberi rezeki satu-satunya. Allah maha pemberi dan maha mengetahui kebutuhan hamba-Nya. Bahkan dalam banyak hal, Allah selalu memberi tanpa diminta sekalipun. Silakan dicek saja.

 

Lalu, kenapa rezeki itu sulit dan tersendat?

Hakikat rezeki itu pasti mengalur dan Allah selalu memberi rezeki kepada hamba-Nya. Namun, terkadang rezeki itu sulit dan tersendat. Karena kesalahan dan dosa yang kita perbuat sendiri. Bahkan rezeki itu sering terhambat karena kurang dan tidak dekatnya kita kepada Allah SWT. Entah karena pendidikan, jabatan atau status sosial, fahtanya kita lebih bergantung pada ikhtiar dan usaha kita sendiri. Seolah rezeki itu datang karena jerih payah dan usaha kita. Itulah sebab utama salahnya cara pandang kita tentang rezeki. 

 

Harus diakui, kurangnya "totalitas kita bergantung" kepada Allah bisa jadi kesalahan besar kita soal rezeki. Kita meminta banyak dan sering tapi tidak bergantung sepenuhnya kepada Allah. Kita ternyata lebi bergantung pada atasan, pada karier, pada bisnis atau kepandaian kita. Bahkan kita justru bergantung pada pangkat dan jabatan, harta, dan saldo rekening kita sendiri.

 

Kita sering lupa. Semua yang datang dan pergi hanya karena Allah, termasuk soal rezeki. Bahkan apa yang kita kumpulkan, sangat gampang bagi Allah untuk habiskan dan hempaskan. Rezeki yang digelapkan agar kita mau kembali total bergantung hanya kepada-Nya. 

 




Sejatinya, sehebat apapun ikhtiar dan pikiran kita itu hanya syarat saja. Apa yang kita upayakan hanyalah jalan semata. Apapun kepandaian kita, hanya cara untuk menuju. Tapi yang maha menentukan segalanya, hanya Allah. Hanya Allah SWT, tidak ada yang lain.

 

Maka resep sederhana, agar rezeki tidak sulit dan tidak tersendat. Dekati Allah sepenuh hati, utamakan Allah di mana pun. Sambil tetap berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. Lakukan yang disenangi Allah, maka Allah akan senangkan kita. Kunci rezeki ada pada hubungan kita dengan Allah. Tapi sayang, kita sering lalai dalam urusan dengan Allah. Rezeki itu mudah, bila dilantunkan bersama hati ikhlas dan tulus ke hadirat Allah.

 

Hati yang bersih, tanpa banyak prasangka kepada Allah. Jauhi rasa benci, iri, dan sulit memaafkan orang lain. Hindari berpikir dan bertindak buruk sekecil apapun, karena itulah faktor penghambat datangnya rezeki. Perbanyaklah syukur bukan perbanyak meminta. Karena rezeki hanya hadir saat berdialog dalam hening dan lantunan rasa syukur kepada-Nya.

 

Bertindaklah lebih literat soal rezeki. Perbanyak zikir kepada-Nya, teruslah mendekat hanya kepada-Nya. Jangan lupa tetap berbaik sangka kepada Allah. Bahwa rezeki itu pasti datang untuk kita. Hingga Kelak, Allah akan hadirkan banyak keajaiban tanpa kita harus berjerih payah. Rezeki yang datang tanpa diduga-duga dan dari arah yang tidak disangka-sangka. Percayalah, semuanya sudah Allah siapkan untuk hamba-Nya. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen



Jumat, 24 Mei 2024

Literasi Momong Cucu

Momong cucu sudah jadi budaya di Indonesia. Identik dilakukan seoarang kakek atau nenek kepada cucunya. Sebagai wujud kasih sayang dan cintanya kepada sang cucu. Momong cucu bolehlah disebut mengasuh, merawat, menjaga, dan bermain seorang kakek atau nenek dengan cucunya. Momong cucu, sebuah perbuatan sederhana tapi punya makna yang luar biasa.

 

Seperti di pekan ini saat liburan panjang (24/5/2024), saya pun tidak sungkan momong cucu pertama saya, Aleena Thalia Saqeenarava (9 bulan) di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Mulai dari menggendong, mengajak ngomong atau menunjukkan benda-benda yang bisa mengungdang perhatian dan reaksi motoriknya. Sambil berbisik di telinganya, semoga Aleena tumbuh dan berkembang menjadi anak yang solehah, cerdas, dan bermanfaat untuk orang banyak. Momong cucu, sangat perlu dilakukan untuk melatih emosi seorang kakek-nenek. Sekaligus menanggalkan sejenak kesibukan pekerjaan atau yang lainnya.

 

Tapi sayang, mungkin hari ini, masih banyak kakek atau nenek yang belum terbiasa momong cucu. Tidak tahu cara menggendong cucu atau bingung apa yang mau dilakukan saat momong cucu. Mau nyanyi, suaranya jelek. Mau dongeng tidak bisa. Mau melantunkan ayat Al Quran tidak hafal. Bahkan tidak sediki kakek atau nenek yang bingung bila cucunya menangis. Tidak tahu cara “mendiamkannya”. Akhirnya, tidak terbiasa dan tidak bisa momong cucu. Merasa serba salah saat momong cucu.

 

Mungkin banyak orang dewasa, kakek atau nenek belum tahu. Bahwa momong cucu snagat berpengaruh terhadap kesehata fisik dan emosi kakek dan nenek. Hasil penelitian berjudul “The experiences of grandparents raising grandchildren in Indonesia”. Working With Older People (2019): Vol 23: Issue 11 (https://doi.org/10.1108/WWOP-10-2018-0019) menyebut  kaum lansia, kakek atau nenek merasa bahagia saat mengasuh cucunya sehingga bergampak positif bagi kesehatan fisik dan emosinya. Sekalipun terkadang merasa lelah, ternyata momong cucu bisa membangkitkan adrenalin positif sang kakek atau nenek. Membangun energi cinta dan kasih sayang yang lebih tulus. Momong cucu mampu menghindari seorang kakek atau nenek dari keluhan yang bersifat negatif. Ada pancaran ketulusan saat menggendong, bermain dan tertawa dengan cucunya, mengusap atau memijat sang cucu. Ada “quality time” yang tidak ternilai saat momong cucu. Kesehatan dan emosi menjadi stabil dan pikiran pun lebih positif.

 


Lebih lanjut lagi, siapapun yang momong cucu akan menyebabkan sang kakek atau nenek tetap aktif dan mencegah penurunan fungsi kognitif. Momong cucu mampu memunculkan rasa puas dalam diri kakek nenek, di samping menghilangkan stress atau depresi akibta beban pekerjaan. Momong cucu pun jadi momen tidak ternilai untuk menjaga kehangatan keluarga dan memperkuat relasi positif antar anggota keluarga. Saking positifnya dampak momong cucu, maka tidak sedikit kakek atau nenek yang tetap terlibat mengasuh cucu hingga cucunya sekolah, dengan mengantar ke sekolah, mengajarkan membaca, bermain hingga tidur bersama cucunya. Semua aktivitas terkait cucu, pasti positif dan baik untuk tumbuh kembang sang cucu dan kakek-neneknya.

 

Jadi sudah saatnya, kakek atau nenek di mana pun untuk membiasakan momong cucu. Untuk menjaga kesehata fisik dan mental yang lebih positif. Agar terhindar dari penyakit atau pikiran yang buruk sehingga mengganggu kesehatan di hari tuanya. Karena saat momong cucu, seoarang kakek atau nenek pasti memiliki telinga yang benar-benar mendengarkan, lengan yang selalu memegang, cinta yang tidak pernah berakhir, dan hati yang selalu lapang. Itulah ketulusan seorang kakek atau nenek di hari tuanya, menjadi lebih tulus akibat terbiasa momong cucu.

 

Dan saat momong cucu, cukup kerjakan saja saat ada momen dan waktunya tiba. Tidak usah merasa menjadi kakek atau nenek yang ingin membentuk cucunya jadi begini atau begitu. Karena momong cucu adalah perbuatan untuk mengubah diri kakek atau nenek itu sendiri. Agar lebih baik di sisa usianya. Salam literasi #MomongCucu#TBMLenteraPustaka #KopiLentera