Ternyata, buku punya cara pandang yang tidak masuk akal. Buku bukan hanya bacan apalagi untuk menjadikan orang punya banyak pengetahuan. Semakin cerdas dan pintar akibat buku, tidak hanya itu. Buku-buku sekarang tidak lagi mencerahkan atau memintarkan. Tapi buku terkadang menyajikan sesuatu yang tidak masuk akal. Persis seperti sinetron di stasiun televisi.
Buku, kadang tidak masuk akal. Ketika Anda sukses,
justru makin banyak orang membenci dan menjadi iri hati, Ketika Anda jujur dan
terbuka, justru makin banyak orang yang berniat menipu. Bahkan ketika Anda diam
dan menjaga jarak, justru orang-orang di sekeliling Anda malah menyalahkan
Anda. Cerita dan kisah nyata yang aneh dan tidak masuk akal, semuanya sudah tertampung
di dalam buku (bila mau dibaca). Buku itu makin aneh, ketika banyak orang
bertindak tidak masuk akal dan sangat egois. Justru kita disuruh tidak meladeni
dan tetap diam alias sabar. Buku yang menyuruh kita menerima oaring lain apa
adanya. Kata buku, jangan balas keburukan dengan keburukan, Tapi balaslah
keburukan dengan kebaikan.
Buku kadang tidak masuk akal. Hanya buku yang
menyuruh kita mampu memanfaatkan kebodohan yang dimiliki. Karena jika kepintaran
itu tidak cukup memukau dan meyakinkan orang lain, maka gunakan saja kebodohan
kita untuk membingungkan mereka. Hari ini, semua orang berlomba-lomba
mempertontonkan kepintaran seperti debat capres dan cawapres agar rakyat kagum.
Tapi kata buku, daripada sibuk menunjukkan kepintaran yang
sebenarnya tidak dimiliki. Lebih baik bingungkan saja orang lain dengan
kebodohan. Jelas, semua sudah ada di buku-buku bacaan.
Dulu saat membaca buku Ian Craib
berjudul “Teori-Teori Sosial Modern: dari Parsons sampai Habermas”, saya pun
terkesima. Ternyata buku bukan sekadar bacaan biasa. Melainkan bisa jadi
panduan praktis untuk "menguasai dan
memanipulasi" orang lain dengan cara yang positif. Tentang cara membangun
rasa hormat dari lingkungan, mengakomodasi konflik, mendapat perhatian tanpa
harus menjilat, dan bahkan bertahan untuk mencapai sukses dalam persaingan yang ketat. Di buku ini, saya
belajar bagaimana cara memanfaatkan musuh atau lawan agar menjadi sekutu yang
mendukung kesuksesan kita. Itulah yang disebut akomodasi konflik. Bahwa musuh
jangan dijauhi tapi “diakomodasi” menjadi corong kekuatan dan kelebihan kita.
Maka sangat jelas, buku kadang tidak masuk akal. Saat
kita berbuat baik, justru prasangka buruk muncul di mana-mana. Saat kita meraih
sukses berkat kerja keras dan ikhtiar tiada henti, justru makin banyak orang
yang membenci. Bahkan saat kita dizolimi dan berdiam diri pun justru kabar-kabar
buruk yang ditebarkan. Hingga jadi bahan gunjingan, ghibah atau fitnah. Gilanya
betul, saat orang lain berpikir buruk di balik perbuatan baik yang kita
tebarkan justru buku menyuruh kita tetap berbuat baik. Memang benar, buku
kadang tidak masuk akal.
Buku-buku sudah lama menuliskan. Sekalipun kita
membangun peradaban baik bertahun-tahun lamanya, pasti dapat dihancurkan orang lain
dalam satu malam saja. Bahwa kebaikan yang ditanam hari ini, bisa jadi besok
dilupakan semua orang. Bahwa ada orang-orang yang tersenyum di depan wajah
kita. Tapi nyatanya, mereka justru membenci tidak kepalang di belakang kita.
Kisah-kisah aneh dalam kehidupan, semuanya sudah ada di dalam buku.
Sekalipun buku terkadang tidak masuk akal. Ternyata
ada pesan penting, bahwa kita harus tetap membacanya dan tetap dekat dengan
buku. Agar kita semakin yakin, bahwa siapapun tidak akan pernah bisa mengontrol
pikiran dan sikap orang lain terhadap diri kita. Maka jangan pedulikan apa yang
orang lain pikir atas perbuatan baik yang kita lakukan. Jangan peduli terhadap
penilaian buruk orang lain terhadap diri kita. Kita dan buku hanya disuruh untuk
selalu berbuat baik dan menebarkan manfaat di mana pun.
Buku kadang memang tidak masuk akal. Tapi hingga kini,
buku yang mampu menjadi teman yang
paling pendiam dan gigih untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Salam
literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar