Setelah menikmati seseruput kopi di Bandara Abdul Rachman Saleh Malang, saya dan keluarga bergegas menuju homestay dekat Kampus Universitas Brawijaya (UB). Esok Minggu (1/5/2023), anak laki keduaku, Farid Nabil Elsyarif akan diwisuda sebagai Sarjana Statistik (S.Stat) dari FMIPA UB. Setelah 4 tahun bermukim di Malang, kini dia telah sampai di puncak perjalanan kuliahnya.
Jujur, tidak mudah bagi Farid anak saya. Kuliah di kota
yang jauh dari Jakarta. Belum lagi, pahit getir yang dialaminya. Bukan hanya
seperti batu kerikil yang menusuk kaki telanjang. Lebih dari itu, kepahitannya
bak “petir di siang bolong” pun harus dilaluinya. Hanya bekal semangat dan iman-akhlak
yang mampu mengantarnya seperti saat ini. Kuliah, wisuda, dan kini bekerja. Hampir
tidak ada alasan baginya untuk berhenti melangkah.
Perjalanan orang kuliah, seperti perjalanan hidup. Sama persis
dengan perjalanan waktu, di mana sekali kita melangkah maka tidak akan mampu
lagi untuk mundur atau kembali. Seperti Farid anak saya pun begitu. Di pikirannya
hanya ada dua pilihan, terus melangkah atau duduk meratapi keadaan. Hanya
harapan akan masa depan yang memberikan cahaya penerangan di antara gelapnya keadaan.
Hingga waktu demi waktu, dia terus berjuang untuk menuntaskan studi di UB.
Jelang Farid diwisuda, saya pun belajar. Bahwa tiap perjalanan
apapun selalu memberi pelajaran. Selalu ada hikmah di balik peristiwa dan
keadaan. Apapun alasannya. Bahwa setiap perjalanan, seberat dan seringan apapun
“kemudinya” ada di tangan kita sendiri bukan di orang lain. Maka perbanyaklah
perjalanan dari waktu ke waktu. Karena setiap
detik dalam hidup adalah perjalanan dan setiap perjalanan adalah pelajaran.
Selamat
wisuda Farid Nabil Elsyarif, S.Stat. Salam literasi!