Ini hanya sebuah kisah perjalanan belajar. Sejak 9 Juli 2023 ini, Farid Nabil Elsyarif, anak saya telah meninggalkan tempat belajarnya selama 4 tahun di Prodi Statistika FMIPA Universitas Brawijaya (UB). Setelah saya dan adiknya menjemput ke Malang, itulah tanda baginya meninggalkan kota yang jadi “rumah belajar” selama 4 tahun kurang satu bulan.
Katanya saat ngobrol bareng selama perjalanan, katanya
ada banyak pengalaman belajar yang berharga selama kuliah di sana. Ternyata
baginya, perjalanan belajar sama sekali tidak dihasilkan dari kemudahan,
kesenangan, dan kenyamanan. Anak saya merasakan langsung, bahwa keberhasilan
belajar memang dibentuk oleh kesulitan, tantangan, bahkan air mata.
Apa yang anak saya peroleh selama
kuliah 4 tahun di UB? Ternyata katanya lagi, belajar bukanlah semata-mata untuk
meraih kesuksesan. Bukan semata-mata untuk meraih gelar sarjana. Karena sejak
lulus dari S1 Prodi Statistika FMIPA UB kemarin, anak saya belum merasakan apa
arti sukses? Farid, anak saya belum bekerja, belum memiliki gaji sendiri. Tapi
belajar baginya adalah cara untuk meraih pengalaman dan pengetahuan. Karena
belajar, anak saya bergaul dengan teman-temannya. Anak saya harus membagi waktu
untuk tetap selesai studi tepat waktu. Bahkan selama di kampus, anak saya
belajar tentang kehidupan sosial dan organisasi di kampusnya.
Maka belajar, berarti menemukan
potensi diri sambil mengembangkan kemampuan secara keilmuan. Belajar untuk
ber-adaptasi dengan keadaan, di samping ikhtiar untuk menjadi lebih baik untuk
masa depan. Karena itu, siapapun saat belajar, pasti mengorbankan fokus, waktu,
pikiran, hingga uang untuk proses pembelajaran. Bersikap untuk berubah dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham. Belajar bukan karena kepentingan
tapi kesadaran. Lalu masalahnya, kenapa masih malas belajar atau sekadar untuk
membaca buku?
Terbukti, belajar bukan hanya untuk meraih ilmu
pengetahuan. Belajar pun bukan sebatas di dalam ruang kelas. Tapi belajar
adalah proses untuk menyimak dan menemukan hal-hal baru yang selama ini belum kita
ketahui. Bahkan saat belajar, anak saya mengalaminya sendiri, untuk menyadari dan
memperbaiki kesalahan yang kita lakukan. Ditegur dan dinasihati setelah kita
melakukan apapun yang keliru. Kita tidak hanya melihat, mendengar, dan
menemukan hal-hal baru saat belajar. Tidak hanya mempelajari ini dan itu. Tapi
belajar pun mengajak kita mengerti kesalahan atau kekeliruan yang ada pada diri
kita dan lingkungan sekitar kita. Maka penting dalam belajar, untuk tidak
merasa paling tahu dan paling benar. Karena pada manusia, selalu melekat
kesalahan dan kekeliruan sekecil apapun.
Ternyata, kebesaran belajar atau
kuliah bukan terletak pada gelar sarjana yang diraih. Tapi keberhasilan diri
sendiri untuk menemukan hal hal kecil yang terkadang kita lewatkan. Hal-hal
yang dianggap sepele ternyata penting, seperti mengatur waktu, mengerjakan
tugas, bergaul, dan introspeksi dalam berbagai keadaan. Sejatinya, belajar dan
kuliah bukan cuma pergi ke kampus dan
mendapatkan gelar. Tapi juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap praktik
nyata ilmu kehidupan di sekitar kita.
Dari pengalaman selama 4 tahun di Universitas
Brawijaya, anak saya benar-benar belajar dari banyak hal dan segala sesuatu.
Bahwa belajar sangat membutuhkan komitmen dan hati yang lapang. Untuk memahami
realitas tentang adanya benar dan salah, baik dan buruk. Itulah yang anak saya
sebut dengan literasi belajar. Karenanya, belajar memang berlangsung seumur
hidup. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar