Bakat orang memang beda-beda ya. Ada yang bisa menulis, ada yang berbakat main musik. Ada juga yang bakatnya mengurus taman bacaan. Bakat atau keahlian ya tentu ada yang positif ada yang negatif juga. Namanya juga bakat, terserah orangnya.
Di
era media sosial kayak sekarang. Bakat banyak orang makin terkuak. Ada yang
jago tik-tokan. Ada yang bikin tempat ngopi hingga bikin konten medsos. Bagus
banget bakatnya. Tapi ada juga yang bakatnya kepo atau menebar kebencian. Ada
juga yang terampil ngoceh sambil menghakimi orang lain. Belum lagi yang ahli
soal menyalahkan orang lain, mengumbar aib, hingga gibah. Jelek banget
bakatnya.
Sejatinya,
bakat itu tidak berdiri sendiri. Bakat juga butuh ilmu dan harus diimbangi
moral pula. Agar bisa mengukur bakatnya mau di bawa ke mana? Apa guna bakat
yang dimilikinya? Untuk menjadikan keadaan lebih baik atau nggak.
Seperti
di taman bacaan. Bakat juga bisa tersalurkan. Ada yang bakatnya baca buku. Ada
yang bakatnya membimbing anak-anak yang membaca. Bahkan ada pula yang berbakat
main games atau memotivasi anak-anak untuk terus sekolah dan membaca. Tapi yang
pasti, bakat sulit untuk berkembang bila tidak dilakukan atau dibiasakan.
Seperti Lionel Messi bakatnya makin kinclong karena fokus latihan dan
bertanding sepak bola. Messi pasti tidak mengurusi yang lain. Hanya latihan dan
tanding, maka bakatnya makin menggila.
Bakat itu bukan apa-apa. Bila tidak diasah dan
dibiasakan. Bakat juga percuma bila tidak ada ”ruang bersama” untuk
menyalurkannya. Seperti itulah yang saya alami di TBM Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak. Saat suatu kali, beberapa ibu meminta untuk bisa belajar melek
huruf Al Qur’an. Maka saya pun mengiyakan. Dan kini tiap malam Minggu ba’da
Isya kaum ibu di taman bacaan pun belajar melek Al Qur’an. Yah baru sebulan,
berjalan dan dimulai dari Iqra dulu lalu juz amma. Dari Jakarta tiap Sabtu saya
datang untuk mengajar kaum ibu yang belum melek Al Quran. Setelah itu, biarkan
mereka melancarkan ya sendiri.
Mengajar,
bisa jadi bakat saya. Tapi apalah arti mengajar bila tidak ada yang diajar.
Begitu pula taman bacaan, apakah arti buku-buku tanpa ada anak-anak yang membacanya.
Maka bakat siapapun memang harus “dipertemukan” dengan audiens-nya. Kata orang
pintar, bakat pasti dimiliki semua orang. Tapi tidak semua orang mau dan berani
menemukan dan melatih bakatnya sendiri.
Terkadang,
bakat tidak cukup diimbangi oleh kerja keras. Tapi bakat butuh komitmen dan
konsistensi dalam menjalankannya. Bakat memang murah. Tapi dedikasi terhadap
bakat itu yang mahal.
Jadi,
bakat Anda apa dong? Itulah bedanya bakat pegiat taman bacaan versus aktivis
media sosial. Salam literasi #TamanBacaan #GeberBura #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar