Mungkin terdengar klise. Anggapan yang menyebut "lebih baik mencintai orang jauh tapi sangat menginginkan kebersamaan daripada orang yang dekat tapi justru berperangai merusak kebersamaan." Apalagi di momen Idul Fitri seperti sekarang. Ketika banyak orang justru saling mengedepankan silaturahim, sambil merekatkan kebersamaan.
Siapa pun, tentu
boleh jadi apa pun. Asalkan tidak merusak kebersamaan yang ada. Apalagi berulah
dan berperilaku buruk atas nama ego, kebencian dan permusuhan. Lalu mengabaikan
hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Berani memutuskan tali silaturahim,
termasuk merusak hubungan dan kebersamaan hanya dengan kepentingan ego yang
sesaat. Uang, materi, dan harta bukanlah segalanya. Lalu, untuk apa berjuang
mati-matian hanya untuk uang atau harta? Apa tujuannya, coba renungkan kembali?
Hari ini, mungkin ada
orang-orang yang mengorbankan kebersamaan dan hubungan baik. Akibat uang atau
permusuhan yang dibangunnya sendiri. Orang yang menjual tanah atas alasan ego, mengambil
hal orang lain tanpa izin, bahkan terlibat dalam pergaulan dan gaya hidup yang
sesat. Sehingga menghalalkan segala cara yang dilarang agama. Itulah
cerita-cerita yang sering dan beredar di masyarakat. Pengen ini pengen itu tapi
cara dan prosesnya salah. Hingga menodai kebersamaan, melukai kebaikan sebagai
ajaran hidup manusia.
Faktanya, kebersamaan siapa pun begitu mudah dihancurkan oleh orang-orang yang egois. Kebersamaan yang dihancurkan hanya karena orientasi materi. Gelap mata dan sesat pikiran hanya persoalan uang. Bahkan lupa kemampuna diri sebenarnya. Pertanyaannya sederhana, untuk apa mengejar uang atau gengsi dengan cara menodai kebersamaan. Memang untuk apa dan mau apa dalam hidup?
Menyadari pentingnya memelihara
kebersamaan itulah, keluaraga besar Alm. Bapak Lotang Yunus dan almh Ibu Tati
Raenawaty menegaskan tekad untuk selalu menjaga kebersamaan. Bahwa tiap manusia
pasti ada masalah, ada pasang-surut dalam komunitas tentu menjadi hal yang
lazim terjadi. Asalkan tetap dalam spirit menjaga kebersamaan, bukan malah
merusaknya. Karena itu, sepeninggal alm Bapak Lotang Yunus pula tradisi
silaturahim tetap dijaga di momen Idul Fitri 1443 H. Bertempat di TBM Lentera
Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, keluarga besar Alm Bapak Lotang Yunus yang
terdiri dari 4 anaknya (Syarif, Leha, Udin, Andri) dan anak-anaknya berkumpul bersama.
Selain untuk saling memaafkan lahir dan batin, sekaligus untuk menjaga
kebersamaan. Di samping membaca doa bersama untuk alm Bapak Lotang Yunus dan
almh Ibu Tati Raenawaty. Agar diampuni segala dosa dan salahnya, serta mendapat
tempat terbaik di sisi Allah SWT, amiin.
Biarlah kebersamaan menemukan jalan
ceritanya sendiri. Tanpa ada rekayasa, apalagi intimidasi. Tetaplah berbuat dan
membangun hubungan baik dengan siapa pun. Karena siapa pun bertanggung jawab
untuk menjaga kebersamaan, bukan malah merusaknya. Atas nama apa pun dan atas
alasan apa pun. Karena pada akhirnya, siapa yang menanam maka akan menuai
hasilnya, insya Allah. #IdulFitri #KeluargaLotangYunus #CatatanPegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar