Sejak hadir di blantika taman bacaan dan dunia
literasi pada tahun 2017 lalu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di
kaki Gunung Salak Bogor tidak sedikit orang yang mencemooh. Ada yang berpikir,
untuk apa sih rumah dijadikan taman bacaan? Ada pula yang bilang, kita lihat
saja berapa lama taman bacaan itu bertahan. Bahkan tidak sedikit masyarakat
sekitar yang memusuhi dengan barbagai alasan. Sampai kini orang-orangnya pun
masih ada di dekat TBM Lentera Pustaka.
Sekarang pun, TBM Lentera Pustaka bolehlah
dibilang TBM “kemarin sore” karena usianya baru 5 tahun. Apalagi di mata TBM
yang usianya di atas 10 tahunan. Belum ada apa-apanya lah? Sekalipun sama
sekali tidak ada ukuran, taman bacan harus dilihat dari usianya. Karena tidak
sedikit kok TBM yang lama tapi akhirnya mati alias lenyap. Ada juga TBM yang usinya
lama tapi aktivitas literasi-nya ya begitu-begitu saja. Maju nggak, mundur pun
nggak. Artinya apa? Di dunia taman bacaan, sama sekali tidak ada ukuran pasti
alias benchmark tentang taman bacaan yang bagus berdasarkan usianya. Tapi Sesuai
pengalaman TBM Lentera Pustaka, ukuran taman bacaan bagus atau tidak itu
terletak pada 1) keaktifan kegiatan baca atau event yang digelar di taman
bacaan, 2) komitmen dan konsisten yang terjaga di taman bacaan, 3) kemajuan
program literasi atau data otentik taman bacaan, seperti jumlah anak, jumlah
koleksi buku, dan bangunan taman bacaan itu sendiri. Jadi siapa pun yang tahu
dan pernah kenal taman bacaan, silakan dicek saja. Seperti apa aktivitas taman
bacaannya, jumlah anak-anak yang membaca dan berapa koleksi buku, terus bangunan
taman bacaannya seperti apa? Semua itu ukuran objektif untuk melihat maju
tidaknya taman bacaan. Sulit dibantah kok, kan semuanya harus berdasar data dan
fakta.
Tapi entah kenapa? Di masyarakat
Indonesia itu, sesuatu yang baik seperti aktivitas taman bacaan sering kali
diremehkan. Bahkan tidak sedikit orang-orang yang benci lalu membangun narasi
yang aneh-aneh. Bikin hoaks, gibah atau gosipin taman bacaan. Intinya ya
sederhana, orang-orang itu tidak suka alias benci. Katanya, taman bacaan
perbuatan baik kok nggak mau dijadiin ladang amal ya? Aneh sih, kok zaman begini
masih hidup orang-orang yang nggak membantu tapi malah membenci taman bacaan?
Coba mau gimana orang-orang begitu?
Terus, memangnya taman bacaan yang masih seumur
jagung tidak boleh maju ya?
Tentu nggak dong. Siapa pun orangnya
boleh maju, apalagi taman bacaan. Maju tidak maju taman bacaan itu harus bisa
dibuktikan. Atas dasar fakta dan data otentik. Pada tahun 2021 lalu, TBM
Lentera Pustaka pun sudah menorehkan prestasi yang spketakuler seperti: 1) Terpilih
“Jagoan 2021” dari RTV (tayang 29 Des 2021), 2) Terpilih program “Kampung
Literasi 2021” dari Dit. PMPK Kemdikbud RI (14 Nov 2021), 3) Sosok Inspiratif
Spiritual Journey dari PLN (Okt 2021), 4) Terpilih “31 Wonderful People 2021”
dari Guardian Indonesia (24 Sept 2021), dan Terpilih “Ramadhan Heroes” dari
Tonight Show NET TV (6 Mei 2021).
Masih di tahun 2021 pula, TBM Lentera
Pustaka sebagai taman bacaan yang komprehensif mencatat kinerja dan aktivitas
yang luar biasa. Diantaranya 1) mampu menggelar
40 event setahun atau rata-rata 3,3 event sebulan, 2) menerima 77 donasi buku setahun
atau 6,4 donasi per bulan, 3) jumlah donasi buku yang diterima mencapai 4.331
buku (mencapai 360 buku per bulan) atau setara Rp. 41.879.000, 4) disponsori CSR
untuk biaya operasional oleh Bank Sinarmas, PertaLife Insurance,dan Pacific
Life Insurance, dan 5) didukung SDM yang solid, terdiri dari 5 wali baca dan 18
relawan aktif. Tentu, untuk level taman bacaan itu kinerja yang tidak
mudah dicapai. Pastinya …
Jadi, jangan berpikir negatif tentan
taman bacaan. Siapa pun bila tidak bisa membantu aktivitas taman bacaan lebih
baik diam. Jangan gosip atau hoaks apalagi sampai melarang anak-anak untuk
membaca buku di taman bacaan. Bukan hanya tidak etis, tapi sama sekali tidak
ada gunanya membenci taman bacaan. Berat hukuman spiritual-nya? Lebih baik
tabam kebaikan bila mau hidup lebih baik lagi berkah. Tapi silakan berbuat
buruk asal berani tanggung dampaknya sendiri ya.
Bagi saya, TBM Lentera Pustaka adalah
ladang amal sekaligus “legacy”, warisan kebaikan untuk umat. Di tengah gempuran
era digital, mengajak anak-anak membaca buku sambil menanamkan akhlak baik itu
sesuatu banget. Sekalipun berlokasi di kaki Gunung Salak Bogor, 75 km dari
Jakarta, TBM Lentera Pustaka hingga sangat konsisten menjalan aktivitas taman
bacaan. Bahkan bisa jadi satu-satunya taman bacaan yang selalu massif menyuarakan
aktivitas taman bacaan, lalu mempublikasikan tulisan tentang literasi dan taman
bacaan setiap hari.
Jujur saja, TBM Lentera Pustaka tidak
pernah fokus hambatan. Apalagi hoaks, fitnah atau gibah seputar taman bacaan.
Pegiat literasi dan relawan TBM Lentera Pustaka tahunya bertindak dan menjalankan
program yang seharusnya dijalankan. Karena musuh dan orang yang membenci pasti
ada saja. Toh pada akhirnya, badai pasti berlalu. Setelah gelapnya malam pasti
akan terbit matahari di esok pagi …
Sudah terbukti kok. Dulunya TBM Lentera
Pustaka hanya punya 1 program yaitu taman bacaan. Tapi kini di tahun 2022, TBM
Lentera Pustaka menjalankan 14 program literasi lainnya seperti: 1) TABA (TAman
BAcaan) dengan 140 anak, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9
warga belajar, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak, 4) YABI (YAtim
BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 5)
JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3
anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 31 ibu-ibu anggota koperasi simpan
pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 8)
DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG (LITerasi DIGital)
untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi FINansial), 12)
LIDAB (LIterasi ADAb), 13) MOBAKE (MOtor Baca KEliling) dan 14) Rooftop Baca.
Tidak kurang dari 250 orang menjadi penerima layanan literasi TBM Lentera
Pustaka setiap minggunya. Bahkan di 15 Mei 2022 nanti, TBM Lentera Pustaka akan
meluncurkan program ke-15 yaitu “Lentera Podcast”, podcast-nya literasi di
Indonesia.
Dunia taman bacaan dan literasi memang
tdiak bisa dijauhkan dari hambatan. Selalu saja ada orang-orang yang benci atau
tidak suka atas aktivitas taman bacaan yang maju. Itu fakta yang terjadi dan
dialami pegiat literasi di banyak tempat. Taman bacaan kok dianggap musuh, lucu
banget ya. Banyak orang lupa, taman bacaan itu punya “intangible aset” yang
luar biasa untuk masa depan anak-anak Indonesia. Bahkan bila mau jujur, taman
bacaan adalah satu-satunya tempat yang “mendekatkan anak dengan buku”. Karena
sudah langka anak yang akrab dengan buku di zaman begini.
TBM Lentera Pustaka, mungkin TBM lain di
daerah lain, pun mengalami. Betapa beratnya tantangan berkiprah di literasi. Ada
yang memusuhi, membenci, nyinyir, hingga bergosip tentang taman bacaan. Tapi
biarkanlah mereka dengan caranya sendiri. Toh nanti waktu yang akan
membuktikan. Ketahuilah, “Siapa pun boleh
mencibir taman bacaan. Tapi itu hanya terjadi pada orang-orang yang tidak
melakukan apa pun dalam hidupnya. Orang yang tidak bermanfaat”. Seperti kata mendiang
Presiden BJ Habibie saat dinyinyirin oleh pejabat di Malaysia, jawaban singkatnya
“Kalau ada yang menghina Anda, anggap aja sebagai sebuah pujian, bahwa dia
berjam-jam memikirkan Anda, sedangkan Anda tidak sedetik pun memikirkan dia.”
Jadi di taman bacaan, tepatlah
ber-literasi. Untuk memikirkan ide-ide kreatif dan potensi terbaik taman bacaan
daripada membicarakan orang lain atau bertindak tidak produktif sedikit pun. Kan
katanya, “orang besar
itu bicara ide, orang biasa bicara kejadian, dan orang kecil bicara orang lain”.
Salam
literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka