Banyak orang tua atau pensiunan yang mengharapkan bantuan finasial dari anak-anaknya. Tapi faktanya, hanya 1 dari 3 responden di Indonesia yang menerima bantuan dari anaknya. Harapan orang tua tidak sesuai dengan kenyataannya. Itu kutipan hasil studi “Bridging the Gap” Future of Retirement dari HSBC (2018). Jawaban itu terlontar dar 1.050 responden pekerja usia produktif dan pensiun
Lalu, kenapa hanya 1 dari 3 anak yang mau bantu
orang tua di masa pensiun?
Mungkin karena kondisi ekonomi keuangan anak
yang tidak memungkinkan. Atau harapan orang tua yang terlalu besar, sehingga
anak pun merasa keberatan. Wajar, harapan tidak sama dengan kenyataan. Hanya
30% anak yang mau membantu urusan finansial orang tua sata sudah pensiun. Hal
ini pun menegaskan ada “cara pandang” yang salah dari orang tua tentang anak.
Bahwa anak bukanlah investasi melainkan Amanah. Sehingga tugas orang tua
mendidik dan membesarkan hingga mandiri adalah Amanah. Bukan investasi,
sehingga suatu waktu nanti “meminta dikembalikan”.
Apa solusinya agar masa pensiun para orang tua
tidak bermasalah? Atau setidaknya tidak meminta bantuan finansial dari
anakknya?
Tentu ada banyak cara. Namun terpenting, siapa
pun yang hari ini bekerja maka akan menjadi orang tua. Karena itu, masa pensiun
harus dipersiapkan sedini mungkin. Masa pensiun itu bukan soal waktu tapi soal
keadaan. Mau seperti apa si orang tua di masa pensiun? Sejahtera atau tidak di
masa pensiun, sangat bergantung pada persiapannya. Mau atau tidak merencanakan
pensiun sejak sekarang.
Banyak pekerja tidak sadar akan masa pensiun. Banyak pekerja "terlambat" mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Hingga akhirnya, keadaan hari tua jadi tidak sejahtera. Bahkan lebih tragis lagi, bila di masa bekerja punya gaya hidup. Tapi justru di masa penisun tidak bisa apa-apa. Merana di masa pensiun. Lalu, apa sebabnya tidak sejahtera di masa pensiun? Ada 4 sebab utama, yaitu:
1. Terlalu
konsumtif. Banyak barang yang dibeli bukan karena butuh tapi karena ingin
atau ingin dipuji orang lain.
2. Terbuai gaya hidup. Kebiasaan
"hidup bergaya" akhirnya jadi sebab biaya tinggi dan tidak mampu
mempersiapkan masa pensiunnya sendiri.
3. Terlibat utang. Atas nama
kebutuhan terlalu gampang berutang dan akhirnya jadi beban finansial selama
bekerja.
4. Takut punya
program pensiun. Terlalu mudah menghabiskan gaji setiap bulannya tanpa mau
punya program pensiun. Pekerja lupa, cepat atau lambat, masa pensiun pasti
datang. Maka program pensiun diperlukan.
Atas dasar itu, jangan salahkan anak bila tidak
mau atau tidak mampu membantu orang tua di masa pensiun. Sudah saatnya orang
tua atau pekerja di mana pun, mulai berani mempersiapkan masa pensiunnya
sendiri. Maka sebagai solusi, jangan
remehkan masa pensiun. Mulailah sisihkan dana untuk masa penisun yang
sejahtera. Caranya bisa dimulai dnegan mengikuti dan menjadi peserta DPLK (Dana
Pensiun Lembaga Keuangan). Karena DPLK adalah kendaraan yang pas untuk
mempersiapkan masa pensiun, bukan yang lainnya. DPLK dirancang khusus saat
seorang pekerja mencapai usia pensiun. Untuk bisa memulainya pun sederhana,
sisihkan Sebagian kecil dari gaji untuk program DPLK. Agar tersedia dana yang
cukup di masa pensiun.
Alangkah bijaknya, bila orang tua tidak lagi
mengandalkan anak-anaknya di masa pensiun. Karena mereka pun punya kehidupan
sendiri dan keluarga. Mulailah untuk tinggalkan kebiasaan buruk yang jadi sebab
merana di masa pensiun.
Kini, terserah Anda. Mau lebih baik atau tidak
di masa pensiun. #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLK #DanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar