Tiap tahun baru datang, banyak orang bikin resolusi. Sebut saja resolusi tahun baru. Jadi, resolusi bolehlah disebut “janji-janji”. Tentang apa yang akan dipenuhi atau ditargetkan pada tahun yang akan datang.
Konon, resolusi itu awal mulanya bukan janji kepada dewa atau alam. Tapi
entah gimana, akhirnya banyak orang bikin resolusi hanya untuk diri sendiri.
Mungkin, sebagai spirit peningkatan diri. Untuk lebih baik dari sebelumnya. Dan
itu sah-sah saja. Tapi sayang, menurut penelitian terbaru. Ada 45 persen orang yang terbiasa membuat
resolusi tiap tahun baru. Tapi hanya 8 persen yang berhasil mencapai tujuannya.
Begini sejarah tentang resolusi tahun baru. Dulu, orang Babilonia kuno,
sekitar 4.000 tahun yang lalu yang memulai bikin resolusi untuk menghormati
tahun baru. Sebagai sikap kesetiaan mereka kepada raja yang berkuasa. Maka mereka
pun berjanji kepada para dewa untuk membayar utangnya dan mengembalikan benda
apa pun yang mereka pinjam. Jika orang Babilonia menepati janjinya, para dewa
dianggap akan memberikan kebaikan kepada mereka untuk tahun yang akan datang. Intinya,
resolusi tahun baru sejatinya bukan budaya Indonesia. Tapi bila ditafsir
sebagai rencana baik, ya tentu sah-sah saja dan boleh. Terserah masing-masing.
Lalu, apakah resolusi tahun baru masih diperlukan?
Dalam konteks literasi, bisa boleh bisa tidak. Bila niatnya positif,
silakan saaj bikin resolusi. Tapi bila hanya menegaskan mimpi yang sulit
dicapai ya buat apa bikin resolusi. Maka resolusi apapun, bidang apapun harusnya
tidak usah muluk-muluk. Harus realistis dan memiliki potensi besar untuk bisa
diraih.
Resolusi yang membumi, yang bisa diraih oleh siapapun secara individu. Resolusi
yang sederhana tapi bisa menjadikan diri sendiri lebih baik dari tahun
sebelumnya. Misalnya, gunakan media social untuk hal yang positif bukan untuk nyinyir
atau menebar prasangka kepada orang lain. Atau berhentilah memaksa diri sendiri untuk jadi
orang lain, tampil apa adanya bukan ada apanya. Jauhi utang dan
perilaku konsumtif yang membebani. Bila perlu, cobalah untuk lebih banyak
bersedekah daripada meminta. Sehingga hidup bisa berubah jadi lebih baik karena
perilaku diri kita sendiri. Dan yang tidak kalah penting, cobalah di tahun baru
2021 lebih banyak membaca buku bukan jago main di medsos atau ngomongin orang.
Nah khusus di taman bacaan. Resolusi tahun baru itu
sangat sederhana. Yaitu 1) hindari banyak buku tapi tidak ada anak, 2) jauhi
banyak anak tapi tidka ada buku, dan 3) jadilah pengelola taman bacaan yang
penuh komitmen dan konsistensi, bukan setengah hati. Agar taman bacaan bisa
dikelola dengan baik dalam kondisi apapun. Karena hari ini, banyak taman bacaan
terkesan “mati suri”.
Maka resolusi tahun baru
pun dapat disebut literasi. Bila tujuannya untuk memperkuat harapan yang lebih
realistis. Bukan malah memperbesar keputus-asaan. Salam literasi
#ResolusiTahunBaru #TBM Lentera Pustaka #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar