Tanggal 9 Dzulhijah disebut hari Arafah. Menurut riwayat,
Arafah adalah nama tempat ketika Nabi Adam dan Hawa dipertemukan kembali setelah
mereka dikeluarkan dari surga. Ada pula yang mengatakan Arafah diambil dari
ucapan Nabi Ibrahim AS; Araftu (aku tahu), setelah diajarkan manasik
haji dan tempat-tempat ibadah haji, termasuk padang Arafah oleh malaikat Jibril.
Maka hingga kini, Arafah dijadikan tempat seluruh jamaah haji berkumpul untuk
melakukan wukuf, sebuah padang luas yang terletak antara Mina dan Muzdalifah.
Manusia adalah hamba, bukan siapa-siapa. Bukan pula
apa-apa.
Buktinya,
ketika manusia diberi ujian wabah Covid-19. Tidak ada satu manusia pun yang
berdaya. Apalagi berani bertempur melawan Covid-19. Di tengah wabah Covid-19,
manusia hanya bisa mencegah, menghindari, lalu berdiam diri sambil memohon
perlindungan dari-Nya. Bukti kuat, manusia bukan siapa-siapa. Hanya bisa berusaha
lalu berdoa. Dan selebihnya berserah diri kepada Allah SWT. Itulah hamba.
Bila
kita hamba, maka hikmah Idul Qurban (Idul Adha) 2020 adalah membangun kesadaran
timbal balik. Timbal balik. Bahwa tidak ada kebencian yang melulu tanpa
diimbangi cinta. Tidak ada kesombongan yang melangit tanpa diikuti kerendahan
hati yang membumi. Tidak ada pula tebaran keburukan tanpa diikuti kebaikan. Bahwa
sehebat-sehebatnya musuh pun pada akhirnya akan menjadi kawan. Jangan hanya mau
menerima tanpa mau memberi. Segalanya ada timbal baliknya, ada sebab ada akibatnya.
Besok
di 10 Dzulhijah, gema takbir Idul Adha 1441 H berkumandang di mana-mana,
berdengung di telinga kita. Ada tangis, ada syukur, bahkan ada introspeksi diri yang mengalir
dari darah mereka. Hukum timbal balik milik pada hamba. Ribuan ekor sapi dan
kambing pun menangis haru. Nyawa hewan qurban pun hilang seketika. Tapi bukan
pertanda duka. Namun tanda suka cita segera menghampiri kaum fakir miskin dan
anak-anak yatim. Seutas senyum tersirat di bibir mereka. Bersiap menikmati daging
hewan qurban yang lama sekali tidak pernah dicicipinya. Sebuah timbal balik
dari orang-orang mampu kepada yang tidak mampu.
Hidup manusia adalah timbal
balik. Karena manusia itu hanya hamba. Maka Aristoteles yang bilang “perlakukanlah
orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan”. Bila ingin dihargai, maka
hargailah orang lain, Bila ingin dihormati maka hormatilah orang lain. Tentu, atas
dasar keikhlasan dan apa adanya, bukan ada apanya. Timbal balik adalah
keniscayaan, sebuah kepastian yang terjadi. Apa yang ditabur, itulah yang akan dituai.
Hukum timbal balik pula yang bilang. Bahwa tidak mungkin semua orang
bisa cocok denganmu. Maka tidak perlu pula kamu memaksa diri agar cocok dengan
semua orang. Karena seorang hamba, hanya bisa ikhtiar dan doa. Tidak lebih dan
tidak kurang. Karena dalam hidup, balas dendam terbaik adalah tetap berbuat
baik dan membiarkan karma membereskan sisanya pada mereka.
Timbal balik kian menegaskan.
Bahwa manusia sebagai hamba pun tidak perlu takut kehilangan. Karena di dunia
ini, tidak ada yang abadi. Bila ada manusia yang takut kehilangan, berarti bukan
timbal balik. Bila ada hidup maka ada mati. Itu timbal balik. Lalu kenapa takut
kehilangan pekerjaan, takut kehilangan kekuasaan, takut kehilangan harta, takut
kehilangan jabatan dan takut-takut yang lainnya. Mereka yang hidup dalam ketakutan,
lalu penuh kekhawatiran. Hingga punahlah kepedulian kepada sesama.
‘
Timbal
balik adalah syariat.
Ada saat
memberi ada saat menerima. Ada saat membenci ada saat mencintai. Ada saat lebih
ada saat kurang. Ada salah ada benar. Semua itu lumrah dan pasti terjadi pada
seorang hamba. Hukum timbal balik pasti berlaku, cepat atau lambat.
Jangankan
kekuasaan, harta, atau jabatan. Seperti sapi dan kambing, nyawa yang menempel
pada tubuh manusia pun terlalu mudah untuk hilang secara tiba-tiba. Siapa yang
menduga, kemarin sehat lalu esok sakit. Kemarin bebas tidka ada yang melarang, lalu
hari ini terkungkung wabah Covid-19 dan berdiam diri di rumah saja. Bahkan kemarin
masih ada dan esok sudah tiada.
Di dunia
ini, sejatinya, tidak ada orang kaya atau orang miskin. Tidak ada pula orang
sukses atau tidak sukses. Bahkan tidak ada pintar atau orang bodoh. Tapi yang
ada hanyalah “timbal balik”. Semakin sering memberi maka semakin kaya, semakin
pelit maka semakin miskin. Semakin pintar untuk diri sendiri semakin tidak ada
manfaat, semakin banyak berbuat untuk orang lain maka semakin pintar. Hukum
timbal balik memang sederhana.
Idul Adha di
terpaan Covid-19 tahun ini adalah momen. Pentingnya membangun kesadaran timbal
balik antarsesama. Karena manusia hanyalah hamba. Bukan siapa-siapa, bukan pula
apa-apa. Dan semua yang manusia miliki hari ini adalah titipan Allah SWT
semata. Amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Persis,
semuanya di dunia ini. Pasti akan berjalan dalam koridor “timbal balik”.
Timbalnya di dunia, baliknya di akhirat. Dan timbal balik yang paling hakiki
adalah “Allah yang berikan, maka Allah pula yang akan mengambilnya”. Sebagai
hamba, manusia hanya bisa ikhtiar dan doa baik. Selebihnya Allah akan bekerja sesuai
kehendak-Nya.
Adalah
hikmah Idul Adha. Memperbesar ruang timbal balik dalam hati dan pikiran manusia.
Timbal balik membangun kepedulian, bukan keangkuhan. Dan sama sekali tidak
perlu menghisab orang lain seolah-olah kita bertindak seperti Tuhan.
Kita semua hanyalah hamba-hamba-Nya, hanya manusia biasa yang tidak luput dari
salah dan dosa. Dan mintalah ampun kepada Allah terus-menerus tanpa mengenal lelah.
Bertimbal
balik-lah esok, sebelum ajal menjemput tiba. Selamat Idul Adha 1441 H. Mohon
maaf lahir batin. Semoga kian bertambah keimanan kita sebagai hamba, dan makin
diberkahi Allah SWT. #IdulAdha1441H #HidupTimbalBalik