Pembelajaran jarak jauh (PJJ) dinilai banyak kalangan tidak efektif. Bukan hanya materi pelajaran, banyak siswa terkendala akses internet. Maka penting pemerintah mulai memikirkan ketersediaan akses internet di berbagai daerah, termasuk memberikan kuota gratis paket data untuk siswa.
Survei TBM
Lentera Pustaka bertajuk “Anak Belajar Jarak Jauh Di Mata Ibu-Ibu” yang dilakukan
pada Juli 2020 inim dengan 250 responden ibu-ibu menyimpulkan bahwa masalah yang
dihadapi Ibu-ibu saat anak ikut belajar jarak jauh (online) terdiri
dari: 1) masalah kuota internat/paket data 67%, 2) masalah ponsel 18%, 3) tidak
ada masalah 12%, dan masalah komputer/laptop 3%.
Kondisi ini
menyiratkan PJJ pada akhirnya menimbulkan masalah baru soal kuota internet bagi
siswa dan orang tuanya. Maka wajar, kaum ibu beranggapan PJJ pun jadi sebab biaya
lebih mahal daripada belajar di sekolah. Keadaan kian mengenaskan, ketika paket
data sudah tersedia pun belum tentu sinyal internetnya bagus di beberapa
daerah.
“Survei in dapat
diartikan 7 dari 10 siswa punya masalah soal akses internet saat belajar jarak
jauh. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur internet di
berbagai daerah Bila perlu siswa disediakan paket data secara gratis. Agar PJJ
nantinya tidak menimbulkan polemik baru”” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM
Lentera Pustaka yang juga Dosen Unindra saat merilis hasil survei hari ini.
Sebagai
pendamping anak saat PJJ di tengah wabah Covid-19, kaum ibu pun menyampaikan
aspirasinya kepada pemerintah, seperti: 1) terhambat masalah ponsel, saya mohon
belajarnya diberikan tugas melalui buku paket, 2) PJJ perlu dievaluasi untuk daerah
yang minim internet atau tak terjangkau internet, 3) internet ini jadi masalah
keluarga yang tidak mampu, 4) saya jadi kerepotan dan tidak sanggup untuk membelikan paket
internet, dan 5) biayanya terlalu mahal untuk beli paket internet.
Syarifudin
Yunus pun mempertegas lagi bahwa dunia pendidikan tidak siap dalam sistem PJJ. Karena
situasi dan kondisi wabah Covid-19 yang darurat namun cara-cara belajar yang
dilakukan tetap sama seperti biasanya. Sehingga kegiatan belajar jarak jauh hanya
dianggap sebagai pengganti tatap muka di sekolah. Justru di masa pandemi Covid-19
ini, paradigma tentang belajar harus diubah sesuai dengan kondisi aktual dan para
siswa.
“Menurut
saya, agak salah bila PJJ dimaknai hanya pengganti tatap muka akibat Covid-19.
Harusnya sekolah atau pemerintah perlu sederhanakan kurikulum. Semua mata
pelajaran diarahkan pada upaya memacu pemikiran dan pengalaman belajar siswa
dari kasus Covid-19. Ini momentum untuk optimalkan pendidikan karakter siswa,
tentu dengan cara-cara yang kreatif. Tidak melulu berbasis internet” tambah Syarifudin
Yunus.
Maka sebagai
solusi, pemerintah perlu segera mengubah paradigma kegiatan belajar mengajar. Dari
yang tadinya di kelas di sekolah menadi di rumah. Karena di rumah maka basisnya
adalah penguatan sosial dan karakter siswa, bukan akademik semata.
Perlu diketahui,
TBM Lentera Pustaka yang berlokasi di Kaki Gunung Salak Bogor melakukan survei “persepsi
kaum ibu terhadap belajar jarak jauh” sebagai upaya menguatkan pendidikan
nonformal seperti taman bacaan yang dapat mengambil peran lebih besar di masa
Covid-19. Karena taman bacaan lebih dekat dengan siswa yang ada di lingkungan
perumahan atau perkampungan. Karena hakikatnya, pendidikan bukan hanya formal
tapi nonformal seperti taman bacaan pun harus didayagunakan. #TBMLenteraPustaka
#PembelajaranJarakJauh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar