Mengubah
perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi “dekat” dengan buku tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Bukan hanya tekad kuat, keberanian, dan
komitmen. Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan
khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara
rutin. Apalagi anak-anak yang ada di kampung atau pedesaan seperti di Kampung
Warung Loas Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun
tradisi baca dan budaya literasi, sama sekali tidak mudah. Dan tidak pernah
sama dengan tema seminar atau diskusi tentang pentingnya budaya literasi …
Perjuangan
tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin
Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera
Pustaka. Pria berusia 49 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5
November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan
cenderung sulit berinteraksi dengan orang “dari luar”. Berubah menjadi
anak-anak sekolah yang terbiasa membaca 3 kali seminggu, bahkan bisa
“menghabiskan” 5-10 buku per minggu. Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang
tadinya “jauh” dari buku, kini menjadi lebih “dekat” pada buku dalam kesehariannya.
Tekad
pria Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sederhana. Tradisi baca dan buku
dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu,
81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah
sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.
Maka
berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca di
kalangan anak-anak usia sekolah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah “garasi
rumah” menjadi rak-rak buku yang menjadi cikal bakal TBM Lentera Pustaka.
Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan
rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan
dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5
November 2017 pun TBM Lentera Pustaka diresmikan oleh Camat Tamansari, Prof.
Dr. Sofyan Hanif (Warek 3 UNJ), Khatibul Umam (Anggota DPR), dan Dr. Liliana
Muliastuti (Dekan FPBS UNJ).
Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung
untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku
bacaan. Dan kini setelah 2 tahun berjalan, TBM Lentera Pustaka telah memiliki
62 anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku
lebih dari 3.000 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun
berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang “haus” buku
bacaan baru.
“Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan
bisa mengubah mind set akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus
sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan
mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak
yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak” ujar
Syarifudin Yunus yang kini tekun sebagai pegiat literasi.
Dari Garasi Rumah Hingga Hidupkan Tradisi Baca
TBM
Lentera Pustaka berawal dari garasi rumah, bagi Syarifudin Yunus, hanyalah
ikhtiar kecil untuk menghidupkan tradisi baca anak-anak usia sekolah; yang
sebelumnya jauh dari akses bacaan. Dan kini mulai rajin membaca sekalipun
perjuangan untuk mengajak anak-anak lainnya belum usai, bahkan tidak akan usai.
Tiap Rabu sore, Jumat sore, dan Minggu pagi, anak-anak dari 3 kampung terus
membaca buku yang tersedia secara gratis.
Syarif yang
kini tengah menempuh S3-Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana
Unpak – beasiswa dari Unindra, sadar betul mengelola Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) tidaklah mudah. Karena faktanya di Indonesia, banyak taman bacaan
masyarakat yang “mati suri” akibat tiga hal; 1) buku ada pembaca tidak ada, 2)
pembaca ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang lemah, tidak
fokus mengelola taman bacaan. Maka di benaknya, taman bacaan harus bisa menjadi
arena yang asyik dan menyenangkan anak-anak.
Dari bekas
garasi rumah yang kini berubah menjadi taman bacaan, Syarif pun menerapkan
konsep “TBM Edutainment”, sebuah cara beda dalam mengelola taman bacaan masyarakat.
Taman bacaan bukan hanya menjadi tempat membaca anak-anak atau masyarakat. Tapi
taman bacaan harus bisa menjadi “motor penggerak” aktivitas sosial dan
kemasyarakatan di mana taman bacaan beroperasi. “TBM-edutainment”; tata kelola
taman bacaan masyarakat yang memadukan edukasi dan entertainment.
- Membudayakan membaca bersuara
- Selalu ada “senam — salam – doa literasi” sebelum jam baca.
- Laboratorium Baca tiap hari Minggu; kegiatan pemahaman bacan di alam
terbuka.
- Selalu ada event bulanan, dengan mendatngkan “tamu dari luar” untuk ber-interaksi dan memotivasi anak-anak agar rajin
membaca.
- Ada “jajajan kampung” gratis setiap bulan.
- Tersedia WiFi gratis tiap Sabtu dan Minggu.
- Angerah pembaca terbaik diberikan kepada anak yang rajin membaca.
- Mengusung motto #BacaBukanMaen; untuk menjaga keseimbangan antara perilaku membaca dan bermain
anak-anak.
“Konsep TBM-Edutainment saya
gagas agar mampu menjadikan taman bacaan sebagai center dari edukasi dan
entertainment untuk anak-anak. Hal ini sebagai penyesuaian terhadap era digital
dan milenial. Maka harus ada cara yang kreatif dan beda untuk menghidupkan
tradisi baca dan budaya literasi anak-anak. Membaca harus asyik dan
menyenangkan” tambah Syarifudin Yunus, alumni peraih UNJ Award 2017 ini.
Satu hal yang selalu diperjuangkan
Syarifudin Yunus. Bahwa mengelola taman bacaan butuh kolaborasi dengan
rakan-rekan yang peduli atau korporasi yang “concern” terhadap tradisi baca dan
budaya literasi anak. Karena itu, setiap
tahun, TBM Lentera Pustaka selalu mengajak kalangan korporasi untuk menghibahkan
dana CSR ke taman bacaan yang relatif tidak besar. Hanya untuk membeli buku
bacaan baru dan operasional program taman baca. Maka di tahun 2019 ini, TBM
Lentera Pustaka pun menggandeng CSR Korporasi dari Chubb Life, AJ
Tugu Mandiri, dan Perkumpulan DPLK. Tentu,
demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah. Agar
tidak terlindas oleh pengaruh era digital yang jelek.
Maka
ke depan, tradisi baca dan budaya literasi sudah pasti hanya bisa tegak bila
didukung oleh banyak pihak; aparatur, masyarakat, kaum yang peduli atau
relawan, donatur, dan korporasi. Semua pihak harus peduli tradisi baca dan
budaya literasi. Karena kepedulian sosial bukanlah sekadar niat baik tapi harus
diwujudkan dalam aksi nyata, perilaku nyata untuk terjun langsung ke lapangan
secara konsisten.
Di TBM Lentera Pustaka, dari garasi rumah
hingga hidupkan tradisi baca anak-anak di Kaki Gunung Salak Bogor. Memang belum
usai dan akan terus berlangsung. Agar menjadi “legacy – warisan” bagi umat. Dan
kini TBM Lentera Pustaka pun mulai merambah ke aktivitas sosial yang lebih
besar, menyiapkan kreasi dan inovasi baru sebagai bagian untuk pengembangan
taman bacaan. Agar dapat mengundang daya tarik anak-anak untuk makin rajin
dalam membaca. Beberapa program TBM Lentera Pustaka yang telah disiapkan antara
lain: 1) Penyelenggaraan “Gerakan
BERantas Buta aksaRA (GEBER BURA)” bagi ibu-ibu dan bapak-bapak
yang buta huruf sebagai bagian gerakan pemberantasan buta huruf, 2) Implementasi “Wisata Literasi lentera Pustaka
Gn. Salak”sebagai wisata edukasi alternatif yang berbasis membaca buku
sambil menyusuri sungai dan kebun di alam terbuka dengan spot-spot foto yang
menarik sambil berlatih cara mudah memahami isi bacaan melalui teknik metaforma,
dan 3) Edukasi Literasi Finansial
(EDULIF) sebagai bentuk program edukasi literasi keuangan anak-anak
setiap bulan. Agar anak-anak mampu mengenal dan mengelola uang secara
sederhana, membelanjakan uang berdasarkan “kebutuhan” bukan “keinginan”.
“Taman bacaan
masyarakat adalah momentum semua pihak untuk ikut berbuat menyiapkan masa depan
anak-anak yang lebih baik dari orang tuanya. Maka, semua pihak harus turun
tangan dan terlibat. Agar niat baik segera berubah jadi aksi nyata” tambah
Syarifudin Yunus.
Jangan
bilang kita cinta anak, bila tidak ada aksi nyata. Karena cinta bukan hanya
serpihan ludah yang terpancar dari lisan semata. Tapi cinta itu tentang
pengabdian dan kepedulian yang tertumpahkan tanpa henti sepanjang masa. Agar
anak-anak tetap mau membaca buku.
Sekalipun
dari garasi rumah, dari teras rumah atau halaman beralaskan tikar; tradisi baca
dan budaya literasi harus tetap tegak dalam perilaku anak-anak …Salam literasi
#TBLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar