Minggu, 02 November 2025

7 Cara Siapkan Masa Pensiun Berkelas Ala Jason Statham

Siapa yang tidak kenal Jason Statham? Seorang aktor berkebangsaan Inggris, yang sering main di film action keren. Dia dikenal karena action-thriller film dan menggambarkan sosoal yang tangguh dan jago akting.  Aktor kaya, ganteng, dan gagah perkasa.

 

Menariknya, sekalipun tergolong orang kaya, Jason Statham tetap tampil biasa saj, gaya berpakaian pun seperti orang biasa. Tanpa jas mewah, tanpa kalung berlian, tanpa foto di jet pribadi. Hanya celana jeans, kaos sederhana, dan keyakinan akan prinsip dalam hidupnya. Dia punya dedikasi kuat pada kariernya dan pekerja keras. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang setia, humoris, dan menghargai latar belakangnya di masa lalu sebagai atlet dan pedagang jalanan.

 

Jason Statham kian hebat, bukan hanya karena film-filmnya atau adegan-adegan epiknya. Tapi dia tetap menjadi dirinya sendiri, tidak terbuai gaya hidup apalagi tren. Dia tidak vutuh validasi dari orang lain. Dia selalu mengingatkan kita, bahwa kesuksesan tidak harus mengubah jati diri seseorang. Siapapun bisa mencapai puncak karier tapi tetap sederhana, tenang, dan setia pada diri sendiri.

 

Jason Statham sadar betul tidak selamanya dia akan menjadi actor, pada akhirnya akan berhenti. Tapi dia sudah merancang untuk “menutup” karier dengan istiilah “pensiun berkelas”. Sebuah kondisi ketika seseorang memasuki masa pensiun dengan kualitas hidup yang nyaman, terhormat, mandiri, dan tetap relevan, bukan sekadar berhenti bekerja. Pensiun berkelas yang harus dipersiapkan, bukan untuk hidup mewah atau  pamer. Tapi soal menjaga standar hidup yang tetap baik dan berkualitas.



 

Di mata Jason Statham, pensiun berkelas sangat penting. Sebagai wujud kemandirian finansial yang independen, tanpa ketergantungan pada siapapun. Pensiun berkelas harus identic dengan 1) kondisi keuangan yang stabil dan cukup untuk gaya hidup yang diinginkan, 2) tidak bergantung pada anak atau keluarga, 3) punya tabungan/investasi atau manfaat pensiun yang memadai, 4) tetap aktif dan bermanfaat (hobi atau kegiatan sosial), 5) memiliki waktu, kebebasan, dan ketenangan batin, 6) kesehatan fisik dan mental yang terjaga, dan 7) bisa menikmati hal-hal bermakna: keluarga, perjalanan, atau belajar hal baru.

 

Pensiun berkelas, penting diingatkan oleh Jason Statham, sebab masa pensiun punya banyak pilihan, bukan karena keterpaksaan. Pensiun harus direncanakan bukan bergantung Nasib. Karenanya, masa pensiun menunjukkan kematangan finansial dan visi hidup setelah tidak bekerja lagi.

 

Pensiun berkelas adalah ketika kita tetap hidup nyaman, bebas memilih, dan tetap bermakna tanpa merepotkan siapa pun. Karenanya pensiun berkelas harus disiapkan dari sekarang. Sebab masa pensiun tidak membutuhkan barang - merek mewah untuk membuktikan siap akita. Tapi  di masa pensiun, siapapun perlu kemandirian finansial dan kesinambungan penghasilan di saat tidak bekerja lagi. Agar saat berjalan penuh dengan percaya diri dan tetap menjadi diri sendiri. Itulah pensiun berkelas.

Mau Tenang? Berkiprah di Taman Bacaan

Mungkin, banyak orang mengira. Ketenangan itu datang dari meditasi atau liburan panjang. Justru tidak, ketenangan malah sering kali lahir dari kebiasaan sederhana seperti membaca dan berkiprah di taman bacaan. Sebab membaca bukan sekadar menambah pengetahuan. Tapi menjadi cara  untuk menata pikiran, memperhalus perasaan, dan menurunkan ego. Bahkan lebih dari itu, membaca juga dapat menumbuhkan empati. Siapapun yang rajin membaca cenderung lebih mampu menerima kompleksitas hidup tanpa panik. Akibat terbiasa berdialog dengan beragam sudut pandang dari buku.

 

Membaca dan berkiprah di taman bacaan sejatinya dapat menurunkan ego dan menumbuhkan empati. Seperti yang terjadi di TBM Lentera Pustaka siang ini (2/11/2025), saat aktivitas sekolah Nusantara 2025 dari SAN Chapter Bogor dan kehadiran Ibu Inggit (kawan dari Pendiri TBM Lentera Pustaka) bersama puluhan anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka. Membaca bersama, senam literasi, dan bermain di taman bacaan menjadi bukti ego yang diturunkan dan hadirnya empati semakin meningkat. Saat berkiprah di taman bacaan, siapapun masuk ke dunia orang lain. Kita melihat kehidupan dari mata yang berbeda, memahami alasan di balik Tindakan kenapa kita harus berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama?

 

Sebuah riset dari University of Sussex menunjukkan bahwa membaca selama enam menit saja dapat menurunkan stres hingga 68 persen, lebih efektif dibandingkan mendengarkan musik atau berjalan santai. Berkiprah di taman bacaan pun dapat membangun empati dan hati lebih tenang. Sebab saat di taman bacaan, otak beralih dari mode reaktif menuju mode reflektif. Tidak tergesa untuk menilai kehidupan, melainkan memahami makna setiap perbuatan. Proses ini mengikis ego yang sering kali menjadi sumber keresahan hidup. Dengan empati yang terbentuk dari membaca, seseorang lebih mudah menerima kekurangan diri dan orang lain.

 


Ketika membaca kisah tokoh yang gagal berkali-kali sebelum berhasil, siapapun belajar bahwa hidup bukan kompetisi instan. Karenanya dibutuhkan sikap sabar pada proses yang dijalani. Dari sini, ketenangan lahir bukan karena hidup lebih mudah, tapi karena cara pandang terhadap kesulitan yang berubah.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang jarang membaca cenderung mudah bereaksi terhadap masalah. Orang yang jarang berkiprah sosial justru sulit membangun sikap empati. Bahkan mungkin jadi cepat tersinggung, mudah panik, atau menyerah ketika keadaan tidak sesuai ekspektasinya. Sebaliknya, orang yang terbiasa membaca sudah terlatih untuk berhenti sejenak, mencerna informasi, lalu menilai secara utuh. Pola ini tentu membentuk cara berpikir yang lebih tenang dan terukur.

 

Maka patut dipahami, saat membaca dan berkiprah di taman bacaan selalu terselip keadaan yang menenangkan, membuat lebih nyaman. Salam literasi!