Banyak orang merasa hidupnya berat, mentalitasnya menjadi korban. Keluh-kesah dan tidak bersemangat memandang apapun. Hanya bisa terdiam tanap berbuat apapun. Lalu merasa takjub dengan apa yang dikerjakan orang lain. Dan lupa bertanya, mau sampai kapan begitu?
Hidup seakan kian berat dan susah. Akibat pikirannya sendiri. Lupa,
padahal yang menekan bukan kenyataan tapi pikirannya sendiri. Overthinking, serba
takut atas apa yang belum terjadi, dan terbenam dalam skenario yang diciptakan
pikirannya sendiri. Terbukti, pikiran memang lebih kejam dari realitas. Terkadang,
pikiran memang lebih tajam dari pisau yang menghunus tubuh.
Jelas sudah, satu pikiran negatif bisa membuat tubuh lumpuh tanpa
sebab. Padahal tidak ada bahaya nyata di depan mata. Tidak ada hambatan kecuali
pikirannya sendiri. Belum dikerjakan, pikirannya yang sudah menyerah. Hingga tidak
satu pun yang dikerjakan, tidak ada harapan baik sedikit pun. Ketahuilah, tubuh
selalu mengikuti arah pikiran. Apa yang kita pikirkan maka itulah yang kita
rasakan.
Pikiran itu melahirkan perasaan, Perasaan menuntun ke tindakan. Dan
tindakan pasti membentuk kenyataan. Maka berhati-hatilah dengan pikiran.
Pikiran bisa mebuat tubuh jadi sesat atau manfaat. Kalau hidup ingin berubah, maka
jangan ubah keadaan kita. Tapi ubahlah cara berpikir kita, yang selama ini belum
tentu benar. Pikiran memang dahsyat, belum tentu benar saja sering dipaksa
untuk benar karena egoisme.
Ketahuilah, pikiran bukan sekadar bayangan. Tapi benih yang
menumbuhkan perasaan, Tindakan, dan nasib
kita ke depan. Apapun yang dialami hari ini bahkan besok, semuanya berakar dari
apa yang sering kita pikirkan. Setiap
hari, pikiran kita menulis naskah tentang siapa diri kita dan seperti apa hidup
kita besok? Tapi masalahnya, otak kita tidak bisa membedakan antara imajinasi
dan kenyataan, tidak mampu memilah mana harapan dan mana realitas? Pikiran
sering menciptakan cerita tapi otak justru menganggapnya fakta. Seperti kata anak-anak TBM Lentera Pustaka,
berhentilah menjadi korban pikiran sendiri.
Pikiran yang tidak dilatih, ibarat anak kecil memegang setir. Seenaknya
menabrak apapun yang ada di depan. Pikiran yang tanpa kendali, lalu membenarkan
semua hal yang dipikirkan. Sehingga tidak ada lagi ruang untuk introspeksi
diri, tidak mau lagi merenung dan memperbaiki pikiran sendiri. Maka latihlah
pikiran dengan membaca buku, dengan berkiprah sosial di taman bacaan. Jangan
terlalu percaya pada otak bila belum mengabdikan diri untuk sesama. Hingga mata
terbelalak, masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan dan kasih sayang
dari kita? Latih pikiran dengan buku, ajari otak dengan peduli sosial. Seperti
yang ditanamkan di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, untuk terus
berbuat baik dan menebar manfaat di taman bacaan secara konsisten, bukan membahasnya
di ruang seminar. Karena buku dan membaca, pikiran jadi jernih dan realistis.
Ketahuilah, hidup kita hancur bukan karena dunia melawan kita. Tapi
karena pikiran kita dibiarkan liar tanpa kendali. Berhentilah menjadi korban
pikiran sendiri. Kuasai pikiran kita sebelum pikiran yang menguasai kita. Sebab
kekuatan manusia bukan pada ototnya tapi pada pikirannya.
Sebab hari ini sering terjadi. Sebelum seseorang kalah di dunia
luar, ia lebih dulu kalah dalam pertarungan dengan kepalanya sendiri. Salam
literasi!

.jpeg)
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar