Rabu, 29 Oktober 2025

Prinsip Relawan Berkiprah di Taman Bacaan

Memang benar, tindakan nyata lebih bermakna daripada niat besar. Begitulah spirit relawan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Banyak orang punya niat baik tapi hanya sedikit yang benar-benar dikerjakan. Kita nggak perlu menunggu kaya, terkenal, atau punya waktu luang buat berbuat baik. Terkadang, cukup komitmen dan konsistensi untuk hadir dan berada di taman bacaan. Membimbing anak-anak yang membaca, memotivasi, bermain games bersama, dan mengajar baca tulis kaum buta aksara. Berkiprah secara sosial untuk literasi. Berbagi sedikit dari apa yang kita mampu dan bisa. Itu jauh lebih bernilai daripada sekadar janji untuk “nanti kalau sempat”.

 

Relawan TBM Lentera Pustaka sadar betul. Bahwa setiap orang punya sesuatu untuk dibagikan. Nggak semua bantuan berbentuk uang. Ada yang bisa memberi waktu, ada yang memberi tenaga, ada juga yang mendukung taman bacaan. Bahkan hanya memberi naihat baik di untuk anak-anak taman bacaan. Semua sama berharganya kalau dilakukan dengan tulus. Karena pada dasarnya, kebaikan adalah seni memberi bukan tentang seberapa banyak, tapi seberapa ikhlas.

 

Tidak ada kebaikan yang terlalu kecil bila dikerjakan. Sebaliknya tidak ada pula kebaikan besar bila sebatas niat. Semua yang baik memang harus dikerjakan. Ingatlah: bahkan lilin kecil pun bisa menerangi ruangan yang gelap. Dunia nggak butuh orang sempurna, ia butuh lebih banyak orang-orang yang peduli. Jadi jangan tunggu punya waktu baru mau berbuat baik. Jangan tunggu banyak baru mau berbagi, karena justru dari hal-hal kecil yang konsisten, dunia pelan-pelan jadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali.

 

Ketahuilah, momentum positif dimulai dari satu tindakan nyata. Ubah niat baik jadi aksi nyata. Sekalipun hanya menjadi relawan taman bacaan. Sebab menolong orang lain bukan cuma soal membantu, tapi menciptakan energi dan memotivasi. Orang yang ditolong merasa dilihat, yang melihat jadi terinspirasi, dan tanpa sadar, kita sudah menyalakan rantai kebaikan. Kadang dunia cuma butuh satu aksi kecil untuk memulai perubahan besar.

 


Relawan TBM Lentera Pustaka sangat sadar. Teruslah berbuat baik dan menebar manfaat sekecil apapin dan di mana pun. Sebab dunia mencatat semuanya. Saat kita berbuat baik dan menolong orang lain, berarti kita sedang menyiapkan dunia untuk meonolong balik kita di kemudian hari. Apa yang kita perbuat, itulah yang akan kita panen. Salam literasi!




Selasa, 28 Oktober 2025

Jangan Apa-apa Dibuat Status Story

“Jika satu-satunya alat yang Anda miliki hanyalah palu, Anda cenderung akan melihat setiap permasalahan sebagai paku.” (Abraham H. Maslow)

 

Ini penting sebagai catatan literasi. Pentingnya melihat masalah dengan cara pandang yang berbeda. Jangan hanya satu cara dan terus. Setiap hari isinya keluhan, apalagi kebencian. Dari mana tahunya? Dari status WA, dari status story. Maka, jangan apa-apa dibuat status story.

 

Kita sering lupa. Salah satu cara dan Tindakan terbaik untuk mulai menata diri adalah berhenti menceritakan apapun kepada orang lain tentang apa yang terjadi dalam hidup kita. Berhenti membagi hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain. Kan memang tidak semua keadaan harus di-update dan diketahui orang. Terkadang, menikmati dan menghadapinya sendiri itu lebih indah.

 

Hidup ini harus punya sikap. Sebab dalam keseharian, ada orang-orang yang dapat menginspirasi kita. Tapi ada pula yang menguras energi kita. Jadi pilihlah kebiasaan yang baik, pilih pergaulan yang produktif.

 

Di sekitar kita, selalu ada teman-teman palsu percaya hanya pada gosip. Tapi masih ada teman-teman yang percaya pada kita. Maka hindarilah orang-orang negatif, orang-orang yang isinya keluhan dan rapatan setiap hari. Karena di mata  mereka, setiap solusi dan jalan keluar dianggap selalu bermasalah. Akhrnya ya begitu-begiru saja.

 


Jangan apa-apa dibikin status WA atau status story. Apalagi yang isinya keluhan, provokasi, kebencian, atau hal-hal yang berpotensi menyakiti orang lain. Jangan pula terlalu banyak membagikan informasi pribadi atau info sensitif. Sebaiknya, gunakan status untuk konten yang positif, lucu, bijak, atau menginspirasi agar tidak menimbulkan masalah, di diri sendiri atau di orang lain.

 

Daripada status diisi dengan keluhan, hoaks, atau konten negative lebih baik cari konten yang bikin semangat, tentang gimana caranya kerja keras atau mencapai impian. Atau konten status yang lucu, biar bisa bikin tersenyum orang lain. Kaau mau bagikan pengalaman silakan tapi yang baik-baik, yang menyenangkan seperti saat berkiprah di taman bacaan, sedang membaca buku atau lainnya. Belajar dari kiprah di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak, ternyata tidak semua hal bisa dibikin status. Lebih baik fokus aksi nyata daripada cuma berbagi hal yang tidak penting.

 

Dan saat membuat status atau membaca status, ketahuilah tidak semua hal layak mendapat respon. Terkadang tidak semua hal harus dikomentari, seperti tudak semua hal layak dibikin status. Pilihlah status yang memotivasi, yang menyemangati dan lebih positif. Maka jangan habiskan waktu setahun lagi hanya untuk melakukan hal yang sama namun tidak ada manfaatnya. Jadilah literat, salam literasi!

Senin, 27 Oktober 2025

Makna Berproses di Taman Bacaan bagi Gerakan Literasi

 

Kenapa anak-anak usia sekolah penting berada di taman bacaan? Karena membaca buku memang harus dijalani, harus dikerjakan. Tidak ada membaca buku tanpa proses. Sebab proses membaca akhirnya akan membentuk karakter anak: disiplin, mau membaca, bahkan berpikir. Proses membaca, bukan untuk berhasil apalagi pintar.

 

Jangan lupa, setiap kali berproses, siapapun pasti akan bertemu dengan hambatan atau tantangan. Bahkan kegagalan pun sangat wajar terjadi bila prosesnya dijalani. Namanya membaca buku, kan bisa paham bisa tidak paham isinya. Karenanya kegagalan juga menjadi bagian dari proses itu sendiri. Mau berhasil pun butuh proses kan.

 

Meskipun melelahkan dan sering kali membosankan. Tapi itulah yang namanya proses. Harus dijalani dan dihadapi apapun prosesnya. Karena proses yang akan membentuk karakter diri kita, bukan keberhasilan. Kita bukan hanya perlu menikmatinya, tetapi juga harus belajar untuk tetap mencintainya bila sudah memilihnya.

 

Dalam banyak hal, kita mencintai proses bukan karena proses itu enak. Tapi karena hasil memang tidak datang secara tiba-tiba ataupun terjadi begitu saja secara kebetulan. Hasil selalu tumbuh, karena ada upaya yang dilakukan secara konsisten setiap hari. Melakukan apapun secara berulang, penuh konsistensi.

 


Terkadang, proses itulah yang melatih semangat, menguji kesabaran kita. Ikhtiar kita pun butuh proses sekalipun melelahkan kita. Makanya proses selalu butuh waktu yang panjang, butuh perjuangan bahkan pengorbanan. Untuk bisa mencapai puncak dari proses itu sendiri, untuk menunjukkan hasil terbaiknya.

 

Hargai proses yang kita lakukan di mana pun. Percayalah kegagalan tidak pernah menyuruh kita untuk menyerah. Justru ia menyuruh kita untuk berjuang jauh lebih keras. Lebih disiplin dan lebih konsisten lagi. Jangan pikirkan bagaimana caranya untuk cepat sukses. Tapi pikirkanlah bagaimana caranya untuk tetap setia pada sebuah proses.

 

Begitulah proses yang dijalani di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Untuk selalu berproses mengurus taman bacaan dan melayani aktivitas membaca dan belajar bersama. Sebab setiap proses mungkin memberikan banyak kegagalan, tapi setiap kegagalan pasti memberikan makna besar pada setiap keberhasilan.

 

Jadi, cintai prosesnya dan pelajari kegagalannya. Salam literasi!

 


TAHTA DAN AIR MATA: Drama Musikal Adaptasi karya Shakespeare Warnai Bulan Bahasa dan Sastra 2025 di Unindra

Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) mempersembahkan drama musikal “Tahta dan Air Mata”, adaptasi bebas dari karya legendaris William Shakespeare King Lear. Pementasan kolaboratif yang diproduksi Lembaga Pengembangan Bahasa Unindra ini disiarkan secara eksklusif oleh TVRI Jakarta pada Selasa, 28 Oktober 2025 pukul 13.00 WIB, dan dapat disaksikan serentak melalui aplikasi TVRIKlik kanal TVRI DKI.

 

Kegiatan ini menjadi bagian dari perayaan Bulan Bahasa dan Sastra 2025, yang setiap tahun digelar sebagai bentuk apresiasi terhadap bahasa, sastra, dan budaya Indonesia  Melalui karya ini, Unindra menunjukkan bahwa kampus bukan hanya ruang akademik, tetapi juga wadah ekspresi seni dan kreativitas mahasiswa.

 

Rektor Unindra, Prof. Dr. Sumaryoto, memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini yang dilaksanakan secara Mandiri oleh Lembaga Pengembangan Bahasa dengan dukungan Unindra. Rektor mengharapkan  agar kegiatan semacam ini dapat terus digelar secara mandiri oleh sivitas akademika Unindra.

 

Kepala Lembaga Pengembangan Bahasa Unindra M Kabul Budiono menyatakan bahwa,  kampus bukan hanya ruang akademik, tetapi juga wadah ekspresi seni dan kreativitas mahasiswa, seiring upaya literasi Bahasa dan sastra Indonesia, serta media memahami karya luar negeri dan membumikannya sesuai seni budaya Indonesia.

 

M Kabul Budiono menegaskan, keberhasilan pentas ini tidak lepas dari kerja keras Sekretaris Lembaga Pengembangan Bahasa, Dr. M. Sulhan, dan Koordinator Program Bahasa, Puji Anto, M.Pd. Keduanya menangani mulai dari penyiapan naskah, penyusunan aransemen musik yang dinyanyikan langsung oleh para pemain, pelatihan Duta Bahasa Unindra, perancangan latar visual panggung, hingga mengawal rekaman drama di TVRI DKI Jakarta.

 


Perencanaan kegiatan  dilakukan bersama Yayasan Rumah Budaya Puspobudoyo yang diketuai oleh Sashri Darsono. Drama musikal ini merupakan karya perdana kolaborasi antara Unindra dan TVRI DKI Jakarta, yang diharapkan menjadi tonggak awal kerja sama kreatif di masa mendatang.

 

Pujianto selaku salah seorang penulis naskah adaptasi menyatakan, para pemeran utama berasal dari Duta Bahasa Unindra, yang meskipun hanya berlatih sebanyak empat kali, mampu menampilkan permainan yang memukau berkat kesungguhan dan dedikasi.

 

Pementasan semakin semarak dengan penampilan penyanyi dan penari berbakat Farel Syahdan, serta partisipasi Sanggar Unindra yang memperindah suasana dengan tari Gambyong. "Sentuhan budaya lokal ini memberi warna khas Indonesia pada adaptasi kisah klasik Barat, menghadirkan perpaduan antara sastra dunia dan identitas bangsa.

 

“Tahta dan Air Mata bukan sekadar hiburan, tetapi juga refleksi tentang ambisi, kasih sayang, dan kemanusiaan — nilai yang relevan di setiap zaman,” ujar M. Sulhan.

 

Melalui program ini, Unindra dan TVRI DKI Jakarta menegaskan komitmennya dalam menumbuhkan literasi bahasa dan sastra serta menumbuhkan kecintaan terhadap seni pertunjukan di kalangan generasi muda.

 

Drama musikal ini ditayangkan di TVRI DKI Jakarta 28 Oktober 2025 mulai 13.00 WIB dan aplikasi TVRI Klik kanal stasiun DKI Jakarta.

Minggu, 26 Oktober 2025

SAN Chapter Bogor Gelar Sekolah Nusantara 2025 di TBM Lentera Pustaka, Ajak Anak Berkarya

Bertajuk “Petualangan Cerdas Anak Nusantara: Belajar, Berkarya, dan Peduli Lingkungan”, SAN Chpater Bogor menggelar Sekolah Nusantara 2025 sebulan lebih selama periode 26 Oktober - 30 November 2025 (setiap hari Minggu) di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Aktivitas perdana resmi dibuka pada Minggu, 26 Oktober 2025 dengan melakukan aktivitas bersama 80 puluhan anak pembaca aktif.

 

Melalui Sekolah Nusantara 2025, SAN Chapter Bogor menjalankan berbagai kegiatan seperti: games seru, membaca buku, eksperimen sains, talk about technology, belajar matematika, dan membuat kerajinan, di samping diskusi kepedulian sosial antara aktivis SAN Chapter Bogor nersama relawan TBM Lentera Pustaka.

 

“Kami senang dapat berkolaborasi dengan TBM Lentera Pustaka dalam kegiatan Sekolah Nusantara 2025 ini. Inilah momen kami untuk saling belajar, berbagi, dan bertumbuh bersama untk anak-anak Indonesia melalui pemberdayaan literasi di masyarakat secara nyata” ujar Ketua SAN Shapter Bogor kemarin.

 

Diterima oleh tim relawan TBM Lentera Pustaka dan disaksikan oleh para ibu pengantar anak ke TBM, SAN Chapter Bogor menegaskan kepedulian sosialnya terhadap taman bacaan sebagai upaya meningkatkan minat baca dan literasi, serta memberdayakan masyarakat melalui akses terhadap pengetahuan dan pendidikan informal. Selain untuk menyediakan akses buku bacaan yang mudah, taman bacaan memegang peran penting dalam membangkitkan minat baca anak usia sekolah di masyarakat sekaligus mendorong kebiasaan membaca. Sebagai bagian pendidikan informal, taman bacaan penting untuk menjalankan fungsinya dalam mendukung pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kebudayaan individu dan masyarakat lokal.

 


TBM Lentera Pustaka menyambut baik Sekolah Nusantara 2025 yang diinisiasi SAN Chapter Bogor sebagai upaya memotivasi anak-anak pembaca aktif untuk tetap berada di taman bacaan. Kolaborasi sangat penting di taman bacaan karena dapat memperluas jangkauan dan meningkatkan kreativitas kegiatan sehingga taman bacaan tetap eksis dan lebih relevan berdampak nyata bagi masyarakat.

“TBM Lentera Pustaka senang berkiolaborasi dengan SAN Chapter Bogor. Aktivitas seru dan sangat menyenangkan anak-anak kami. Inilah yang kami sebuat perbaiki keadaan perkuat harapan di taman bacaan untuk memastikan keberlanjutan program dan dampak literasi terhadap masyarakat” ujar Susi, Ketua Harian TBM Lentera Pustaka didampingi Alwi, Koordinator Relawan di TBM Lentera Pustaka kemarin.

 

Untuk diketahui, tahun 2025 ini, TBM Lentera Pustaka genap berusia 8 tahun eksistensinya sejak didirikan pada 2017 lalu. Dan kini TBM Lentera Pustaka terus berkembang dan tumbuh bersama masyarakat dengan melayani lebih dari 200 anak pembaca aktif dengan 360-an pengguna layanann setiap minggunya yang berasal dari 4 desa di Kec. Tamansari Kab. Bogor. Didukung oleh 18 relawan aktif, TBM Lentera Pustaka berkomitmen untuk terus melayani aktivitas taman bacaan secara konkret dengan komitmen dan konsistensi yang terus berlanjut hingga kini. Di usianya yang ke-8, TBM Lentera Pustaka akan menggelar pesatnya rakyat taman bacaan bertajuk Festival Literasi Gunung Salak #8 sebagai ajang kreasi dan hiburan rakyat taman bacaan pada Minggu, 23 November 2025 nanti untuk harkan senyum anak Indonesia. Salam literasi! #SANChapterBogor #TBMLenteraPustaka #FestivalLiterasiGunungSalak

 





Jumat, 24 Oktober 2025

Mahasiswa Unindra Luncurkan Buku Paradoks AI, Hasil Kuliah Jurnalistik

Sebagai upaya mengungkap realitas penggunaan AI (Artificail Intelligence) di masyarakat dan menyambut Hari Sumppah Pemuda, mahasiswa semester VII PBSI FBS Universitas Indraprasta PGRI meluncurkan buku “Paradoks AI”, sebuah buku kumpulan liputan jurnalistik di Kampus Unindra (25/11/2023). Buku ini menegaskan, semakin sederhana manusia berpikir, maka semakin sulit bagi AI.

 

Sebagai generasi muda, 45 mahasiswa peserta kuliah Jurnalistik yang diampu dosen Dr. Syarifudin Yunus, M.Pd ditugaskan untuk meliput, mewawancarai,  dan membuat berita terkait AI. Diterbitkan oleh Lovrinz Publishing, buku setelab 189 halaman ini setidaknya memberi pesan pentingnya penggunaan AI secara hati-hati, bukan asal pakai.

 

Paradoks AI menjadi sebuah gambaran keanehan atau kontradiksi tentang kecerdasan buatan bekerja dan memengaruhi manusia. AI diciptakan untuk membantu manusia berpikir lebih baik, tetapi bisa membuat manusia berpikir lebih sedikit. Banyak orang terbiasa menggunakan google maps tapi justru hidupnya kehilangan arah. Ada paradoks etika dan sosial pada AI. Sebab semakin pintar AI, semakin besar pertanyaan moral dan tanggung jawab manusia. Maka hati-hati, AI bisa menjadi peluang sekaligus ancaman.  AI tetap menjadi paradoks, mampu melakukan hal-hal yang sulit bagi manusia tetapi kesulitan melakukan hal-hal yang mudah bagi manusia. Semakin sederhana bagi manusia, sering kali semakin sulit bagi AI. Apakah AI benar-benar mempermudah hidup manusia, atau justru membuat manusia kehilangan nilai-nilai kemanusiaan?

 

"Buku Paradoks AI ini karya kolaborasi antara dosen pengampu mata kuliah jurnalistik dengan mahasiswanya. Buku ini jadi bukti mahasiswa harus memahami cara kerja jurnalistik, di samping cara memanfaatkan AI dalam kehidupan sehar-hari. Dari buku ini, mahasiswa menjalani proses jurnalistik yang paripurna. Dari siapkan bahan, meliput, mewawancarai dan membuat berita " ujar Dr. Syarifudin Yunus, M.Pd. , dosen pengampu Jurnalistik Unindra di sela peluncuran buku.

 


Di tengah pesatnya ilmu jurnalistik, mahasiswa dituntut harus memahami cara kerja jurnalistik, di samping menjadikan jurnalistik dan media sebagai proses dan keterampilan. Mampu menjadikan jurnalistik sebagai sarana meliput dan menulis untuk berbagi peristiwa atas dasar data dan fakta, di samping menyajikan informasi yang layak. Di balik buku ini, mahasiswa belajar jurnalistik sambil menuliskan dan mempublikasikannya sendiri.

 

Maka di kalangan anak muda, kaum millenial dan Gen Z, AI bukan hanya soal teknologi digital semata. Tapi soal kesiapan cara pakai dan implementasi keseharian dengan memperhatikan aspek kognitif dan pengetahuan yang objektif. Bukan malah menjadi malas berpikir. Buku ini, mempertemukan antara teori dan praktik dalam jurnalistik. Kuliah sambil menulis sebagai proses meningkatkan keterampilan mahasiswa.  Seperti dikatakan dalam buku "Jurnalistik Terapan" karya Syarifudin Yunus, bahwa sinergi teori dan praktik harus berujung pada karya jurnalistik.

 

Buku liputan jurnalistik "Paradoks AI” ini mengungkap secara sederhana, sehebat apapun AI tetap harus bertumpu pada akal sehat dan hati nurani, bukan hanya sekedar gampangnya memperoleh jawaban. Salam Jurnalistik! #ParadoksAI #KuliahKurnalistik #MahasiswaUnindra

Reputasi Tidak Dibangun dari Mulut

Ini sebuah otokritik tentang “reputasimu tidak dibangun dari mulutmu”. Tidak ada reputasi yang dibentuk dari mulut atau kata-kata. Reputasi seseorang tidak ditentukan oleh apa yang ia katakan tentang dirinya sendiri atau oleh omongan semata. Melainkan oleh tindakan nyata, perilaku, dan konsistensi dalam jangka waktu yang panjang.

 

Banyak orang salah sangka: mereka mengira agar punya reputasi harus banyak omong atau menyingkirkan orang lain. Sangat salah bila ingin dihormati, seseorang harus tampil menonjol dan berbicara paling lantang. Justru orang-orang yang sedikit bicara tapi dalam tindakannya penuh makna seringkali paling disegani. Reputasi itu lahir dari kinerja, dari tindakanya nyata yang diperbuat. Jangan bilang dirinya baik, bila tidak tahu dan tidak pernah berbuat baik.

 

Sebauh penelitian psikologi sosial di University of California, ditemukan bahwa individu yang mampu menjaga ketenangan dan berbicara seperlunya dianggap lebih kompeten dan dapat dipercaya dibanding mereka yang terlalu sering berbicara tanpa arah apalagi menjelekjelekkan orang lain. Diam tapi berkelas bisa jauh lebih nyaring daripada seribu kata-kata orang yang arogan dan subjektif. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat fenomena ini di mana saja. Di ruang kerja, di organisasi, ada orang yang selalu berpendapat di setiap rapat, tapi justru tidak pernah benar-benar didengar. Sebab otaknya terlalu subjektif, gayanya terlampau arogan. Sebaliknya, ada sosok yang hanya berbicara sedikit saja tapi punya sikap tegas. Setiap kalimatnya membuat orang lain berhenti dan berpikir. Orang seperti ini tidak butuh banyak bicara untuk didengar, karena ketenangan dan karakternya sudah berbicara lebih keras.

 

Jadi, reputasi tidak dibentuk dari mulut atau kata-kata. Sebab kata-kata mudah diucapkan tapi tindakanlah yang menunjukkan karakter sebenarnya. Reputasi itu terbentuk dari rekam jejak, bukan retorika. Reputasi lahir dari karya nyata bukan obsesi atau narasi semata. Orang lain menilai reputasi kita berdasarkan apa yang kita lakukan, bukan apa yang kita klaim. Contohnya: seseorang bisa mengatakan dirinya jujur, tapi jika sering menipu, reputasinya tetap akan dikenal sebagai pembohong. Seseorang bisa bilang pendapatnya objektif tapi keluar dari mulutnya sendiri (bukan dari orang lain) reputasinya akan dikenal sangat subjektif. Begitulah nyatanya di lapangan.

 


Reputasi tidak lahir dari kata-kata. Ketenangan adalah bahasa paling kuat dari reputasi dan kepercayaan diri. Orang yang tenang dan bersikap tegas menunjukkan dirinya tidak perlu membuktikan apapun. Dalam situasi ditekan sekalipun, ketenangan adalah tanda seseorang telah menguasai dirinya sendiri. Ketika kita mampu tetap stabil di tengah arogansi kekuasaan, orang lain melihat kita bukan hanya sebagai sasaran pembicaraan, tetapi sebagai sosok yang berwibawa. Saat orang banyak sibuk bergunjingatas nama rapat dan diskusi, sementara kita tetap kalem dan berbicara dengan nada datar namun tegas. Saat itu kita sedang memegang kendali. Begitulah reputasi bekerja.

 

Reputasi itu kebenaran. Maka orang yang benar tidak perlu membenarkan dirinya setiap saat. Justru, orang yang selalu sibuk menjelaskan dirinya justru terlihat tidak yakin dengan pendiriannya. Orang yang benar tahu bahwa waktu dan tindakan akan membuktikan segalanya. Bicaralah seperlunya, karena yang penting bukan seberapa banyak kata, tapi seberapa tepat pesan yang sampai. Ketika kita dikritik atau disalahpahami, tidak semua situasi perlu direspons panjang lebar. Kadang, cukup dengan diam yang elegan dan hindari orang tersebut atau organisasinya. Sebab, orang yang paham bahwa kebenaran tidak butuh pembelaan di mana pun.

 

Reputasimu tidak dibangun dari mulutmu. Sebab reputasi seseorang tidak ditentukan oleh apa yang ia katakan tentang dirinya sendiri, atau oleh omongan semata, melainkan oleh tindakan nyata, perilaku, dan konsistensi dalam jangka waktu panjang.

Tidak akan pernah ada “orang yang baru kemarin” nongol lalu punya reputasi. Dia hanya punya kuasa bukan kinerja. Bahkan caranya mencapai kekuasaan pun bisa dipahami orang banyak. Arogan, subjektif, bahkan kotor. Jadi pesan pentingnya, “Bangun reputasi lewat perbuatan, bukan sekadar ucapan”.

 

Dan sejatinya, reputasi siapappun sejatinya lahir dan tumbuh dari integritas, bukan dari banyak bicara dan subjektivitas. Reputasi lahir dari kesesuaian ucapan dan tindakan, bukan dari omongan ke omongan. Ketika tindakanmu berbicara, kata-katamu menjadi sekadar pelengkap. Reputasi hanya mengingatkan, diammu harus punya makna dan bicaramu harus punya arah. Salam literasi!

Kenikmatan Membaca Tanpa Akhir di Taman Bacaan

Sudah pasti, otak manusia tidak tahan terhadap rasa ingin tahu. Akal manusia selalu mencari tahu. Begitu ada pertanyaan menggantung di kepalanya, maka otak berusaha keras untuk menemukan jawabannya. Karena ingin tahu, itulah kenapa strategi pertama adalah memancing rasa penasaran otak sebelum mulai membaca. Ingin tahu yang membuat orang mau belajar.

 

Sebagian besar orang hanya ingin tahu dari membaca. Maka untuk mau membaca, perlu menyajikan banyak pertanyaan. Sebagai tanda kita sebagai mausia banyak tidak tahunya, bukan justru merasa tahu segalanya atau sok tahu. Membaca dimulai dari ras ingin tahu, bukan perintah apalagi  imbauan semata.

 

Menjawab rasa ingin tahu, itulah cara sederhana untuk memulai membaca. Seperti yang terjadi pada puluhan anak-anak TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Minimal seminggu 3 kali anak-anak usia sekolah dari 4 desa secara rutin membaca buku. Meluangkan waktu khusus untuk membaca, bukan karena ada event atau CSR. Membaca yang kini sudah jadi kebiasaan, membaca sebagai sbuah tradisi. Anak-anak yang tidak langsung membuka buku, tapi bertanya dalam hati yang menantang otaknya, seperti: “Kenapa candi Borobudur bisa terjadi?”, atau “Bagaimana bila matahari tidak bersinar?”. Atau “Bagaimana bila sang proklamator tidak menyebut Merdeka?” Pertanyaan-pertanyaan yang harus dicari jawabannya di buku. Maka bertanya adalah bahan bakar alami bagi motivasi anak untuk membaca.

 

Anak-anak yang terbiasa membaca di TBM Lentera Pustaka, datang sebelum jam baca tiba, memberi salam, antre mencari buku yang akan dibacanya, duduk manis sambil memegang buku, lalu membaca buku sepenuh hati. Kurang lebih 1,5--2 jam untuk membaca. Dan saat selesai meminta kartu baca untuk di paraf oleh wali baca. Membaca di taman bacaan, seperti kenikmatan tanpa akhir bagi anak-anak.  Membaca sebagai pengalaman nyata.

 


Membaca atau belajar di mana pun, bukanlah kewajiban apalagi jadi sebab otak tertekan. Karena tugas otak “harus” menolak semua kewajiban atau tekanan. Karena itu, bully atau perundungan di sekolah atau di kampus dilarang. Jadilanlah membaca atau belajar sebagai sistem reward otak dan rasa ingin tahu yang menyalakannya. Jadi, jika kita ingin otak ketagihan membaca, berhentilah memaksa diri untuk “membaca karena ingin pintar” atau biar doibilang “kutu buku”. Membacalah karena kita penasaran akan dunia. Membaca karena ingin mencari jawaban dari rasa tidak tahu. Karena membaca harus asyik dan menyenangkan dalam mencari tahu. Membaca tidak akan berhenti meski jam baca sudah berakhir. Bila sudah waktunya tiba, anak-anak berangkatd an melangkah ke taman bacaan. Begitu yang terjadi di TBM Lentera Pustaka.

 

Membaca bukan sekadar kegiatan belajar; ia adalah latihan mental, spiritual, dan emosional yang mengubah cara anak-anak melihat dunia. Ketika kita tahu bagaimana bekerja sama dengan otak, bukan melawannya, membaca akan menjadi kebiasaan alami, bukan beban. Maka kuncinya bukan di kuantitas waktu membaca, tapi di kualitas pengalaman membaca itu sendiri. Seberapa sering anak-anak punya pengalaman membaca? Saat otak menemukan makna, rasa ingin tahu, dan penghargaan dalam setiap prosesnya, membaca akan terus mencari pengalaman itu lagi dan lagi.

 

Berhentilah berperang dengan rasa malas. Berhentilah bersikap merasa paling tahu.  Mulailah menata ulang cara memperlakukan otak dengan tantangan, rasa penasaran, dan rasa iingin tahu. Saat kondisi itu terjadi, kita tidak lagi perlu motivasi eksternal. Karena otak kita sudah menemukan satu hal yang tidak bisa dilepaskannya: kenikmatan membaca tanpa akhir. Sehingga membaca tidak lagi perlu dipaksa, ia tumbuh dengan sendirinya dari dalam diri si anak. Salam literasi!





Rabu, 22 Oktober 2025

Bersama Anak-anak, Ibu-ibu Pun Ikut Membaca di Taman Bacaan

Di zaman begini menanamkan anak disiplin membaca memang tidak mudah. Seperti menanam pohon, membuat anak disiplin membaca butuh waktu, perhatian, dan keteladanan. Agar tumbuh kuat dan berakar dari dalam. Orang tua, lingkungan sosial, sekolah bahkan taman bacaan masyarakat perlu bahu-membahu untuk membangun tradisi disiplin membaca di kalangan anak-anak.

 

Peran itulah yang dijalankan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor yang selalu memfasilitasi akses bacaan untukanak-anak usia sekolah. Minimal seminggu 3 kali, anak-anak dari 4 desa secara rutin membaca di taman bacaan. Membaca buku yang dijadikan aktivitas penyeimbang sepulang sekolah, bahkan daripada bermain gadget. Selain disiplin membaca buku, anak-anak TBM Lentera Pustaka pun saling berinteraksi dan berkreasi di taman bacaan. Menariknya, ibu-ibu yang mengantar anaknya ke taman bacaan pun ikut membaca.

 

Disiplin memang dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil, seperti membaca buku secara rutin. Bila jam baca tiba, anak=anak datang tepat waktu, mengambil buku di rak, hingga mengembalikan buku ke tempat semual setelah usai membaca. Melalui disiplin membaca, pada akhirnya terbentuk karakter anak-anak yang baik dan kokoh. Di TBM lentera Pustaka, disiplin bukanlah hukuman, melainkan pembiasaan.

 


Disiplin membaca juga jadi simbol pentingnya anak-anak menghargai setiap usaha kecil, seperti mengatur waktu untuk selalu dekat dengan buku. Sekecil apa pun, perilaku disiplin anak-anak patut diberikan apresiasi. “Terima kasih Nak, sudah datang dan rajin membaca buku di taman bacaan”.

 

Disiplin membaca yang terjadi di TBM lentera Pustaka juga tidak lepas dari peran orang tua, yang selalu mengantar anaknya ke taman bacaan. Sebab disiplin membaca akan lebih kuat bila mendapat dukungan dari rumah, dari orang tua. Sehingga kebiasaan membaca menjadi bagian yang diajarkan di lingkungan keluarga dan taman bacaan itu sendiri.

 

Tentu, melatih disiplin membaca anak-anak tidak bisa instan. Tapi hasilnya akan terasa sepanjang hidup anak-anak nantinya. Saat pengelola atau relawann sabar menuntun langkah kecil anak-anak untuk membaca mka perlahan akan lahir generasi bangsa yang tangguh, bertanggung jawab, dan berkarakter kuat. Karena sejatinya, disiplin bukan hanya tentang patuh pada aturan, tapi tentang menghormati waktu, tanggung jawab, dan diri sendiri seperti yang dibiasakan anak-anak TBM Lentera Pustaka. Salam literasi!





Selasa, 21 Oktober 2025

Kelas Prasekolah TBM Lentera Pustaka, Tanamkan Karakter Anak Sejak Dini

 

Dalam hidup, terkadang ada hal-hal penting yang mungkin tidak terlihat atau tidak dipuji orang. Tapi justru menjadi acuan dan penopang utama. Ibarat, seperti akar pada pohon, meski tersembunyi di bawah tanah, tapi akarlah yang memberi kekuatan agar pohon tetap bisa berdiri tegak dan tumbuh. Kokoh, hingga menghasilkan buah yang bisa dinimkati orang banyak.

 

Begitu juga manusia, kadang yang paling berarti bukan yang terlihat di permukaan (popularitas, penampilan, kekayaan). Melainkan yang tersembunyi seperti ikhitar baik, dukungan keluarga, keteguhan hati, atau menebar manfaat kepada sesama. Seperti yang dilakukan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Setiap Selasa-Kamis dan Minggu, selalu ada puluhan anak usia prasekolah (sebulum SD) yang belajar calistung dan berkreasi di KElas PRAsekolah (KEPRA) TBM Lentera Pustaka. Anak-anak yang akhirnya punya ruang untuk belajar dan membaca sejak dini. Sebuah kebiasaan yang sudah ditanamkan di kalangan anak-anak. Menariknya, mereka semua diantar ibunya saat jam belajar di taman bacaan waktunya tiba. Kelas Prasekolah di TBM Lentera Pustaka, memang tidak terlihat tapi berdampak nyata

 

Selain kelas prasekolah, TBM Lentera Pustaka punya program seperti Taman Bacaan Masyarakat sebagai tempat membaca anak-anak usia sekolah dari 4 desa pada Rabu0Jumat dan Minggu. Ada pula GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA), motor baca keliling (NOBAKE), yatim binaan (YABI), jompo binaan (JOMBI), Donasi Buku (DONBUK), Literasi Digital (LITDIG), Literasi Finansial (LITFIN) dan lainnya.  Aktivitas sosial yang memang tidak terlihat, bahkan bisa disebut “jalan sunyi pengabdian’. Akan tetapi, di situlah ruang perbuatan baik dan menebar manfaat menjadi terbuka. Sekaligus untuk menyediakan akses bacaan bagi anak-anak kampung yang selama ini “kebingungan” mau ke mana membaca buku?

 


Harus diakui, hari ini anak-anak Indonesia dihadapkan pada terlalu banyak aturan tapi terlalu sedikit teladan. Anak-anak jadi lebih peka terhadap tindakan daripada kata-kata. Banyak orang tua sibuk mengatur tetapi tidak memberi contoh. Banyak guru melarang tapi tidak dkasih teladan. Dan akhirnya, anak-anak hanya menangkap sinyal ketidakkonsistenan. Anak-anak yang belajar memanipulasi situasi, bukan memahami nilai moralnya sendiri Maka TBM Lentera Pustaka berkomitmen untuk menjadi tempat yang asyik dan menyenangkan untuk anak-anak belajar dan menenukan jati dirinya, sekaligus menanamkan karakter yang baik sejak dini.

 

Jadi teruslah berbuta baik di taman bacaan. Jangan meremehkan sesuatu hanya karena tidak terlihat atau tidak tahu, karena seringkali hal itu adalah fondasi yang paling penting untuk anank-anak kita seperti berkiprah di taman bacaan. Dan yang penting, jangan terlalu banyak mebgeluh apalagi sibuk mencari kesalahan orang lain, sampai lupa memperbaiki diri sendiri. Salam literasi!




Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Gelar Seminar Dinamika Investasi di Tengah Turbulensi Ekonomi

Sebagai bagian dari memberikan pemahaman dalam pengelolaan dana pensiun, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menggelar seminar bertajuk “Dinamika Investasi di Tengah Turbulensi Ekonomi” di Agro Plaza Jakarta (22/10/2025). Bertindak sebagai narasumber yaitu Hidayat Amir PhD (Direktur Strategi & Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu RI) dan Prof. Telisa Aulia Falianty (Guru Besar dan Pengajar Senior FEB UI) dengan moderator Pitono (Pengurus ADPI). Acara ini dihadiri 120 peserta dari berbagai DPPK dan dibukan oleh Abdul Hadi (Ketua Umum ADPI). Turut hadir Sularno (Sekjen), Abdul Hadie (Bendahara), Budi Sulisijo (Direktur Eksekutif ADPI), dan para pengurus ADPI.

 

“ADPI punya peran strategis dalam mendorong industri dana pensiun untuk terus tumbuh ke depan. Karena itu, ADPI selalu memperkuat Dana Pensiun dikelola secara profesional dan akuntabel. Salah satunya memberikan pencerahan melalui seminar dinamika investasi di tengah turbulensi ekonomi untuk memberikan pencerahaan kepada anggota ADPI, di samping adaptasi strategi investasi sesuai kondisi ekonomi saat ini” ujar Adbudl Hadi, Ketua Umum ADPI dalam sambutannya.

 

 

Melalui seminar “Dinamika Investasi di Tengah Turbulensi Ekonomi” ini dipaparkan tentang dinamika investasi yang menyangkut perubahan, pergerakan, atau penyesuaian dalam dunia investasi seperti: nilai aset, perilaku investor, strategi keuangan, dan arah aliran dana yang masuk atau keluar dari pasar tertentu. Karena itu, investasi itu tidak statis selalu berdinamika sesuai kondisi ekonomi. Apalagi di tengah turbulensi ekonomi atau ketidakstabilan dalam ekonomi  menjadikan pasar keuangan menjadi tidak menentu. Karena itu diperlukan, kemampuan membuat keputusan investasi yang hati-hati dan tetap memperhatikan kepentingan peserta dana pensiun. Di seminar ini dibahas pula outlook ekonmi Indonesia tahun 2026.

 


Dinamika investasi di tengah turbulensi ekonomi pada akhirnya mengyiratkan bagaimana strategi investasi berubah, bereaksi, dan beradaptasi ketika kondisi ekonomi sedang tidak stabil. Saat inflasi naik, maka investasi cenderung pindah ke aset yang tahan inflasi. Saat suku bunga tinggi, investasi bisa mengalihkan dana dari saham ke obligasi karena imbal hasilnya lebih menari, dan saat ekonomi global lesu, maka investasi mungkin perlu menahan diri. Intinya, dalam turbulensi ekonomi, investasi bukan berhenti, tapi beradaptasi. Investasi yang tidak hanya selalu mencari untung, tapi yang mampu membaca perubahan dan menyesuaikan arah sesuai kondisi ekonomi.

 

Seminar ini sekaligus menjadi bagian memperkuat literasi dana pensiun di Indonesia. Utamanya terkaiy sustainability dana pensiun, keberlanjutan pengelolaan Dana Pensiun yang dipengaruhi oleh penerapan tata kelola, dukungan pendanaan, pengelolaan investasi, dan profil risiko yang dikaitkan dengan isu kesesuaian antara strategic asset allocation investasi dengan profil liabilitas Dana Pensiun sehingga berdampak pada tingkat kesehatan (TKS) Dana Pensiun.

 

Untuk diketahui, per Juni 2025, ADPI mengelola aset sebesar Rp. 239,7 triliun atau 61% daritotal aset kelolaan dana pensiun sukarela (DPPK & DPLK). Jumlah DPPK saat ini mencapai 162 dana pensiun dengan melayani 1,27 juta peserta. Komposisinya DPPK PPMP sebanyak 898 ribu peserta (70%) dan DPPK PPIP sebanyak 377 ribu peserta (30%). Ke depan, ADPI bersama anggotanya akan terus mengoptimalkan tata kelola dan pensiun dan manajemen risiko yang efektif sebagaimana tertuang dalam peta jalan dana pensiun 2024-2028, di samping memberi kontribusi terhadap keberlanjutan dana pensiun secara berkualitas di Indonesia.

 


Dana Pensiun: Manfaat Pasti atau Iuran Pasti?

Ada yang bertanya, kapan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan kapan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)? Pertanyaan itu mungkin lazim disampaikan di ruang public. Tapi cara menjelaskannya memang berbeda. Sebagai bagian edukasi dana pensiun, mungkin perlu ilustrasi agar lebih mudah dipahami. Kita tahu, secara prinsip, PPMP itu program pensiun di mana jumlah manfaat pensiun sudah ditetapkan sejak awal, sedangkan PPIP adalah program pensiun di mana manfaat pensiun bergantung pada akumulasi iuran yang disetor dan hasil pengembangannya. 

 

Dapat dikatakan PPMP sama dengan “janji pensiun”, sedangkan di PPIP “tidak ada janji” untuk pensiun. Jadi, PPMP dan PPIP hanya soal mau janji atau tidak janji soal urusan uang pensiun.

 

Sebagai ilustrasi saja, sebut saja ada 3 orang Ibu (A, B, dan C). Ketiga ibu itu pasti sayang anak dan akan mempersiapkan pendidikan anaknya untuk kuliah dengan sekuat tenaga. Ibu A dan B “berjanji” akan siapkan biaya kuliah anaknya 10 tahun lagi untuk “perguruan tinggi keren” sebesar Rp300juta. Ibu A dan B yakin kalau biaya ini tidak akan  berubah di kemudian hari.  Maka Ibu A dan B mulai menabung untuk “janji” kuliah anaknya. Dari uang yang ditabung, keduanya memperkirakan akan mendapat  bunga sebesar 10% setiap tahun selama 10 tahun. Tentu,  perkiraan 10% bisa tepat tapi bisa pula tidak tepat tergantung kondisi ekonomi yang berjalan. Sementara Ibu C hanya menabung dengan jumlah yang sama tapi “tidak janji” anaknya bisa kuliah di “perguruan tinggi keren”. Sebab Ibu C tahu, tabungannya bisa kurang dari  Rp300juta, bisa pula sama atau mungkin bisa lebih. Ibu C “tidak  berjanji” kepada anaknya, berbeda dengan Ibu A dan B yang jani ke anaknya.

 

Seiring waktu berjalan, ternyata ibu A dan Ibu B” punya kondisi ekonomi dan tindakan yang  berbeda. Karena kondisi keuangannya maka prioritasnya berubah dan tabungan untuk kuliah anaknya “sedikit” terganggu sehingga bida memengaruhi “janjinya” di kemudian hari. Sementara Ibu C karena “tidak janji”, dia hanya konsisten menabung rutin untuk biaya kuliah anak 10 tahun lahi.

 

Pada kenyataannya, Ibu A memang mengabaikan kondisi apakah  nantinya dia akan mampu atau tidak untuk memenuhi “janji” kuliah anaknya dan ternyata Ibu A memag mampu. Tapi Ibu B, seiring waktu akhirnya sadar bahwa dia tidak mampu memenuhi “janji” untuk kuliah anaknya karena alasan keuangan alias tidak mampu menepati “janjinya’. Sementara Ibu C, dari semula dia tahu bahwa faktor ekonomi pasti berfluktuasi, sehingga memilih untuk tidak berjanji yang  muluk-muluk kepada anaknya.

 

Ilustrasi Ibu A, B, dan C itulah sebagai ilustrasi yang dapat mewakili cara pandang  kita tentang perbedaan PPMP dan PPIP di dana pensiun. PPMP karakteristiknya “ada janji” sehingga 1) iuran dihitung dari waktu ke waktu, 2) manfaatnya ditentukan di depan, 3) hasil investasinya fluktuatif, bila kinerjanya baik tidak masalah tapi bila kinerjanya buruk maka bebannya ada di “si Ibu” (alias pemberi kerja). Sedangan di PPIP karakteristiknya “tidak berjanji” asal konsisten menabung sehingga 1) iuran ditetapkan di depan, 2) manfaatnya tidak ditentukan “di depan” tidak pula “di belakang” tergantung kondisi pasar, dan 3) hasil investasinya tetap fluktuatif tapi risikonya ada di si peserta.

 

Dalam kondisi yang “stabil”, siapapun yang “janji” atau “tidak janji” hampir tidak ada bedanya. PPMP dan PPIP terlihat tidak ada bedanya. Harapan dan kenyataan bisa bisa sesuai atau melebihi harapan. Tapi kita tidak akan tahu bila belum menjalaninya. Semuanya harus dijalankan dulu. Hanya saja di PPMP, bila tidak sesuai harapan  maka akan ada “dana tambahan” untuk memenuhi “janji” yang sudah ditetapkan, sementara PPIP tidak perlu karena tergantung besar iuran dan hasil pengembangannya selama menabung karena “tidak ada janji” yang harus dipenuhi.

 


Pada buku “Peta Jalan Dana Pensiun: dari OJK, salah satu poin adalah “pergeseran manfaat pasti ke iuran pasti”. Tentu, hal itu bukan tanpa alasan. PPMP yang “berjanji” bisa jadi punya risiko dan menjadikan beban pemberi kerja terus membengkan. Sementara PPIP yang “tidak janji” tingkat risikonya rendah dan bebannya ada di peserta. Bila peserta merasa kurang akumulasi dananya, silakan menambah besaran iuran yang ditabung secara sukarela. Kira-kira begitu.

 

PPMP tetap baik bila “janji” dapat terpenuhi dan sesuai harapan. Tapi bila “janji” makin sulit ditepati maka berpotensi jadi masalah di kemudian hari. Karena itu salah satu ikhtiar yang patut dipertimbangkan adalah “mengupayakan keseimbangan  antara kemampuan perusahaan dan harapan peserta” dalam hal program pensiun. Mau tetap di PPMP atau mulai melirik PPIP? Patut dicermati, dalamkurun 3 tahun terakhir, dana pensiun yang skemanya PPMP mengalami tren penurunan 5% per tahun. Karena itu, perlu antisipasi skema pensiun yang sesuai dengan kemampuan perusahaan (pemberi kerja). Agar dana pensiun tetap “mampu” memenuhi hak dan harapan peserta di kemudian hari. Bila begitu, mungkin skema PPIP patut menjadi pertumbangan. .

 

PPMP atau PPIP, tentu terserah masing-masing, Tapi patut dipertimbangkan dalam program pensiun beberapa hal seperti 1) pendanaan yang stabil – cost control, 2) potensi kemampuan keuangan, 3) kepastian manfaat bagi peserta, 4) kesetaraan manfaat, 5) potensi kenaikan manfaat pensiun di kemudian hari, 6) potensi dana tambahan, dan 7) pencatatan dan pengakuan beban akuntansi imbalan kerja. Di sisi lain, beberapa faktor juga harus diperhitungkan dalam program pensiun (PPMP atau PPIP) seperti 1) kinerja investasi, 2) tingkat bunga, 3) tingkat mortalitas peserta, 4) besaran iuran, dan 5) tingkat kenaikan penghasilan dan komponennya.

 

Jadi, dana pensiun mau PPMP atau PPIP harus dicermati. Intinya, harus ada spirit untuk “mengupayakan keseimbangan  antara kemampuan perusahaan  dan harapan peserta” dalam urusan program pensiun. PPMP risiko ada di pemberi kerja, sedangkan PPIP risiko ada di peserta. Mau manfaatnya yang dipastikan atau iurannya yang dipastikan? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukatorDanaPensiun