Ada yang bertanya, kapan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan kapan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)? Pertanyaan itu mungkin lazim disampaikan di ruang public. Tapi cara menjelaskannya memang berbeda. Sebagai bagian edukasi dana pensiun, mungkin perlu ilustrasi agar lebih mudah dipahami. Kita tahu, secara prinsip, PPMP itu program pensiun di mana jumlah manfaat pensiun sudah ditetapkan sejak awal, sedangkan PPIP adalah program pensiun di mana manfaat pensiun bergantung pada akumulasi iuran yang disetor dan hasil pengembangannya.
Dapat
dikatakan PPMP sama dengan “janji pensiun”, sedangkan di PPIP “tidak ada janji”
untuk pensiun. Jadi, PPMP dan PPIP hanya soal mau janji atau tidak janji soal urusan
uang pensiun.
Sebagai
ilustrasi saja, sebut saja ada 3 orang Ibu (A, B, dan C). Ketiga ibu itu pasti
sayang anak dan akan mempersiapkan pendidikan anaknya untuk kuliah dengan sekuat
tenaga. Ibu A dan B “berjanji” akan siapkan biaya kuliah anaknya 10 tahun lagi
untuk “perguruan tinggi keren” sebesar Rp300juta. Ibu A dan B yakin kalau biaya
ini tidak akan berubah di kemudian hari.
Maka Ibu A dan B mulai menabung untuk “janji”
kuliah anaknya. Dari uang yang ditabung, keduanya memperkirakan akan mendapat bunga sebesar 10% setiap tahun selama 10 tahun.
Tentu, perkiraan 10% bisa tepat tapi
bisa pula tidak tepat tergantung kondisi ekonomi yang berjalan. Sementara Ibu C
hanya menabung dengan jumlah yang sama tapi “tidak janji” anaknya bisa kuliah
di “perguruan tinggi keren”. Sebab Ibu C tahu, tabungannya bisa kurang dari Rp300juta, bisa pula sama atau mungkin bisa lebih.
Ibu C “tidak berjanji” kepada anaknya,
berbeda dengan Ibu A dan B yang jani ke anaknya.
Seiring
waktu berjalan, ternyata ibu A dan Ibu B” punya kondisi ekonomi dan tindakan yang
berbeda. Karena kondisi keuangannya maka
prioritasnya berubah dan tabungan untuk kuliah anaknya “sedikit” terganggu
sehingga bida memengaruhi “janjinya” di kemudian hari. Sementara Ibu C karena “tidak
janji”, dia hanya konsisten menabung rutin untuk biaya kuliah anak 10 tahun lahi.
Pada
kenyataannya, Ibu A memang mengabaikan kondisi apakah nantinya dia akan mampu atau tidak untuk
memenuhi “janji” kuliah anaknya dan ternyata Ibu A memag mampu. Tapi Ibu B,
seiring waktu akhirnya sadar bahwa dia tidak mampu memenuhi “janji” untuk kuliah
anaknya karena alasan keuangan alias tidak mampu menepati “janjinya’. Sementara
Ibu C, dari semula dia tahu bahwa faktor ekonomi pasti berfluktuasi, sehingga memilih
untuk tidak berjanji yang muluk-muluk
kepada anaknya.
Ilustrasi
Ibu A, B, dan C itulah sebagai ilustrasi yang dapat mewakili cara pandang kita tentang perbedaan PPMP dan PPIP di dana
pensiun. PPMP karakteristiknya “ada janji” sehingga 1) iuran dihitung dari
waktu ke waktu, 2) manfaatnya ditentukan di depan, 3) hasil investasinya fluktuatif,
bila kinerjanya baik tidak masalah tapi bila kinerjanya buruk maka bebannya ada
di “si Ibu” (alias pemberi kerja). Sedangan di PPIP karakteristiknya “tidak
berjanji” asal konsisten menabung sehingga 1) iuran ditetapkan di depan, 2)
manfaatnya tidak ditentukan “di depan” tidak pula “di belakang” tergantung
kondisi pasar, dan 3) hasil investasinya tetap fluktuatif tapi risikonya ada di
si peserta.
Dalam
kondisi yang “stabil”, siapapun yang “janji” atau “tidak janji” hampir tidak
ada bedanya. PPMP dan PPIP terlihat tidak ada bedanya. Harapan dan kenyataan
bisa bisa sesuai atau melebihi harapan. Tapi kita tidak akan tahu bila belum menjalaninya.
Semuanya harus dijalankan dulu. Hanya saja di PPMP, bila tidak sesuai
harapan maka akan ada “dana tambahan”
untuk memenuhi “janji” yang sudah ditetapkan, sementara PPIP tidak perlu karena
tergantung besar iuran dan hasil pengembangannya selama menabung karena “tidak
ada janji” yang harus dipenuhi.
Pada
buku “Peta Jalan Dana Pensiun: dari OJK, salah satu poin adalah “pergeseran manfaat
pasti ke iuran pasti”. Tentu, hal itu bukan tanpa alasan. PPMP yang “berjanji”
bisa jadi punya risiko dan menjadikan beban pemberi kerja terus membengkan.
Sementara PPIP yang “tidak janji” tingkat risikonya rendah dan bebannya ada di
peserta. Bila peserta merasa kurang akumulasi dananya, silakan menambah besaran
iuran yang ditabung secara sukarela. Kira-kira begitu.
PPMP
tetap baik bila “janji” dapat terpenuhi dan sesuai harapan. Tapi bila “janji”
makin sulit ditepati maka berpotensi jadi masalah di kemudian hari. Karena itu
salah satu ikhtiar yang patut dipertimbangkan adalah “mengupayakan keseimbangan
antara kemampuan perusahaan dan harapan peserta”
dalam hal program pensiun. Mau tetap di PPMP atau mulai melirik PPIP? Patut
dicermati, dalamkurun 3 tahun terakhir, dana pensiun yang skemanya PPMP
mengalami tren penurunan 5% per tahun. Karena itu, perlu antisipasi skema
pensiun yang sesuai dengan kemampuan perusahaan (pemberi kerja). Agar dana
pensiun tetap “mampu” memenuhi hak dan harapan peserta di kemudian hari. Bila begitu,
mungkin skema PPIP patut menjadi pertumbangan. .
PPMP
atau PPIP, tentu terserah masing-masing, Tapi patut dipertimbangkan dalam
program pensiun beberapa hal seperti 1) pendanaan yang stabil – cost control,
2) potensi kemampuan keuangan, 3) kepastian manfaat bagi peserta, 4) kesetaraan
manfaat, 5) potensi kenaikan manfaat pensiun di kemudian hari, 6) potensi dana
tambahan, dan 7) pencatatan dan pengakuan beban akuntansi imbalan kerja. Di
sisi lain, beberapa faktor juga harus diperhitungkan dalam program pensiun
(PPMP atau PPIP) seperti 1) kinerja investasi, 2) tingkat bunga, 3) tingkat mortalitas
peserta, 4) besaran iuran, dan 5) tingkat kenaikan penghasilan dan komponennya.
Jadi,
dana pensiun mau PPMP atau PPIP harus dicermati. Intinya, harus ada spirit
untuk “mengupayakan keseimbangan antara
kemampuan perusahaan dan harapan peserta”
dalam urusan program pensiun. PPMP risiko ada di pemberi kerja, sedangkan PPIP
risiko ada di peserta. Mau manfaatnya yang dipastikan atau iurannya yang
dipastikan? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukatorDanaPensiun
.jpeg)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar