Ini sebuah otokritik tentang “reputasimu tidak dibangun dari mulutmu”. Tidak ada reputasi yang dibentuk dari mulut atau kata-kata. Reputasi seseorang tidak ditentukan oleh apa yang ia katakan tentang dirinya sendiri atau oleh omongan semata. Melainkan oleh tindakan nyata, perilaku, dan konsistensi dalam jangka waktu yang panjang.
Banyak orang
salah sangka: mereka mengira agar punya reputasi harus banyak omong atau menyingkirkan
orang lain. Sangat salah bila ingin dihormati, seseorang harus tampil menonjol
dan berbicara paling lantang. Justru orang-orang yang sedikit bicara tapi dalam
tindakannya penuh makna seringkali paling disegani. Reputasi itu lahir dari
kinerja, dari tindakanya nyata yang diperbuat. Jangan bilang dirinya baik, bila
tidak tahu dan tidak pernah berbuat baik.
Sebauh penelitian
psikologi sosial di University of California, ditemukan bahwa individu yang
mampu menjaga ketenangan dan berbicara seperlunya dianggap lebih kompeten dan
dapat dipercaya dibanding mereka yang terlalu sering berbicara tanpa arah
apalagi menjelekjelekkan orang lain. Diam tapi berkelas bisa jauh lebih nyaring
daripada seribu kata-kata orang yang arogan dan subjektif. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita bisa melihat fenomena ini di mana saja. Di ruang kerja, di
organisasi, ada orang yang selalu berpendapat di setiap rapat, tapi justru tidak
pernah benar-benar didengar. Sebab otaknya terlalu subjektif, gayanya terlampau
arogan. Sebaliknya, ada sosok yang hanya berbicara sedikit saja tapi punya
sikap tegas. Setiap kalimatnya membuat orang lain berhenti dan berpikir. Orang
seperti ini tidak butuh banyak bicara untuk didengar, karena ketenangan dan
karakternya sudah berbicara lebih keras.
Jadi, reputasi tidak dibentuk dari mulut atau kata-kata. Sebab kata-kata
mudah diucapkan tapi tindakanlah yang menunjukkan karakter sebenarnya. Reputasi
itu terbentuk dari rekam jejak, bukan retorika. Reputasi lahir dari karya nyata
bukan obsesi atau narasi semata. Orang lain menilai reputasi kita berdasarkan apa
yang kita lakukan, bukan apa yang kita klaim. Contohnya: seseorang bisa
mengatakan dirinya jujur, tapi jika sering menipu, reputasinya tetap akan
dikenal sebagai pembohong. Seseorang bisa bilang pendapatnya objektif tapi
keluar dari mulutnya sendiri (bukan dari orang lain) reputasinya akan dikenal
sangat subjektif. Begitulah nyatanya di lapangan.
Reputasi tidak
lahir dari kata-kata. Ketenangan adalah bahasa paling kuat dari reputasi dan kepercayaan
diri. Orang yang tenang dan bersikap tegas menunjukkan dirinya tidak perlu
membuktikan apapun. Dalam situasi ditekan sekalipun, ketenangan adalah tanda seseorang
telah menguasai dirinya sendiri. Ketika kita mampu tetap stabil di tengah arogansi
kekuasaan, orang lain melihat kita bukan hanya sebagai sasaran pembicaraan,
tetapi sebagai sosok yang berwibawa. Saat orang banyak sibuk bergunjingatas
nama rapat dan diskusi, sementara kita tetap kalem dan berbicara dengan nada
datar namun tegas. Saat itu kita sedang memegang kendali. Begitulah reputasi
bekerja.
Reputasi itu
kebenaran. Maka orang yang benar tidak perlu membenarkan dirinya setiap saat.
Justru, orang yang selalu sibuk menjelaskan dirinya justru terlihat tidak yakin
dengan pendiriannya. Orang yang benar tahu bahwa waktu dan tindakan akan
membuktikan segalanya. Bicaralah seperlunya, karena yang penting bukan seberapa
banyak kata, tapi seberapa tepat pesan yang sampai. Ketika kita dikritik atau
disalahpahami, tidak semua situasi perlu direspons panjang lebar. Kadang, cukup
dengan diam yang elegan dan hindari orang tersebut atau organisasinya. Sebab, orang
yang paham bahwa kebenaran tidak butuh pembelaan di mana pun.
Reputasimu tidak dibangun
dari mulutmu. Sebab reputasi seseorang tidak ditentukan oleh apa yang ia
katakan tentang dirinya sendiri, atau oleh omongan semata, melainkan oleh tindakan
nyata, perilaku, dan konsistensi dalam jangka waktu panjang.
Tidak akan pernah
ada “orang yang baru kemarin” nongol lalu punya reputasi. Dia hanya punya kuasa
bukan kinerja. Bahkan caranya mencapai kekuasaan pun bisa dipahami orang
banyak. Arogan, subjektif, bahkan kotor. Jadi pesan pentingnya, “Bangun
reputasi lewat perbuatan, bukan sekadar ucapan”.
Dan sejatinya,
reputasi siapappun sejatinya lahir dan tumbuh dari integritas, bukan dari
banyak bicara dan subjektivitas. Reputasi lahir dari kesesuaian ucapan dan tindakan,
bukan dari omongan ke omongan. Ketika tindakanmu berbicara, kata-katamu menjadi
sekadar pelengkap. Reputasi hanya mengingatkan, diammu harus punya makna dan
bicaramu harus punya arah. Salam literasi!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar