Mungkin, banyak orang mengira kesepian hanya datang karena tidak punya teman atau pasangan. Sepi karena sendiri, tanpa orang-orang di sekitar. Padahal, kesepian yang hakiki justru muncul ketika kita kehilangan koneksi dengan diri sendiri. Sepi karena kehilangan jati diri, akibat pergaulan dan ekspektasi yang berlebihan.
Sepi di tengah keramaian. Ungkapan ini sangat pas dan mengingatkan
kita. Bahwa keramaian tidak selalu menghilangkan rasa hampa. Ramai belum tentu
tidak sepi. Karena punya waktu khusus untuk mengenal serta menerima diri
sendiri jauh lebih berharga daripada sekadar berkumpul dalam keramaian. Bersahabat
dengan diri sendiri, terbukti lebih penting daripada mengejar validasi orang
lain. Makanya di luar sana, betapa banyak orang yang sering merasa
"kosong" sekalipun di tengah keramaian.
Hati yang sepi di tengah keramaian. Sepi bukan karena tidak
punya teman. Sebab kita sangat mudah dikelilingi banyak orang, tertawa bersama. Tapi di dalam hati terasa
hampa. Karena sesungguhnya, kita justru sedang kehilangan koneksi dengan diri
sendiri. Selama ini, terlalu sibuk untuk mengejar harapan. Tapi kian menjauh
dari diri yang sebenarnya.
Dalam banyak hal, tidak sedikit orang yang terlalu sibuk
memenuhi ekspektasi orang lain. Mengejar validasi dari orang lain, agar
dibilang begini begitu. Ingin dipuji lalu dibilang hebat. Hingga lupa, mendengar
suara hati kita sendiri. Semakin jauh dari hakikat kemanusaiaannya sendiri.
Bila itu terjadi, maka di sanalah muncul rasa kosong yang tidak bisa diisi oleh
sekadar keramaian. Fisiknya ramai namun hatinya sepi.
Mungkin yang kita butuhkan, bukan lebih banyak orang di
sekitar atau sekadar keramaian. Tapi lebih banyak waktu untuk memahami diri
sendiri. Selalu komitmen untuk mengikuti kata hati, bukan kata orang lain.
Hingga lupa dairi dan bahkan menjauh dari jati diri. Dan ternyata, kesepian
terbesar adalah ketika kita jauh dari diri kita sendiri.
Persis seperti anak-anak atau orang yang membaca buku.
Sering kali membaca dianggap penting di ruang seminar. Tapi berapa banyak orang
yang berbicara di seminar pun tidak lagi punya waktu untuk membaca. Seperti
pegiat literasi yang teriak-teriak soal minat baca namun akses bacaan masih
belum bisa diwujudkan. Memmaba dianggap penting tapi pada saat yang sama sering
diabaikan. Terkadang, kita ramai membahas literasi dan taman bacaan. Tapi sepi untuk
berkiprah nyata dan membaca di taman bacaan. Seperti sepi di tengah keramaian.
Literasi hari ini, bisa jadi sedang menepi diantara riuh
ramainya rasa dan euforia. Orang-orang dan taman bacaan yang mencoba diam tanpa
mau diperdebatkan. Sepinya aksi nyata membaca di tengah suasana riuh di raug
seminar dan lini masa. Ada yang usang tindakannya namun tetap bergemuruh
ucapannya. Seperi di tengah keramaian, ternyata bukan hanya perihal asmara atau
cinta saja. Tapi tentang waktu berharga yang hilang cuma-Cuma. Tentang membaca
yang kini dijauhi banyak orang.
Literasi memang esensi tapi belum tentu suci. Karena di
literasi, seperti hidup pada umumnya, selalu menyimpan misteri. Ada yang semakin
bersinar, justru memicu orang yang lain untuk memadamkan cahayanya. Ada
kebaikan yang besar namun begitu udah dilupakan. Tapi sebaliknya, ada kesalahan
yang kecil tapi tetap dibesar-besarkan. Segal kemungkinan pasti bisa terjadi di
literasi, di kehidupan yang penuh keramaian.
Sepi di tengah keramaian. Ketika kita jauh dari diri kita
sendiri, dan terlalu fokus untuk mengejar ekspektasi orang lain. Maka kembalilah
ke pangkuan hati ibu pertiwi, pada jiwa sejati diri sendiri. Karena hidup, sungguh
bukan tentang memuaskan orang lain tapi memuaskan diri sendiri. Sebab satu-satunya
yang akan menemani kita adalah diri kita sendiri yang berjuang untuk memperbaiki
takdir-Nya. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar