Raka, anak kelas 5 SD, sangat suka main game. Di rumah, waktu luangnya habis untuk YouTube dan Mobile Legends. Sepulang sekolah gadget, sore pun main gadget. Tanpa mau membaca sedikit pun. Sampai-sampai ibunya sering membujuk: "Raka, ayo baca buku dulu, 15 menit saja."
Tapi Raka selalu menjawab, "Ngapain
baca? Kan bisa nonton aja."
Di sekolah, ia mulai tertinggal. Raka
susah memahami soal cerita di matematika. Saat pelajaran Bahasa Indonesia, ia tidak
bisa merangkai kalimat utuh. Nilainya turun pelan-pelan, tapi ia tidak peduli.
Yang penting, rank di gamenya naik. Raka, kini candu gadget.
10 tahun kemudian …
Raka kini berusia 20 tahun.
Teman-temannya sudah kuliah atau kerja sambil belajar. Tapi Raka gagal tes
masuk universitas. Modal ijazah SMA pun sulit dapat kerja. Setiap kali wawancara
lowongan kerja, ia gugup saat membaca formulir atau menjawab pertanyaan
tertulis. Ia melamar jadi staf toko, tapi diminta isi aplikasi online yang
cukup panjang. Ia menyerah di tengah jalan, tidak paham kalimatnya.
Ia pun mencoba jadi konten kreator, tapi tak tahu cara menulis skrip yang
menarik. Videonya sepi penonton. Raka mulai sadar…
"Andai dulu aku mau membaca buku…
mungkin sekarang hidupku beda."
Tapi sayang, waktu tidak bisa diputar
ulang. Raka, anak yang candu gadget tanpa mau membaca buku akhirnya tidak punya
masa depan yang cerah. Hingga dewasa, masih menjadi beban orang tuanya. Menyedihkan
sekali …
-----
Kisah Raka, mungkin hanya sekelumit
cerita tentang anak-anak yang menolak membaca buku hari ini. Terlalu dekat
dengan gadget tanpa ada nasihat. Anak yang tumbuh menjadi dewasa namun kesulitan
memahami dunianya sendiri di kemudian hari. Banyak orang lupa, membaca bukan untuk
pintar tapi untuk bertahan hidup di masa depan.
Lalu, apa alasannya anak tidak mau
membaca buku di taman bacaan? Jangan sampai ada Raka-Raka lainnya di dekat
kita. Anak yang candu gadget dan meremehkan membaca buku. Bakal “hilang” masa
depannya. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar