Harus diakui, tidak banyak penelitian dana pensiun yang dilakukan di Indonesia. Bisa jadi, hal ini menjadi sebab penetrasi dana pensiun kurang optimal di kalangan pekerja dan masyarakat Indonesia. Selain berdasarkan fakta, sudah saatnya industri dana pensiun menjadikan hasil penelitian sebagai acuan untuk meningkatkan kepesertaan dan asset kelolaan industri dana pensiun. Menjadikan data dan riset sebagai basis pengembangan dana pensiun.
Salah satu penelitian
dana pensiun telah terbit berjudul “Analisis Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP)
Pekerja dan Faktor yang Mempengaruhinya Serta Optimalisasi Peran Dana Pensiun
Swasta di Indonesia” yang dilakukan oleh Syarifudin Yunus, dosen Universitas
Indraprasta PGRI dan edukator dana pensiun dari DPLK SAM (Sinarmas Asset
Management), yangterbit pada 3 Mei 2025 di Lokawati (Jurnal Penelitian Manajemen dan Inovasi Riset).
Hasil penelitian Syarifudin
Yunus menyimpulkan
bahwa Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) yang diterima pekerja saat pensiun
hanya 10% dari gaji terakhir yang diperoleh dari program pensiun wajib, terjadi
penurunan penghasilan sebesar 90% dari gaji terakhir saat masih bekerja.
Kebutuhan biaya hidup bulanan pensiunan di masa pensiun (makan, belanja bulanan,
biaya air - listrik, internet, gaya hidup, asuransi kesehatan, dan lain-lain)
diperoleh data sebesar Rp5.600.000,- atau setara 56% dari gaji terakhir per
bulan. Maka secara aktual, tingkat penghasilan pensiun (TPP) pensiunan di
Indonesia terjadi kesenjangan sebesar Rp4.600.000,- atau kurang 46% dari gaji
terakhir per bulan. Kondisi ini menjadi penyebab pensiunan gagal mempertahankan
standar hidup di hari tua, di samping mengalami masalah keuangan di masa
pensiun.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya TPP seseorang terdiri dari: 1) jenis pekerjaan, 2)
program pensiun yang diikuti, 3) masa kerja dan besaran gaji, 4) tingkat return
investasi dari program pensiun, 5) regulasi pemerintah, 6) faktor ekonomi makro
dan inflasi, 7) kondisi kesehatan pensiunan, 8) tanggung jawab keluarga, dan 9)
edukasi dana pensiun sangat menentukan besar kecilnya tingkat penghasilan
pensiun. Oleh karena itu, optimalisasi
dana pensiun swasta penting dilakukan dalam meningkatkan TPP sebagai jaminan
penghasilan di masa pensiun dan menciptakan kemandirian finansial di hari tua,
di samping peningkatan kualitas hidup.
Untuk itu, dana pensiun swasta, harus dikelola secara lebih optimal untuk meraih kinerja investasi yang signifikan, meningkatkan literasi dana pensiun, menyasar pekerja formal dan informal serta diversifikasi produk dan layanan yang memadai melalui digitalisasi akses dan layanan dana pensiun untuk mendorong kepesertaan dana pensiun swasta yang tumbuh secara signifikan. Tingkat Penghasilan Pensiun atau replacement ratio adalah besaran persentase dari gaji terakhir yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan gaya hidupnya di masa pensiun. Idealnya, TPP berada di kisaran 70%-80% dari gaji terakhir untuk memastikan kesejahteraan finansial. Namun, banyak pekerja di Indonesia yang belum mencapai angka tersebut, karena TPP aktual hanya sekitar 10% dari gaji terakhir, yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa pensiun.
"Cukup mengenaskan sih, tingkat penghasilan pensiun orang Indonesia hanya
10% dari gaji terakhir. Saat kerja berjaya tapi begitu pensiun merana. Harusnya
siapkan dana pensiun sejak dini" ujar Syarifudin Yunus, peneliti dana
pensiun saat merilis hasil penelitiannya.
Secara lebih
lengkap tentang hasil penelitian terbaru tentang “Analisis Tingkat Penghasilan
Pensiun (TPP) Pekerja dan Faktor yang Mempengaruhinya Serta Optimalisasi Peran
Dana Pensiun Swasta di Indonesia” yang dilakukan Syarifudin Yunus, dapat
disimak melalui link berikut: https://journal.arimbi.or.id/index.php/Lokawati/article/view/1709.
Terbukti, kesiapan
finansial pekerja atau masyarakat Indonesia saat menghadapi masa pensiun tergolong
rendah. Beberapa fakta yang menggambarkan rendahnya kesiapan pensiun antara
lain: 1) mayoritas pekerja tidak siap pensiun, 2) kurangnya tabungan pensiun,
3) literasi keuangan rendah, 4) inflasi dan biaya hidup, dan 5) kesenjangan tingkat
penghasilan pensiun. Maka untuk
meningkatkan kesiapan finansial di masa pensiun, pekerja atau masyarakat perlu
mulai menabung sejak dini untuk hari tua, meningkatkan literasi keuangan
khususnya dana pensiun, dan memanfaatkan program pensiun seperti DPLK (Dana
Pensiun Lembaga Keuangan) sebagai program kesinambungan penghasilan di masa
pensiun.
Mungkin,
sudah saatnya penelitian dana pensiun diperbanyak, di samping mengembangkan
oenetrasi bisnis dana pensiun berbasis riset dan data. Salam #YukSiapkanPensiun
#EdukasiDanaPensiun #PenelitiDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar