Kawan saya tanya, gimana mengukur kedewasaan seseorang? Agak susah sih, jawabnya. Dewasa nggak dewasa itu ukurannya apa ya? Usia, kemapanan, emosi atau apa. Jadi menurut saya, ukuran dewasa itu yang tahu ya si orang yang katanya dewasa itu. Usianya dewasa tapi perilakunya sering mengeluh, atau usia belum dewasa tapi omongannya setinggi langit? Apa sih dewasa itu?
Katanya, dewasa bisa dilihat dari cara seseorang mengelola emosinya.
Mengendalikan amarah lalu menyimpan rasa kecewa. Bila kita ketemu orang dewasa
tapi bersikap egois, arogan, subjektif, mudah marah, tidak peduli, dan mau
menang sendiri. Orang suka kerja keras dan berpendidikan, apa pasti dewasa?
Dewasa itu samar.
Novelis terkemuka Ernest Hemingway dalam kisahnya The Old Man and the
Sea menitip pesan bahwa pelajaran tersulit orang dewasa adalah kebutuhan tanpa
henti untuk terus maju, tidak peduli betapa hancur perasaannya. Sekecewa
apapun, orang dewasa harus tetap berjuang. Karena the show must go on.
Ukuran dewasa, mungkin salah satunya dilihat dari sikap hidup yang tidak
berhenti ketika lelah. Terus melangkah ketika hati hancur, terus bergerak
ketika dizolimi. Dewasa itu harus mampu berdamai dengan diri sendiri, apapun
keadaannya. Tidak ada tombol jeda untuk berkeluh-kesah, tidak ada waktu
berkecil hati, hingga tidak ada proses tanpa dikerjakan. Terus ikhtiar dan
berjuang untuk memperbaiki diri. Terus hidup untuk berbuat baik dan menebar
manfaat di mana pun.
Ernest Hemingway menegaskan pentingnya keberanian dalam menghadapi
kesulitan. Selalu gigih di segala keadaan, termasuk saat menghadapi kekalahan.
Bila perlu tetap tegak di saat pertempuran berisiko tinggi sekalipun.
Sedih, sulit atau kondisi jatuh sering dianggap orang dewasa sebagai
bagian hidup yang paling kejam. Salah, karena siapapun tidak ada yang
benar-benar mempersiapkan diri untuk sedih dan jatuh. Justru ajaran terbesar
adalah adanya cerita tentang cara bertahan untuk selalu optimis dan bangkit
untuk mencapai tujuan. Kisah tentang setelah malam yang gelap pasti ada pagi
yang cerah. Sayangnya, orang dewasa sering menghilangkan ilusi yang menghibur
itu.
Orang dewasa, terkadang gemar murung sendiri. Berkeluh kesah, merasa
jadi korban dan begitu pesimis, lagi pikirannya negatif. Lupa untuk
selalu tersenyum, bersyukur, dan menikmati yang ada. Selalu optimis bahkan
berkiprah dalam ibadah nan berkah. Dewasa untuk percaya selalu bisa dan bisa.
Entah bagaimana, sebagai orang dewasa, kita masih bertahan hingga kini.
Itulah keajaiban yang patut disyukuri. Hidup tanpa henti, hidup terus bahkan
ketika harapan terasa jauh. Kita terus bergerak. Kita tersandung, kita patah,
kita jatuh berlutut tetapi kita bangkit dan melangkah. Selalu ada kekuatan
untuk bangkit dan optimis. Orang dewasa yang berjalan di atas hati nurani,
untuk menumbuhkan optimisme dan cita-cita. Bukan sebab keberanian tapi cukup
hanya bisikan kecil di telinga yang menyatakan “teruslah maju.”
Dewasa itu pasti melelahkan. Pasti ada ketidak-adilan bahkan kezoliman
dari orang lain. Selalu ada hari-hari di mana berat itu terasa tidak
tertahankan. Tapi tetap menyuruh kita untuk melangkah ke depan. Sebagai bukti
bahwa kita masih ada dan belum menyerah. Kita masih berjuang, masih bertahan,
bahkan menolak kegelapan menghabisi kita.
Seperti berkiprah secara sosial di taman bacaan, tetap memilih untuk ada
dan selalu optimis tercapainya sebuah harapan. Itulah arti kedewasaan yang
paling sederhana. Tetap melakukan apa yang harus dilakukan. Terkadang, dewasa
itu memang dilematis. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
#PegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar