Rabu, 16 Agustus 2023

Catatan HUT Kemerdekan RI, Jadilah Bangsa yang Literat

Dirgahayu Indonesia, Selamat HUT Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia. Semoga jadi bangsa yang literat dan selalu eling lan waspada untuk rakyatnya.

 

Merdeka yang literat. Merdeka yang tidak lagi melawan penjajah. Merdeka yang bukan untuk mengangkat senjata. Tapi merdeka untuk ikut memperbaiki keadaan. Bukan mencaci kondisi yang terjadi. Merdeka itu sama sekali tidak literat. Bila hanya waktu luang atau ikhtiar hanya digunakan menebar kebencian, hoaks, dan bergibah tentang masalah tanpa bisa mencarikan solusi. Merdeka itu bukan menggati “penjajahn” lalu dengan “penghakiman” kepada orang lain tanpa jelas juntrungan.

 

Siapapun pasti ingin merdeka. Terbebas dari belenggu, bebas dari tekanan. Bukan sebaliknya, justru meng-intimidasi orang lain. Hidup di era merdeka tapi perilaku justru “menjajah” orang lain. Apalagi di era serba digital seperti sekarang, terlalu mudah dan banyak tersebar pesan-pesan yang tidak bermutu. Jadi, untuk apa merdeka bila gagal memahami realitas?

 

Jadi sangat penting, merdeka yang literat. Kemerdekaan yang dibarengi dengan kompetensi dan kecakapan dalam hidup. Merdeka yang diisi oleh orang-orang yang berdaya untuk memberdayakan keadaan. Merdekat yang literat terjadi ketika orang-orangnya punya kesadaran belajar, mampu memahami realitas, dan berani mentransformasikan pikiran ke dalam perilaku sehari-hari yang baik. Hanya ada 3 (tiga) ciri merdeka yang literat, yaitu: 1) hidup yang selalu adaptif, 2) kontribusi yang selalu positif, dan 3) manfaat yang pasti solutif. Tanpa itu, maka kemerdekaan hanya “seremoni” bukan “esensi”.

 


Merdeka hari ini, siapapun bebas mencari pengetahuan. Informasi yang bertebaran di dunia maya harus digunakan untuk hal-hal yang produktif. Bukan sebaliknya untuk mencari bahan menghakimi orang lain. Merdeka pun harus mampu membebaskan siapapun dari pengkotak-kotakan. Janga nada lagi sekat-sekat kaya-miskin, bodoh-pintar apalagi didasari SARA. Bangsa ini akan sangat lelah hanya untuk mengurusi perbedaan. Lebih baik fokus pada persamaan dan kekuatan yang produktif. Sehingga ujungnya, merdeka dipakai untuk kebebasan berinovasi. Kemerdekaan yang tidak lagi bertempur dengan senjata. Melainkan pertempuran dengan pikiran-pikiran inovatif untuk menjadikan kehidupan seluruh rakyat Indonesia menjadi lebih baik, lebih maju.

 

Merdeka yang literat, bukan menuding minat baca bangsa yang rendah. Tanpa mau menyediakan akses bacaan dan tempat membaca. Merdeka tidak cukup dengan terheran-heran karena masih ada kaum buta huruf di era digital. Tapi mengambil aksi nyata untuk mengajarkan dan memebaskan mereka dari buta aksara. Merdeka yang literat pun bersikap tidak apatis terhadap gerakan literasi dan taman bacaan. Harus ada ruang dan akses untuk anak-anak dan masyarakat lebih dekta dengan buku bacaan. Itulah yang dijalani Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Untuk mewujudkan kemerdekana yang literat, demi tegaknya perilaku membaca dan budaya literasi maysrakat.

 

Bila sepakat, bangsa yang literat pasti dibentuk dari masyarakat yang literat. Sedangkan masyarakat yang literat, tentu dibangun dari individu-individu yang literat. Maka individu yang literat sejatinya hanya memiliki fokus pada 3 (tiga) diskursus literasi yang penting, yaitu: 1) kemampuan literasi dasar, 2) memiliki kompetensi, dan 3) mempunyai karakter yang berkualitas. Sehingga lahirnya pribadi-pribadi yang literat, yang merujuk pada “kompetensi dan kecakapan” seseorang dalam menyeimbangkan pikiran dan perilaku, di samping mampu adaptasi terhadap perubahan. Dan yang terpenting, mampu memecahkan masalah atas realitas kehidupan sehari-hari.

 

Jadi, merdeka yang literat adalah memperbanyak perbuatan baik dan menyedikitkan ocehan buruk. Salam literasi #MerdekaYangLiterat #DirgahayuRI #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar