Pada banyak hal, kita sering menggunakan “kaca mata” kita untuk mengukur atau menilai orang lain. Ada yang merasa puasanya lebih baik dari orang lain. Ada pula yang menyangka dirinya lebih baik dari yang lain. Sementara orang lain “dilarang” lebih baik darinya. Lupa ya, itu semua sangat subjektif.
Subjektif itu, artinya menurut kita.
Bukan menurut mereka. Sama artinya, apa yang kita lihat bisa tidak sama maknanya
dengan yang dilihat orang lain. Bagi sebagian orang, taman bacaan itu penting
dan bisa jadi ladang amal. Tapi bagi sebagian yang lain, mungkin taman bacaan
dianggap tidak ada gunanya. Zaman begini, masih mengajak anak-anak membaca
kayak nggak ada kerjaan saja. Yah itulah yang disebut subjektif. Tiap kepala bed
acara pandangnya. Kalau orang sekarang bilangnya, relatif. Nggak ada acuan
pasti untuk suatu hal. Seperti nggak ada pula teori yang paling benar tentang apa
itu taman bacaan?
Ada yang bilang, orang baik itu
bila sering ngasih uang ke kita. Ada juga orang baik itu hanya sering kasih
senyum. Tapi di saat lain, orang baik itu ternyata cukup diam saja saat orang lain
ngomongin tentang dirinya. David Ozora juga bisa dibilang orang baik. Karena “tidak
mau” membalas penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy bahkan memaafkan walau
proses hukum harus terus dijalankan. Jadi, baik itu juga relatif dan subjektif.
Tergantung konteks dan situasinya.
Kaca mata tiap orang itu
berbeda. Dan kaca mata yang kita pakai untuk melihat sesuatu itu nggak selalu
sama dengan kaca mata orang lain. Maka nggak usah banyak bicara bila nggak tahu
duduk perkaranya. Nggak usah pula berprasangka apapun untuk orang lain. Apalagi
terburu-buru membenci atau berpikir negatif. Soal apapun dan di mana pun. Karena
memang, apa yang kita pikir baik itu belum tentu baik di mata orang lain.
Jadi, jangan pakai kaca mata kita
untuk mengukur orang lain. Dalam banyak hal, nggak usah merasa paling benar,
paling bahagia, atau paling oke. Cukup, perbaiki niat baguskan ikhtiar dan perbanyak
doa. Insya Allah, semuanya akan sesuai dengan hukum-Nya.
Apa yang orang lain rasakan
dan alami itu, ternyata nggak selalu bisa kita pahami dengan baik. Maka cukup, untuk
bersikap apa adanya dan saling menghargai. Apa yang kita kerjakan dan apa yang orang
lain lakukan. Itu baru namanya literat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar