"Jangan menilai buku dari sampulnya" itu berarti jangan menilai sesutau hanya dari luarnya saja. Jangan menilai bobot apapun hanay dari ukuran fisiknya semata. Karena tampak luar belum tentu sama dengan tampak dalamnya. Lahir tidak selalu sama dengan batinnya. Bungkus seseorang tidak selalu sama dengan isinya. Maka, buku harus dibaca isinya. Jangan hanya terpaku sebatas sampulnya atau cover-nya.
Ada orang yang kata-katanya bagus. Tapi tujuannya memperdayai orang lain.
Ada pula orang yang penampilannya baik tapi omongannya jelek. Ada pula orang yang teriakannya kencang,
omongnya banyak. Ternyata, itu hanya bungkus yang menutupi kebodohannya,
keburukannya. Ada pula yang “di depan lain, di belakang lain”. Banyak orang
yang bungkusnya berbeda dengan isinya.
Lagi-lagi,
jangan menilai buku dari sampulnya. Karena yang kita sangka baik ternyata belum
tentu baik. Maka penting untuk selalu mawas diri dan berhati-hati, soal apapun
kepada siapapun. Zamann begini makin sulit membedakan “mana kawan mana lawan”. Disangka
kawan ternyata tindakannya lawan. Berbeda antara bungkus dan isinya.
Jangan
kendaraannya “rubicon” tapi kelakuannya seperti “macan”. Jangan penampilannya
religius tapi omongannya menyeramkan. Hati-hati, hoaks dan ujaran kebencian,
bergibah atau memfitnah kadang bukan datang dari orang jauh. Justru dilakukan
dari orang-orang dekat kita, kawan atau dari grup WA yang kita ikuti. Omongannya
baik namun tindakannya jelek. Maka, jangan menilai buku dari sampulnya.
Sekali
lagi, jangan menilai buku dari sampulnya. Jangan menilai orang dari omongannya
tapi dari tindakannya. Berhati-hatilah dan tetaplah berbuat lebih baik. Karena untuk
menjadi baik, terkadang kita harus berhenti mendengarkan orang lain. Agar
bungkus sama dengan isinya.
Jadi,
kamu mau bungkus atau isi? Mau omongan atau tindakannya? Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar