Kadang, terpintas rasa malu. Saat saya menjadi driver atau pengemudi MOtor BAca KEliling (MOBAKE) Taman Bacaan Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Kesannya seperti orang yang tidak punya kerjaan tiap Minggu sore, membawa 200 buku dengan motor keliling kampung. Hanya untuk menyediakan akses bacaan kepada anak-anak kampung. Kata orang, mendingan “ngojek” masih ada duitnya. Buat apa keliling kampung hanya membawa buku-buku bacaan?
Apalagi
di musim hujan begini. Jadi driver mnotor baca keliling, bisa jadi tidak
sedikit orang yang ngomongin. Hujan-hujan atau mendung tapi tetap berkeliling
kampung “ditemani” buku-buku bacaan dan 2 lembar tikar alas baca. Saat mangkal
di pinggir jalan, hati senang karena ada anak-anak yang membaca. Tapi bila
tidak ada anak-anak yang membaca, pasti “dikasihani” banyak orang. Tentu, lebih
malu lagi bila disangka “orang yang nggak punya kerjaan”. Untuk apa keliling
kampung bawa motor hanya untuk menyediakan akses bacaan? Hello, zaman digital
begini masih bawa-bawa buku manual. Iya juga ya.
Malu.
Sifat yang kadang perlu kadang tidak perlu. Kadang, malu sering dianggap sebagai
perilaku sebagai pengganggu seseorang untuk maju. Penghambat untuk berbuat
kebaikan kepada orang lain. Selalu ada label negatif yang disematkan untuk rasa
malu. Tapi di sisi lain, orang-orang hebat di dunia bisnis atau apapun justru
berhasil menyingkirkan rasa malu. Bermental baja dan pantang menyerah untuk berbuat
dan berkarya. Asal baik dan tidak mengganggu orang lain. Jadi sebagai driver
motor baca keliling, saya harus malu atau tidak ya?
Dan akhirnya sebagai driver motor
baca keliling (MOBAKE) TBM Lentera Pustaka saya pun berkata. Hello, kenapa saya
harus malu? Karena jadi driver motor baca keliling bukan perbuatan tercela
tercela dan hina. Saya mengajak anak-anak kampung yang tidak punya akses bacaan
untuk membaca buku. Sekalipun hanya seminggu 2 kali tapi anak-anak itu punya
kesempatan untuk membaca buku daripada bermain gawai melulu. Toh, saya juga
tidak minta makan dan tidak minta uang untuk beli bensin yang berprasangka
apapun kepada saya. Maka rasa malu pun saya sudah buang jauh-jauh. Saat menjadi
driver motor baca keliling, saya hanya niat dan ikhtiar untuk menebar kebaikan
kepada sesama. Selebihnya, biarkan Allah SWT yang “bekerja” untuk saya.
Insya
Allah, jadi driver MOBAKE (MOtor BAca KEliling) TBM Lentera Pustaka mengantarkan
buku-buku untuk dibaca anak-anak sudah cukup. Tanpa malu tanpa gengsi. Justru aktivitas
jadi driver motor baca keliling membuat profesi saya sebagai dosen di PBSI FBS Unindra
dan konsultan jadi lebih berkah, jadi lebih bermanfaat. Sekaligus jadi
"legacy" atau warisan untuk umat. Bila suatu saat saya dipanggil
Allah SWT. Agar tidak terlalu fokus untuk urusan dunia yang tidak kelar-kelar
dan tidak ada habisnya.
Jadi
driver motor baca keliling, memang soal kecil dan sederhana bagi sebagian orang.
Tapi bagi saya, jadi kemewahan yang tidak ternilai harganya. Tanpa perlu ras
amalu atau gengsi. Karena saya dan sebagian orang tidak hidup dari malu dan
gengsi. Ubah niat baik jadi aksi nyata. Maka singkirkan malu, lalu genggam kebaikan
di mana pun. Salam literasi
#MotorBacaKeliling #KisahPegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar