Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 2 Februari 2021. Tapi sayang, banyak pekerja atau pemberi kerja yang belum memahaminya. PP No. 35/2021 adalah turunan dari UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang sempat bikin ramai akhir tahun lalu.
Kini
semua sudah jelas, terkait pemutusan hubungan kerja (PHK). Baik akibat usia
pensiunm meninggal dunia, atau akibat efisiensi perusahaan. Ada 17 alasan
terjadinya PHK, oleh karena itu setiap pekerja harus tahu dan memahaminya.
Begitu pula pemberi kerja harus menerapkannya. Karena apa gunanya aturan baru,
bila pada akhirnya tidak ditegakkan. Fakta sebelumnya, hanya 7% pemberi kerja
atau perusahaan yang membayar pesangon PHK sesuai aturan yang berlaku. Itu berarti,
93% pemberi kerja tidak patuh. Atau membayar pesangon pekerja tidak sesuai
aturan. Maka UU Cipta Kerja melalui PP No. 35/2021 harusnya dapat membuktikan tingkat kepatuhan
pembayaran kompensasi pesangon pekerja saat di-PHK sesuai aturan baru yang berlaku.
Nah,
salah satu butir yang menarik adalah soal uang pensiun atau uang pesangon
pekerja. Saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami pekerja. Pada
UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 156 ayat (1) menyatakan “Dalam hal
terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima”. Adapun acuan besarannya terdiri dari: a) uang pesangon (ayat 2), b)
uang penghargaan masa kerja (UPMK) (ayat 3), dan c) uang penggantian hak (UPH)
seperti cuti tahunan dan biaya ongkos pekerja (ayat 4).
Lalu,
bagaimana penerapannya di lapangan?
Bila pesangon diartikan uang yang diberikan sebagai bekal kepada pekerja saat diberhentikan dari pekerjaan atas alasan apapun. Maka penerapannya sesuai dengan 1) besaran uang pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dan Uang Penggantian Hal (UPH) sesuai masa kerja si pekerja dan 2) mekanisme pembayaran UP - UPMK – UPH sesuai alasan PHK, dapat disimak pada diagram di bawah ini: (diagram)
Berdasarkan
diagram di atas, maka dapat disajikan contoh sebagai berikut:
1.
Sebut saja pekerja bernama Kuple, memiliki masa
kerja 20
tahun dengan upah
terakhirnya Rp.
10 juta. Maka bila si Kuple di-PHK atas alasan memasuki usia PENSIUN, maka perhitungan
UP - UPMK – UPH yang diperoleh sebagai
berikut:
- UP = 9 X 1,75 X Rp. 10 juta
= 157,5 juta
- UPMK = 7 X Rp. 10 juta
= 70
juta
- UPH = 1 X Rp. 10 juta
= 10 juta
Maka, uang pensiun yang diperoleh sebesar Rp. 237,5 juta
2.
Namun apabila si Kuple, yang memiliki masa
kerja 20
tahun dengan upah
terakhirnya Rp.
10 juta. Bila si Kuple di-PHK atas alasan EFISIENSI
PERUSAHAAN agar tidak rugi, maka perhitungan UP – UPMK – UPH yang diperoleh
sebagai berikut:
- UP = 9 X 1 X Rp. 10 juta
= 90 juta
- UPMK = 7 X Rp. 10 juta
= 70
juta
- UPH = 1 X Rp. 10 juta
= 10 juta
Maka, uang pesangon yang diperoleh sebesar Rp. 170 juta.
Terlepas
dari soal besar-kecilnya yang bersifat relatif. Maka setiap pekerja dan pemberi
kerja harus paham akan hal ini, tentang besaran uang pesangon akibat pensiun
atau efisiensi perusahaan. Agar peraturan yang berlaku dapat ditegakkan, dipatuhi.
Tapi masalahnya, masih banyak pemberi kerja atau perusahaan yang
tidak membayar pesangon saat terjadi PHK. Padahal pesangon adalah kewajiban pemberi kerja atau perusahaan. Hal itu
terjadi akibat: 1) tidak tersedianya dana pemberi kerja saat harus dibayarkan
dan 2) kesadaran pemberi kerja yang masih minim untuk mendanakan pesangon, termasuk
uang pensiun pekerjanya.
Oleh
karena itu, UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 35/2021 tentang PKWT,
Alih Daya dan PHK ini harus jadi momen pemberi kerja atau
perusahaan untuk memulai pendanaan pesangon atau pensiun pekerjanya. Karena
cepat atau lambat, pesangon atau pensiun pekerja pasti terjadi. Hanya soal waktu
saja.
Maka
sebagai solusi, sudah waktunya pemberi kerja atau perusahaan dapat melirik DPLK
(Dana Pensiun Lembaga Keuangan) sebagai sarana pendanaan pesangon dan pensiun
pekerja sebagai bagian implementasi aturan baru yang lebih pasti dan dapat
disesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Karena
sejatinya, uang pesangon atau pensiun bukan soal biaya. Tapi soal komitmen dan
moral pemberi kerja. Bahkan pensiun pun bukan soal wakru, tapi soal keadaan,
mau seperti apa di saat pekerja tidak bekerja lagi? Maka menjadi tanggung jawab
pemberi kerja dan pekerja secara bersama-sama untuk membangun kesadaran akan
pentingnya pendaaan pesangon dan pensiun sejak dini. #YukSiapkanPensiun #UangPesangon
#PesangonUUCiptaKerja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar