Generasi milenial, mereka yang lahir pada kisaran 1980 hingga 2000-an menjadi topik yang selalu dibicarakan. Mulai dari gaya hidup, candu internet, gemar yang instan bahkan punya obsesi bisnis yang tinggi. Alvara Research Center (2020) menyebutkan generasi milenial menyimpan potensi besar untuk bisnis. Di tahun 2020, generasi milenial mendominasi populasi penduduk di Indonesia. Sekitar 34 persen atau mencapai 91 juta orang dan akan terus mendominasi hingga tahun 2035.
Selain candu internet, generasi milenial lebih
memilih melakukan transaksi non-tunai. Cara berpikir dan bekerjanya pun lebih
cepat dan cerdas lantaran didukung oleh teknologi. Hebatnya lagi, generasi
milenial juga memiliki perilaku senang berwisata. Setahun sekali, 1 dari 3 milenial
pergi liburan.
Ada dugaan, generasi milenial tergolong “dompet
tipis”. Bisa jadi iya. Tapi kondisi itu bukan disebabkan karena mereka tidak
punya uang. Justru karena generasi milenial gampang terbuai oleh gaya hidup dan
jiwa konsumerisme. Belum lagi hobby nongkrong di warung kopi.
Maka dalam hal keuangan. Generasi
milenial di Indonesia, faktanya lebih suka menghabiskan uang untuk mendapatkan
pengalaman tertentu. Dibandingkan menabung atau menambah aset. Apalagi harus
berpikir soal masa pensiun. Lalu pertanyaannya, apakah generasi milenial “tidak
peduli’ terhadap masa tuanya, hari pensiunnya?
Untuk membuktikannya, saya
melakukan survei sederhana tentang dana pensiun, khususnya DPLK (Dana Pensiun Lembaga
Keuangan) pada generasi milenial. Dengan jumlah responden 100 milenial di
Jabodetabek pada tahun 2019 lalu. Apa kata milenial tentang dana pensiun?
1.
Bahwa 60% generasi
milenial tidak tahu dana pensiun atau DPLK
2.
Faktanya 90%
generasi milenial pun tidak punya dana pensiun atau
DPLK untuk hari tuanya
3.
Namun 100% generasi
milenial menganggap dana pensiun atau DPLK itu penting untuk dirinya
4.
Oleh karena
itu, 77% generasi milenial ingin punya dana pensiun atau DPLK secara individual
5.
Bahkan 63% dari
generasi milenial mau membeli produk dana pensiun atau DPLK secara online
6.
Saat
sekarang pun 70% generasi milenial mau sisihkan dana untuk masa pensiunnya
7.
Ada 42% generasi
milenial siap menyisihkan iuran dana pensiun di kisaran 6%-10% dari gaji
8.
Bahkan 90% generasi
milenial mau membayar iuran dana pensiun secara bulanan
Tentu
data di atas hanya survei sederhana. Harus divalidasi dan ditindak-lanjuti agar
lebih akurat. Tapi intinya, ada pesan penting yang ingin saya sampaikna, yaitu
1) generasi milenial punya “minat” terhadap dana pensiun sebagai alternative perencanaan
masa pensiun dan 2) generasi milenial pun konsen soal akses untuk mendapatkan
dana pensiun atau DPLK secara online. Maka untuk semua itu, kata kuncinya ada
pada edukasi dana pensiun atau DPLK.
Edukasi
dana pensiun itulah yang sangat penting. Untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman generasi milenial tentang dana pensiun atau DPLK, atau disebut
tingkat “literasi”. Dan setelah itu baru bisa berpotensi menjadi “inklusi” atau
memiliki program dana pensiun.
Bak
“buah simalakama”. Di satu sisi, generasi milenial mungkin berpikira mereka
masih muda sehingga tidak perlu terburu-buru punya dana pensiun walau nyatanya
mereka sama sekali tidak punya persiapan yang memadai untuk hari tua. Namun di
sisi lain, bagaimana cara untuk “memengertikan” generasi milenial akan pentingnya
dana pensiun, di samping memberi kemudahan akses untuk bisa memiliki program
dana pensiun.
Mungkin, untuk urusan dana pensiun. Generasi milenial perlu
lebih bersabar untuk memahami dan memilikinya. Asal tetap sadar bahwa pensiun atau
berhenti bekerja, cepat atau lambat pasti tiba. Dan pensiun bukan soal waktu. Tapi
soal keadaan, mau seperti apa nantinya ?
Akankah generasi milenial “bangkrut” di hari tua? #GenerasiMilenial
#DanaPensiun #EdukasiDPLK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar