Faktanya,
1 dari 2 pensiunan di Indonesia bergantung hidupnya di hari tua dari anak-anak
atau keluarganya. Laporan ADB dalam "Aging Well in Asia" merilis bahwa 50% penduduk lansia (+60 tahun)
di Indonesia mendapat penghasilan dari transferan keluarga dan anak-anaknya
(Mei 2024). Sebabnya, karena tidak adanya dana yang cukup bagi pensiunan untuk
membiayai hidupnya di hari tua.
Nah,
salah satu cara untuk mempersiapkan masa pensiun adalah menjadi peserta Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Tapi sayangnya, banyak pekerja yang tidak tahu,
ap aitu DPLK? Maka sebagai edukasi dan pemahaman awal diperlukan informasi
terkait apa dan bagaimana DPLK?
Pada
POJK 27/2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Dana Pensiun disebutkan bahwa DPLK adalah
Dana Pensiun yang dibentuk oleh lembaga jasa keuangan tertentu, selaku pendiri,
yang ditujukan bagi karyawan yang diikutsertakan oleh pemberi kerjanya dan/atau
perorangan secara mandiri. Siapapun yang menjadi peserta DPLK, pada akhirnya berhak
mendapatkan “manfaat pensiun”, yaitu manfaat yang diterima oleh peserta baik
secara berkala dan/atau sekaligus sebagai penghasilan hari tua yang dikaitkan
dengan usia pensiun, masa kerja, dan/atau masa mengiur.
Siapapun
yang menjadi peserta DPLK, berarti dia menyetor sejumlah iuran secara rutin (biasanya
bulanan) untuk masa pensiunnya atau pekerjanya. Karena itu, iuran pada DPLK bisa
terdiri dari: 1) iuran Pemberi Kerja dan iuran Peserta, 2) iuran Pemberi Kerja,
atau 3) iuran Peserta. Maka harus ada
pernyataan tertulis terkait dengan iuran yang disetor, paling sedikit mengenai:
a) besarnya iuran, b) frekuensi pembayaran iuran, dan c) jatuh tempo iuran.
Tentu saja, iuran disetorkan hingga masa pensiun peserta tiba. Menariknya lagi
di DPLK, peserta juga dapat menambah “iuran sukarela” yang besarannya sesuai
kemampuan peserta. Pihak pengelola DPLK pun wajib melakukan pencatatan terpisah
atas iuran sukarela. Karena nantinya, saat usia pensiun tiba, iuran sukarela
dapat dicairkan secara sekaligus, berapapun besarnya.
Harus
dipahami, besarnya hak atas manfaat pensiun bagi peserta DPLK merupakan
himpunan dari 1) iuran Peserta dan/atau iuran Pemberi Kerja, 2) dana awal
Pemberi Kerja (bila ada), 3) pengalihan dana dari Dana Pensiun lain (bila ada),
dan 4) hasil pengembangan dari himpunan
iuran Peserta dan/atau iuran Pemberi Kerja. Hak atas manfaat pensiun di DPLK
berlaku untuk peserta mandiri atau karyawan yang diikutsertakan oleh Pemberi
Kerjanya. Untuk itu, DPLK wajib memastikan setiap Peserta
mendapatkan informasi akumulasi dana selama menjadi peserta dan penjelasan
terkait pilihan investasi Program Pensiun kepada Peserta DPLK dan/atau Pemberi
Kerja, serta tingkat risiko investasi secara akurat, jujur, dan tidak
menyesatkan. Karenany, DPLK dilarang mengalihkan pengelolaan aset (investasi)
kepada pihak ketiga, harus dikelola sesuai dengan mandat peserta.
Kapan
manfaat pensiun di DPLK bisa diambil? Jawabnya, saat Usia Pensiun Normal tiba, yang
ditetapkan paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun, sedangkan usia pensiun
dipercepat disebutkan paling cepat 5 (lima) tahun sebelum Usia Pensiun Normal. Ketentuan
ini berlaku untuk setiap orang yang mulai menjadi Peserta DPLK sejak tanggal 12
Januari 2023. Secara prinsip, DPLK membayarkan Manfaat Pensiun secara berkala
kepada Peserta, Janda/Duda, atau anak (kecuali nilai manfaat pensiunnya di
bawah Rp. 500 juta). Pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala dapat dilakukan dengan
cara: 1) dibayarkan oleh Dana Pensiun atau 2) memilih untuk membeli anuitas dari
perusahaan asuransi jiwa. Dan penting diketahui, ketika Manfaat Pensiun
dibayarkan secara berkala, baik melalui Dana Pensiun maupun anuita Asuransi
Jiwa, maka periode paling singkat pembayaran manfaat pensiun berkala adalah 10
(sepuluh) tahun, tidak boleh “parkiran” dalam sebulan setelahnya bisa dicairkan
semuanya.
Sesuai
ketentuan, DPLK dilarang melakukan pembayaran Manfaat Pensiun kepada Peserta
sebelum mencapai usia paling rendah 5 (lima) tahun sebelum Usia Pensiun Normal,
kecuali untuk: a) pembayaran Manfaat Pensiun kepada Janda/Duda atau anak, b) pembayaran
Manfaat Pensiun Disabilitas, c) kondisi mendesak tertentu yaitu pada saat
Peserta mengalami kesulitan keuangan dan sakit kritis, dan d) kondisi tertentu
bagi Peserta yang bukan pekerja penerima upah pada badan usaha, kondisi di mana
Peserta telah mencapai masa kepesertaan DPLK selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam
hal jumlah akumulasi dana manfaat pensiun (iuran + hasil pengembangan) yang
menjadi hak Peserta kurang dari atau sama dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta),
maka Peserta DPLK berhak untuk memilih pembayaran Manfaat Pensiun secara
sekaligus. Tentu, jumlah tersebut dihitung setelah pengambilan Manfaat Pensiun
pertama sebesar 20% (sesuai PDP). Itu berarti, bila manfaat pensiun lebih dari
Rp. 625 juta, maka peserta DPLK hanya menerima Manfaat Pensiun pertama paling
banyak 20% secara sekaligus, selebihnya dibayarkan secara berkala.
Patut
diketahui, apabila Peserta pada DPLK berhenti bekerja setelah memiliki masa
kepesertaan paling singkat 3 (tiga) tahun dan belum mencapai usia pensiun
dipercepat, berhak atas Manfaat Pensiun yang harus dipergunakan untuk
memperoleh Pensiun Ditunda. Hak atas Pensiun Ditunda dapat dibayarkan oleh DPLK
dengan ketentuan yang bersangkutan masih hidup dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
setelah berhenti bekerja. Akan tetapi, peserta DPLK yang diikutsertakan oleh
Pemberi Kerja, apabila berhenti bekerja dan memiliki masa kepesertaan kurang
dari 3 (tiga) tahun “hanya” berhak atas himpunan iuran Peserta yang
bersangkutan ditambah hasil pengembangannya, sedangkan akumulasi iuran Pemberi
Kerja serta hasil pengembangannya dapat diberikan kepada Peserta yang berhenti
bekerja dimaksud atau digunakan sebagai iuran Pemberi Kerja ke depan. Selain
itu, bila jumlah akumulasi iuran yang telah disetor atas namanya dan hasil
pengembangan dari Peserta yang berhenti bekerja kurang dari atau sama dengan
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Manfaat Pensiun tersebut dapat
dibayarkan secara sekaligus pada saat karyawan berhenti bekerja.
Sesuai
ketentuan baru, peserta DPLK tidak lagi dapat melakukan penarikan dana sebagian
atas iurannya. Peserta lama pun diberi tenggat waktu sampai dengan tanggal 12
Januari 2028. Karena spiritnya, DPLK memang didedikasikan untuk masa pensiun,
bukan saat masih bekerja diambil dananya. Di sisi lain, DPLK juga merekomendasikan
pengelolaan aset sesuai usia kelompok Peserta (life cycle fund), yaitu penempatan
investasi yang disesuaikan dengan usia dan jangka waktu sebelum usia pensiun
dari Peserta. Untuk Peserta yang usianya mendekati usia pensiun, aset
ditempatkan pada investasi yang lebih konservatif.
Selain menyelenggarakan program pensiun, DPLK pun dapat
menyelenggarakan program yang memberikan Manfaat Pensiun lainnya dan/atau manfaat
lain sebagai pilihan tambahan kepada Peserta. Jenis Manfaat Pensiun lainnya,
antara lain: a) dana kompensasi pascakerja, b) dana manfaat tambahan, c) dana
santunan Disabilitas, d) dana santunan kematian, dan e) dana santunan kesehatan
pensiunan. Sedangkan jenis manfaat lain, antara lain: a) dana pendidikan untuk
anak, b) dana perumahan, c) dana ibadah keagamaan, dan d) dana santunan
kesehatan karyawan. Tentu saja, DPLK yang menyelenggarakan Manfaat Pensiun
lainnya dan/atau manfaat lain harus memiliki kesiapan operasional, misalnya memiliki
sistem yang memadai untuk pencatatan Manfaat Pensiun lainnya dan/atau manfaat
lain dan ketersediaan sumber daya manusia yang memadai. Di samping, Pemberi Kerja telah mencantumkan
di dalam: kontrak kerja bersama, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, Tentu, program Manfaat Pensiun lainnya dan/atau manfaat lain wajib
terlebih dahulu diatur dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) DPLK yang
bersangkutan.
DPLK
berbeda dengan Jaminan Hari Tua (JHT) atau Jaminan Pensiun (JP). DPLK bersifat
sukarela, sedangkan JHT dan JP bersifat wajib karena diselenggarakan oleh
lembaga pemerintah yatu BPJS Ketenagakerjaan. Karena sifatnya sukarela, maka
dibutuhkan “kesadaran khusus” bagi tiap pekerja atau pemberi kerja untuk menjadi
peserta DPLK. Program wajib itu hanya untukmemenuhi kebutuhan dasar di hari
tua, sedangkan sukarela untuk menjaga standar kehidupan di hari tua seperti
saat masih bekerja. Apalagi program wajib hanya mampu meng-cover 10%-15% dari
tingkat penghasilan pensiun (TPP) seseorang, maka DPLK sangat diperlukan untuk
dapat hidup layak dan nyaman di masa pensiun.
Jadi,
DPLK sangat dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan penghasilan setiap pekerja
di masa pensiun di hari tua. Di samping dapat menjadi solusi keuangan bagi ahli
waris/keluarga apabila peserta meninggal dunia sebelum usia pensiun dan untuk
memelihara gaya hidup peserta di masa pensiun, seperti saat masih bekerja.
Maka Semua orang yang berpenghasilan dan sadar akan pentingnya masa pensiun
dapat menjadi peserta DPLK. Menjadi peserta DPLK dapat dilakukan melalui dua
cara: 1) mendaftar sendiri sebagai peserta individual DPLK atau 2)
diikutsertakan melalui perusahaan tempatnya bekerja.
Penting
diketahui, iuran yang disetor ke DPLK pada dasarnya akan diinvestasikan ke pilihan
investasi yang dipilih oleh peserta sendiri, seperti ke: 1) pasar uang – money
market, 2) pendapatan tetap - fix income, 3) saham - equity,
atau 4) syariah. Hasil pengembangan dan risiko yang timbul pun menjadi tanggung
jawab peserta DPLK. Pihak pengelola DPLK hanya menjalankan perintah peserta dan
wajib memberikan informasinya kepada peserta DPLK. Maka besarnya manfaat
pensiun di DPLK merupakan akumulasi dari iuran yang disetor ditambah hasil pengembangan
yang diperoleh.
Apa
untungnya punya DPLK?
Tentu
saja, DPLK memberikan keuntungan atau manfaat utama yang tidak dimiliki produk
keuangan lainnya. Apalagi DPLK memang didedikasikan untuk masa pensiun, harus ada
ketentuan usia pensiun untuk menikmati manfaatnya. Bagi pekerja, setidaknya
DPLK memberikan 3 keuntungan, yaitu; 1) adanya pendanaan yang pasti untuk masa
pensiun, 2) adanya hasil investasi yang signifikan selama menjadi peserta, dan
3) mendapat insentif pajak pada saat manfaat pensiun dibayarkan, pajak final 5%.
Sedangkan bagi pemberi kerja atau perusahaan, DPLK memberikan manfaat utama
yaitu: 1) untuk menghindari masalah cash flow saat pekerja pensiun, 2)
untuk memenuhi kewajiban pembayaran kompensasi pascakerja – uang pesangon
pekerja, dan 3) dapat meminimalkan biaya SDM khususnya uang pensiun – pesangon.
Lalu
pertanyaannya, apakah DPLK aman? Tentu, sangat aman karena diatur oleh regulasi
yang ketat. OJK sebagai regulator melakukan pengaturan dan pengawasan. Peserta
pun dapat mengontrol langsung kondisi akumulasi dananya. Akumulasi dana DPLK terpisah
dari kekayaan penyelenggara DPLK. Sekalipun tidak pernah terjadi, jika
penyelenggara DPLK-nya bermasalah, maka iuran atau dana peserta DPLK tetap aman
dan dapat dipindahkan ke DPLK lain sesuai regulasi yang berlaku.
Apakah
DPLK penting dimiliki setiap pekerja atau pemberi kerja? Jawabnya sederhana.
Fakta hari ini, 9 dari 10 pekerja di Indonesia tida siap untuk pensiun atau berhenti
bekerja. Bahkan 7 dari 10 pensiunan di Indonesia pada akhirnya mengalami
masalah keuangan. Lalu, hampir 90% pemberi kerja di Indonesia tidak mampu
membayar uang pesangon (utamanya akibat PHK) sesuai regulasi yang berlaku. Semuanya
terjadi, akibat tidak tersedianya dana yang cukup untuk hari tua atau masa
pensiun. Maka, DPLK memang lebih baik bila dipersiapkan sejak dini. Menyisihkan
sebagian upah atau gaji untuk hari tua, untuk masa pensiun yang lebih baik.
Adalah
“pekerjaan rumah” ke depan, DPLK harus lebih banyak edukasi yang masif dan
berkelanjutan dan punya kemudahan akses untuk membeli DPLK. Karenanya, dukungan
teknologi atau aplikasi DPLK harus mendapat prioritas. Agar edukasi dan akses
DPLK jadi lebih mudah, lebih gmapang diketahui pekerja dan masyarakat. Apalagi
untuk pekerja informal atau individual, tentu DPLK sangat diperlukan sebagai
kesinambungan penghasilan di hari tua. DPLK, jangan “gimana nanti” tapi “nanti
gimana”.
DPLK
itu ibarat “sedia payung sebelum hujan”. Kan tidak ada salahnya mulai
mempersipkan masa pensiun di saat masih bekerja. Jangan hanya jaya di masa
bekerja tapi merana di masa tua. Kerja yes, pensiun oke. Salam
#YukSiapkanPensiun #SadarPENSIUN #EdukasiDanaPensiun #EdukatorDanaPensiun