Rabu, 19 November 2025

Dihadiri Pengurus dan Komda, ADPI Sosialisasikan Program Kerja 2026

Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menggelar Musyawarah Tahunan II/2025 dan Sosialisasi Program Kerja tahun 2026 hari ini di Jakarta (20/11/2025).  Dihadiri 50-an Pengurus ADPI dan Komda 1 s.d. 8 ADPI di Indonesia, Munas II ADPI tahun ini menjadi momentum untuk melakukan evaluasi anggaran dan kinerja organisasi serta mensosialisasikan program kerja di tahun 2026.

“Momen Munas II tahun 2025 ini sangat penting untuk penguatan soliditas pengurus ADPI dan pemaparan program kerja tahun 2026, di samping anggaran. Selain untuk menopang kinerja organisasi, Munas ini juga berpesan pentingnya menjalan peta jalan dana pensiun sesuai arahan OJK” ujar Abdul Hadi, Ketua ADPI dalam sambutannya.

 

Munas II/2025 ADPI dipimpin langsung oleh Abdul Hadi sebagai Ketua Umum dan Sularno (Sekjen ADPI). Dipaparkan pula program kerja tahun 2026 ADPI dari masing-masing Wakil Ketua seperti Chairi Pitono, Waka 1 untuk bidang Investasi dan Kemitraan, Antonius R. Tyas, Waka 2 untuk bidang Kepesertaan dan Litbang, Budi Sutrisno, Waka 3 untuk bidang Edukasi & Literasi, dan Abdul Hadie untuk Bendahara – Regulasi/Advisory). Turut hadir dalam Munas II ADPI antara lain: Suheri, dan Ali Farmadi (Dewan Pengawas), Marzuki Usman dan Djoni Rolindrawan (Dewan Penasihat, dan Bambang Sri Mulyadi (staf ahli).

 


Melalui Munas II/2025 ADPI, rencananya ADPI akan melakukan 16 kegiatan di tahun 2026 yang mencakup refreshment, webinar, sarasehan, seminar termasuk Indonesia Pension Fund Summit 2026, dan Munas. Sementara aktivitas diklat mencapai 88 pelatihan, terdiri dari 58 diklat dan 30 inhouse training.

 

Harapannya melalui Munas II/2025, ADPI akan terus menyatukan visi dan arah Gerak untuk memajukan industri dana pensiun di Indonesia, di samping untuk menyamakan persepsi antara seluruh anggota dan pengurus.

 

Di Taman Bacaan, Eksekusi Lebih Berharga daripada Imajinasi

 Banyak orang sering memuji ide-ide brilian yang disajikan di ruang diskusi atau seminar.  Sayangnya setelah mendapat pujian, satu tahun dua tahun kemudian ide brilian itu tetap hanya sebatas imajinasi. Kita lupa, ide sehebata apapun dan imajinasi tidak akan pernah menjamin kesuksesan. Ide hebat tanpa eksekusi hanyalah angan kosong yang tidak memiliki nilai apapun. Jelas bahwa, eksekusi lebih berharga daripada fantasi yang terlalu lama dibicarakan.

 

Di era sekarang, siapa pun yang paling cepat mengerjakan atau meng-eksekusi lebih dihargai daripada mereka yang lama berdiskusi tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang konkret. Cepat bertindak, cepat mengerjakannya. Kecepatan membuat jejak nyata, dan jejak itu yang akhirnya menjadi dasar untuk berkembang dan bertumbuh. Meskipun belum sempurna, eksekusi sudah membuka akses pada realitas. Hingga kita tahu mana yang bekerja, mana yang perlu diperbaiki, dan arah mana yang perlu diambil. Tanpa eksekusi, kita hanya berputar pada ruang spekulasi yang gelap. Karenanya, berhasil atau sukses itu bukan yang sempurna, tapi yang cepat belajar dari tindakan aktual.

 

Ide memang penting tapi belum jadi apa-apa bila masih di kepala. Justru eksekusi lebih menentukan makna karena sudah diuji di dunia nyata. Di era serba cepat begini, kesempatan tidak menunggu siapa pun. Algoritma sudah berubah, kebiasaan orang  berubah, bahkan pesaing yang tidak kita kenal bisa muncul dalam semalam. Maka pertanyaannya bukan apakah ide kita hebat, tetapi apakah kita siap bergerak sekarang juga? Jadi, bukan idenya yang hebat tapi eksekusinya kapan? Ubah niat baik jadi aksi nyata.

 

Pola yang sama terjadi pula di gerakan literasi taman bacaan. Ide-ide hebat yang terbenam di kepada atau eksekusi literasi di akar rumput. Taman bacaan yang masih beroikir mau gimana atau taman bacaan yang konsisten berpraktik baik sesederhana apapun. Koleksi buku tidak banyak, biaya operasional tidak ada, bangunan alakadarnya, dan relawan sedikit selalu jadi alasan untuk tidak melakukan apapun. Semau itu sudha jadi masalah klasik di taman bacaan dari zaman republik ini berdiri. Taman bacaan tidak usah sempurna, asal mau bertindak secara konsisten. Eksekusi, eksekusi aktivitas di taman bacaan. Sebab, eksekusi lebih berharga daripada ide brilian.

Seperti yang terjadi di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Sejak berdiri 8 tahun lalu, bangunan pun sudah berubah 4 kali. Koleksi yang tadinya hanya 600 buku kini sudah lebih dari 10.000 buku bacaan. Jumlah anak dari 14 saja, kini menjadi 223 anak. Relawan dari tidak ada kini ada 18 relawan yang mengabdi. Dari 3 hari jadwal operasi jadi 6 hari buka dalam seminggu. Korporasi yang ber-CSR tiap tahu berubah-ubah keculai Bank Sinarmas. Dan setiap tahun, selalu ada fasilitas taman bacaan yang bisa diwujudkan. Karena spiritnya adalah eksekusi, eksekusi dan eksekusi, insya Allah selalu ada jalannya.



Ada banyak orang yang menunda berproses di literasi dan taman bacaan karena ingin semuanya sempurna. Kita lupa, kesempurnaan itu tidak terbentuk di awal tapi muncul setelah proses panjang yang dijalani dan dievaluasi. Jangan karena koleksi bukunya terbatas akhirnta taman bacaan tidak jelas kapan bukanya? Jangan karena tidak punya relawan, taman bacaan hanya sekadar “papan nama” tanpa ada aktivitas rutin. Kita sering lupa, mau bagaimana pun momentum lebih bernilai daripada kesempurnaan.

 

Riset Harvard Business Review menyebut mayoritas startup yang bertahan hingga kini bukanlah yang punya konsep paling unik, tetapi yang paling cepat meluncurkan versi pertamanya, mengumpulkan data nyata, kemudian memperbaikinya secara agresif. Hari ini bukan kompetisi siapa yang paling cerdas, tetapi siapa yang paling lekas mengambil langkah pertama. Bukan soal siapa ide yang paling hebat tapi siapa yang sudah eksekusi? Bukan tentang “papan nama” tapi konsistensi dalam mengerjakannya.

 

Sudah terbukti, dalam hal apapun, eksekusi mengalahkan ide hebat dan imajinasi. Kita hanya perlu bergerak cepat dan konsisten di jalan nyata, bukan bertahun-tahun membahas ide-ide yang itu-itu lagi. Di situlah pentingnya, aksi nyata daripada niat baik. Sebab hari ini, banyak orang tenggelam dalam perfeksionisme. Salam literasi!





Selasa, 18 November 2025

Taman Bacaan Memperkokoh Karakter dan Emosi Anak, Tidak Ada di Sekolahan

Harvard Business Review meneliti dan merilis bahwa nilai akademik memang berhubungan dengan kedisiplinan dan ketekunan, tapi tidak selalu sejalan dengan keterampilan sosial, kreativitas, atau daya tahan menghadapi kegagalan seseorang. Justru, faktor non-akademik itulah yang menentukan sukses seseorang dalam jangka panjang.

 

Di zaman begini, di sekolah dan kehidupan sehari-hari, banyak anak yang cerdas secara intelektual tapi gagal secara emosional atau mentalitas. Kasus bully yang menyebabkan kematian siswa SMPN 19 Tangsel dan ledakan di SMAN 72 Jakarta, jadi bukti anak-anak yang gagal secara emosial dan sosial. Di sekitar kita, ada siswa nilai akademiknya luar biasa , nilai-nya 90 ke atas tapi bingung mengambil keputusan sederhana ketika sudah lulus. Jadi pendidikan anak, bukan cuam soal akademik tapi harus menekankan karakter, emosional, dan sosial.

 

Kita sering lupa nilai akademik tidak mengukur sisi emosional, sosial, bahkan kreativitas anak. Anak yang kreatif sering dianggap menyimpang dari aturan sekolah. Sebaliknya anak pintar yang pendiam justru dipuji-puji hingga mampu melukai orang lain. Karakter, emosi dan kreativitas seharusnya jadi modal utama anak untuk beradaptasi di dunia yang terus berubah. Sayangnya, soal karakter dan kreativitas anak tidak masuk ke dalam penilaian rapor. Sesederhana itulah realitas pendidikan kita.

 

Siswa yang sering bertanya selalu dianggap bawel, padahal bisa jadi dia calon pemimpin masa depan. Siswa yang suka menggambar di pinggir bukunya dianggap tidak fokus. Padahal, besok dia bisa menjadi desainer atau arsitek yang karyanya diakui dunia. Nilai akademiknya mungkin biasa-biasa saja, tetapi pikiran out of the box dan imajinasinya luar biasa. Guru dan orang tua terlalu terpaku pada angka di rapor, sehingga gagal melihat potensi anak. Karaketr anak itu lebih dari sekadar angka di rapor. Dan keativitas justru lahir dari berani untuk berbeda, bukan dari kepatuhan secara akademik semata.

 


Besok-besok, kecerdasan emosional dan kreativitas sangat menentukan di dunia kerja. kecerdasan emosional anak jauh lebih berpengaruh pada kesuksesan kerja dibandingkan IQ semata. Kemampuan sosial lebih hebat daripada sekadar kognitif anak. Sebab anak yang pandai berempati, berkomunikasi, dan mengendalikan diri cenderung lebih mampu membangun relasi dan menghadapi tekanan sesulit apapun.

Dua anak yang lulus dari kuliah, dengan nilai sama bisa memiliki karier yang berbeda jauh. Yang satu bisa cepat naik jabatan karena pandai bekerja sama dengan tim, sementara yang lain tersendat karena mudah tersinggung dan tidak bisa beradaptasi di kantornya. Sekolahnya sama tapi hasilnya berbeda, bukan karena faktor akademik semata. Tapi karena karakter, emosi, kerativitas dan kemampuan sosial.

 

Itulah kenapa pendidikan nonformal seperti taman bacaan masyarakat jadi penting untuk memperkuat karakter, emosi, dan kreativitas anak sekaligus kemampuan sosialnya. Seperti di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor yang selalu mengajak anak untuk memiliki adab dan karakter-emosi yang lebih kokoh ketimbang nilai rapor. Bergaul dan berinteraksi, melatih antre, bersikap saling menghargai, dan berkerasi untuk memacu kreativitas. Semuanya untuk memperkokoh karakter dan kreativitas anak. Agar punya skill sosial yang cukup di masa depan.

 

Sebab di sekolah, jarang memberi ruang besar untuk mengembangkan  keterampilan emosional dan kreativitas anak. Semuanya tergantung pada kurikulum yang ketat. Padahal, di luar kelas, justru kemampuan emosi dan kreativitas inilah yang menjadi kunci bertahan untuk hidup dan tetap bertumbuh di segala keadaan. Salam literasi!

 



Senin, 17 November 2025

Kenapa Susah Mengakui Jasa Orang Lain?

Hari gini, masih ada yang belum percaya. Sehebat apapun kamu, tetap saja makhluk yang bergantung kepada orang lain. Lahir ditolong, hidup saling membutuhkan, dan mati pun masih perlu bantuan orang lain. Maka rendahkanlah hati seperti tanah yang diinjak, karena dari sanalah kita berasal dan ke sanalah kita akan dikembalikan.

 

Sehebat apapun manusia, kita tetap makhluk yang bergantung. Ini bukan cuma soal percaya secara intelektual, tapi menerjemahkan ke tindakan sehari-hari, kebiasaan, dan sistem hidup. Selalu bersikap rendah hati, sebagai kesadaran atas keterbatasan diri. Landasan mental  untuk selalu belajar terus-menerus. Kita bisa begini, tentu ada orang yang berjasa. Kenapa susah mengakui jasa orang lain?

 

Coba saja, tuliskan tiga hal dalam hidup kita yang akhirnya berjalan akibat bantuan orang lain. Tanpa bantuannya, kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Hanya makhluk yang tidak berdaya dan sulit untuk bisa tumbuh tanpa campur tangan orang lain, apalagi Tuhan. Sayangnya, masih banyak orang yang sulit mengakui. Seolah-olah apa yang diraihnya hanya sebab kerja keras atau perjuangannya sendiri.


.

Pengakuan atas ketergantungan itu dimensi spiritual sekaligus mentalitas. Sebab dalam hidup selalu ada hal-hal di luar kendali kita, maka di situ Tuhan menurunkan tangan orang lain untuk memberikan solusi, walau sekadar saran atau pendapat. Maka akui keterbatasan kita sebagai manusia, pelihara hubungan yang saling menunjang. Agar ketergantungan atau “bergantung” jadi kekuatan, bukan aib karena menghasilkan ketahanan, kualitas, dan hubungan yang lebih sehat.

 

Sehebat apapun kamu, tetap saja makhluk yang bergantung kepada orang lain. Seperti kopi yang tidak pernah sombong, pahit apa adanya, justru karena pada pahitnya kopi semakin kuat rasanya. Begitu pula kita, tidak ada yang perlu disombongkan di dunia ini, karena saat kita meninggal dunia pun kita masih butuh orang lain untuk menguburkannya. Salam literasi!

Niatkan yang Tulus saat Berbuat Baik dan Berkiprah di Taman Bacaan

Banyak orang sepakat, menanam kebaikan di mana pun berarti menanam kebahagiaan untuk diri sendiri. Karenanya, setiap perbuatan baik pasti akan Kembali kepada diriinya sendiri. Karena itu, niatkan yang tulus dan lakukan dengan Ikhlas setiap kebaikan yang ditebarkan.

 

Apapun yang kita korbankan untuk kebaikan yang dibarengi dengan ketulusan dan keikhlasan, Insya Allah akan Kembali kepada kita. Waktu, tenaga, pikiran atau biaya sekalipun pada akhirnya akan digantikan dengan sesuatu yang lebih bermakna. Minimal badan tetap sehat, pikiran tetap tenang dan Insya Allah rezeki dimudahkan. Maka tidak usah khawatir atas setiap perbuatan baik yang kita lakukan. Teruslah berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun, tanpa perlu ditimbang-timbang.

 

Jangan khawatir saat berbuat baik. Sebab kebaikan kecil yang kita lakukan hari ini bisa mengubah hidup seseorang. Setiap senyum, tawa, dan hilangnya rasa gelisah atas kebaikan yang kita perbuat pasti bernilai. Bila besok atau nanti, jika kebaikan itu tidak Kembali kepada kita. Berarti kebaikan itu akan didapatkan oleh anak-anak atau keturunan kita nantinya. Tapi percayalah,, setiap kebaikan yang diperbuat pasti akan kembali kepada diri sendiri.

 

Spirit itulah yang mendasari relawan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunungg Salak Bogor saat berkiprah di taman bacaan. Untuk selalu berbuat baik dan menebar manfaat dengan membimbing anak-anak yang membaca, memotivasi dan menyemangati akan pentingnya menyiapkan masa depan melalui buku-buku bacaan. Berbuat baik dengan menyediakan akses bacaan yang selama ini tidak dimiliki anak-anak kampung. Tetap komitmen dan konsisten berkiprah di taman bacaan.

 


Kebaikan pasti berbalas kebaikan. Sebaliknya, keburukan pun akan dibalas dengan keburukan. Begitulah hukum dasarnya. Siapapun yang berbuat baik pasti akan membawa manfaat baik yang luar biasa, baik secara spiritual, emosional, dan sosial. Siapapun yang berbuat baik pasti mendapat imbalan yang setimpal di kemudian hari. Kebaikan pun dapat meningkatkan rasa bahagia, kepuasan batin, serta mengurangi stres atau depresi. Lebih dari itu, tiap perbuatan baik pasti bermanfaat untuk orang lain sehingga mampu menciptakan lingkungan sosial yang sehat.

 

Maka yakinlah setiap perbuatan baik kita akan kembali kepada diri kita sendiri. Setiap kebaikan yang kita lakukan pasti akan mendatangkan kebaikan lainya kepada kita. Sebaliknya jika berbuat keburukan maka keburukan itu akan berbalik kepada kita. Jadi, teruslah berbuat baik hingga balasannya akan mendatangi kita.

 

Ketahuilah, manusia baik adalah mereka yang dapat memberi apa yang tidak pernah mereka terima sebelumnya. Kebaikan yang sejati, datang dari hati nurani. Salam literasi!

 



Tingkatkan Literasi Dana Pensiun, ADPI Gelar Goes to Campus di Unpad

Sebagai upaya meningkatkan literasi dan kesadaran finansial di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa tentang pentingnya mempersiapkan masa pensiun sejak dini,  Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menggelar acara “ADPI GOES TO CAMPUS” di Kampus Universitas Padjajaran Jatinangor (17/11/2025). Kuliah umum bertajuk “Hidup Tenang di Hari Tua melalui Pengelolaan Dana Pensiun yang Baik dan Profesional” ini diikuti 100-an mahasiswa dan dosen FEB Unpad.

 

Bertindak sebagai pembicara 1) Abdul Hadi, Ketua ADPI, 2) Faizal Ridwan Zamzamy, Ketua Bidang Literasi dan Sosialisasi ADPI, dan 3) Dr. Vita Sarasi, Dosen FEB Unpad sebagaikeynote speaker yang dimoderatori Denny S. Nugroho. Turut hadir memberikan opening remarks dalam kuliah umum ini Dr. Adiatma Yudistira Manogar Siregar, SE.,ME.Con.St selaku Wakil Dekan 1 FEB Unpad dan Cupian, SE.MT .,Ph.D selaku Ketua Prodi Ekonomi Islam.

 

“Kami menyambut baik ADPI Goes to Campus ini karena dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang cara mengelola keuangan pribadi dan pentingnya mempersiapkan pensiun. Acara ini penting untuk edukasi dan literasi finansial” ujar Dr. Adiatma Yudistira Manogar Siregar, SE,, ME.Con.St., Wakil Dekan 1 FEB Unpad dalam sambutannya.

 

Abdul Hadi, Ketua ADPI memaparkan pentingnya persiapan sejak dini tentang dana pensiun untuk mencapai ketenangan di masa depan. Untuk itu, edukasi dan kemampuan mengelola uang sejak masih produktif sangat penting. Agar nantinya, saat mahasiswa bekerja punya rencana untuk membuat hari tua bebas dari kekhawatiran finansial. Sebab hari tua bukan soal bertahan, tapi menikmati hidup. Dengan dana pensiun yang cukup, seseorang bisa tetap menjaga standar dan kualitas hidup, sehingga tidak tergantung kepada anak-anak atau keluarga.

 


Sementara itu, Faizal Ridwan Zamzamy, Ketua Bidang Literasi dan Sosialisasi ADPI menegaskan penting pengelolaan profesional di dana pensiunm agar memperoleh hasil yang optimal dan aman di hari tua. Selain dikelola oleh lembaga yang profesional, investasi dana pensiun juga harus dikelola secara prudent, transparan, dan berkelanjutan. Intinya, pengelolaan dana pensiun yang baik dan profesional dapat memberikan rasa aman, stabilitas, dan kebebasan untuk menjalani hari tua secara berkualitas.

 

Selain untuk membangun kesadaran mahasiswa akan pentingnya mempersipakan masa pensiun saat bekerja nanti, acara “ADPI Goes To Campus” ini juga menjadi bagian untuk mencegah ketergantungan finansial (sandwich generation) masyarakat Indonesia di masa pensiunnya. Mahasiswa perlu memiliki wawasan dan pengetahuan untuk menjaga kesinambungan penghasilan di hari tua, agar tidak bergantung pada keluarag atau orang lain setelah tidak lagi aktif bekerja.



Minggu, 16 November 2025

Literasi Pertemanan, Jauhi Teman yang Toxic

Sobats, ini seperti kalimat perintah. Bahwa tidak semua teman harus dipertahankan meskipun sudah lama. Tidak sedikit orang yang maksa untuk pertahankan teman suma karena udah kenal lama. Padahal, lamanya kenal tidak selalu setara dengan kualitas hubungan. Bertahan dengan teman yang udah nggak asyik, itu bukan tanda memghargai pertemanan tapi lebih ke takut kehilangan masa lalu.

 

Yah, namanya teman. Bisa jadi, dulu masih satu circle, satu vibes. Tapi seiring waktu kan bisa saja berubah. Atau sekarang udah beda jalan, beda arah orientasi. Dan itu normal saja, ada teman yang bisa diajak tumbuh, ada pula pertemanan begitu-begitu saja,. Ngobrol ngalor-ngidul tanpa ada manfaatnya. Bila temann bisa berubah, maka hubungan pun pasti berubah.

 

Sob, memang tidak semua teman harus dipertahankan! Seiring waktu harus lebih selektif memilih teman. Tentu, ada yang tetap dipertahankan dan terpaksa ada yang dibuang. Apalagi teman yang kerjanya meremehkan teman sendiri, membanding-bandingkan, atau bahkan kerjanya memperolek serta menjadikan kita sebagai bahan candaan. Itu bukan candaan sehat tapi justru jadi bukti lingkungan teman yang toxic. Zaman now, pilih teman yang memberi ruang kita untuk tumbuh dalam kebaikan dan kemanfaatan. Bukan teman yang hanya membuang waktu atau tidak salaing menghargai.

 

Harus diakui, pertemanan yang nggak seimbang itu berat. Pada akhirnya, harus selektif memilih teman. Sebab selalu ada yang datang saat butuh, ada yang hadir di saat perlu. Selebihnya menghilang, entah kemana? Apalagi saat kita yang lagi butuh bantuan. Makanya ada yang bilang, kalau datang cuma saat butuh itu bukan teman tapi penumpang.

 


Sudah lama berteman, tentu bukan alasan untuk bertahan. Apalagi bila hubungan pertemanannya tergolong toxic. Berteman jadi pura-pura, bukan apa adanya. Tapi lebih ke ada apanya. Di depan manis, di belakang pahit. Lagi duduk bareng yang diomongin orang lain, begitu kita yang pergi malah kita yang diomongin. Jatahnya diomongin sama teman sendiri.

 

Hati-hati saja. Membenci, memanipulasi, iri, nyebarin hoaks, dan merendahkan itu bukan ciri teman. Teman itu harusnya mensupport, minimal diam bila nggak tahu banyak. Sejelek-jeleknya teman ya mendoakan yang baik. Bukan malah menghancurkan, apalagi gembira temannya kejeblos pada keburukan. Jadi, tinggalkan teman yang nggak kondusif, nggak produktif pula. Kita lepaskan pertemanan bukan karena benci. Tapi karena kita menyanyangi diri sendiri. Biar lebih sehat, lebih objektif dalam melihat realitas.

 

Lepaskan saja circle teman yang nggak sehat. Apalagi teman yang arigan, subjektif dan merasa benar sendiri. Lebih baik bangun circle pertemanan baru yang lebih sehat. Circle yang positif bukan sekadar teman nongkrong atau cuma ramai di WA group. Tapi pertemanan yang bikin siapapun tetap bisa tumbuh, merasa dihargai, dan diterima apa adanya. Sebab pertemanan yang sehat bisajadi “pupuk” buat versi terbaik diri kita. Bukan pertemanan yang jadi “hama” untuk kita.

 

Berani tinggalkan teman, bukan berarti jauhi pergaulan. Pilih pertemanan yang sehat, memilih pergaulan yang saling menghargai dan memberi ruang pada tumbuhnya kebaikan dan mau menebar manfaat. Ketahuilah Sob, waktu itu singkat. Jadi carilah pertemanan yang bisa menjadikan kita lebih baik dari kemarin. Salam literasi!

Belajar dari Proses Bukan Tekanan, Peran TBM untuk Pendidikan Anak

Apa yang terjadi di SMAN 72 Jakarta, mungkin bisa jadi bukti anak belajar dari tekana bukan proses. Tekanan justru menjadikan anak cenderung emosional, agresif, dan membenarkan pikirannya sendiri. Bahkan bertindak melebihi kapasitasnya sebagai anak. Karena itu, siapapun harus menekankan “anak belajar dari proses, bukan tekanan”.

 

Orang tua sering kali memerintah anak untuk berfokus pada hasil. “Dapat nilai 100!” menjadi lebih penting daripada “belajar memahami pelajaran.” Ketika anak hanya mengejar hasil, ia kehilangan kesempatan menikmati proses belajar itu sendiri. Akibatnya, belajar terasa menakutkan, bukan lagi menyenangkan. Menyuruh anak punya hasil belajar tertentu membuatnya jadi tertekan. Manifestasinya, anak jadi cemas, frustrasi, atau kewalahan, yang dapat mengarah pada stres dan berdampak negatif pada mental si anak.

 

Kita sering mengira bahwa anak akan menjadi disiplin jika diperintah tegas. Padahal, semakin sering diperintah, semakin kecil rasa ingin tahunya. Bahkan semakin tertekan psikologisnya. Sebuah penelitian dari University of Rochester menemukan bahwa anak yang diberi otonomi dan rasa percaya diri memiliki motivasi intrinsik tiga kali lebih tinggi dibanding anak yang sering diperintah. Maka artinya, dorongan internal jauh lebih kuat daripada tekanan eksternal. Anak membutuhkan sikap demokratis dan ruang kreativitas daripada sekadar perintah atau hasil.

 

Praktik sehari-hari, banyak orang tua yang tanpa sadar menjadikan perintah sebagai cara utama mendidik anak. “Kerjakan PR sekarang!”, “Jangan main melulu!”, “Awas kalua tidak nurut!”. Kalimat-kalimat seperti itu menciptakan kepatuhan instan, tetapi membunuh rasa percaya diri anak untuk berpikir dan mengambil keputusan. Anak tumbuh menjadi pelaksana, bukan pemikir. Sementara dunia masa depan justru menuntut kemampuan berpikir mandiri dan rasa tanggung jawab, bukan hanya kemampuan patuh pada perintah.

 


Adalah lebih baik mendidik anak dengan dorongan, bukan perintah. Sebab dorongan melahirkan rasa mampu, sedangkan perintah melahirkan ketakutan. Anak yang didorong untuk mencoba akan merasa bahwa dirinya mampu. Ketika orang tua berkata, “Kamu bisa menyelesaikannya dengan caramu sendiri,” anak belajar bahwa ia punya kendali atas tindakannya. Sebaliknya, perintah menciptakan ketakutan untuk gagal. Setiap keputusan terasa berisiko, setiap kesalahan dianggap dosa. Maka, motivasi pun lahir bukan dari rasa ingin tahu, melainkan dari ketakutan untuk dimarahi.Kita sering lupa, rasa percaya diri anak itu datang dari lingkungan yang mendorong, bukan memerintah. Di sinilah peran orang tua menjadi krusial: bukan sebagai komandan, melainkan sebagai fasilitator pertumbuhan mental anak.

 

Membiasakan anak belajar dari proses, bukan tekanan. Itulah salah satu misi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salah Bogor. Untuk mengubah cara mendidik anak berdasar dorongan, bukan perintah. Memberi ruang anak untuk tumbuh dan lebih kreatif daripada sekadar mengejar hasil. Membaca buku tidak perlu ditarget selesai sekian hari tapi mengutamakan proses membacanya. Membaca bukan soal minat tapi soal akses. Anak-anak TBM Lentera Pustaka cukup membaca 30 menit sampai dengan 1 jam. Selebihnya ngobrol bareng, bermain atau berkreasi di taman bacaan. Karena orientasinya, anak belajar dari proses, bukan dari tekanan.

 

Dengan berkata, “Coba baca pelan-pelan, bila ada yang tidak paham bisa ditanyakan,” adalah cara mengajak anak mencintai proses. Bila anak salah, tidak masalah. Karena kesalahan adalah bagian dari belajar, bukan tanda kelemahan. Proses belajar harus mampu menciptakan kebiasaan reflektif, keterampilan yang jauh lebih berharga daripada sekadar mendapat hasil ujian yang baik. Salam literasi!

 




Sabtu, 15 November 2025

TBM Lentera Pustaka Cup, Geliat Bulutangkis di Kaki Gunung Salak

Sebagai ungkapan rasa syukur atas HUT-ke8, TBM Lentera Pustaka menggelar turnamen bulutangkis bertajuk “TBM Lentera Pustaka Cup” yang diikuti 30 peserta. Memperebutkan hadiah Rp. 1 juta dari Pendiri TBM Lentera Pustaka, turnamen ini mempertandingkan kategori tunggal putri, tinggal putra, dan ganda bebas. Bertempat di lapangan parkir TBM Lentera Pustaka, turnamen bulutangkis ini bertujuan untuk meningkatkan sikap sportivitas pengguna layanan taman bacaan, di samping menjaga kekompakan yang sudah terjalin di antara keluarga besar TBM Lentera Pustaka.

 

“Selain rutin membaca buku dan berkegiatan di taman bacaan, TBM Lentera Pustaka Cup untuk memacu sikap sportivitas dan semangat juang pengguna layanan taman bacaan. Ada anak-anak, para ibu, dan relawan yang ikut turnamen. Algamdulillah bisa bikin turnamen bulutangkis” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka dalam pesannya sebelum pertandingan dimulai (15/11/2025).

 

Turnamen digelar pada 15 s.d. 22 November 2025 dan diikuti anak-anak TBM, para ibu dan relawan seperti: Mario, Arkana, Septi, Indah, Ade, Neneng, Sindi, Anisa, Mama Amy, Mama Alena, Mama Naila H, Mama Mario, Mama Putri, Mama Jihan, Mamah Arkana, Mama Anisa, Mama Ivan, Aulia, Vanesa, Nayla, Fatih, Adam, Mamah Kayla H, Farida, Resa, Sabda, Alwi, Reza, dan Fadhil dengan sistem gugur untuk mencari juara tunggal putri, tinggal putra, dan ganda bebas. Pembagian hadiah akan dilakukan pada Minggu, 23 November 2025 saat gelaran Festival Literasi Gunung Salak #8, pestanya rakyat taman bacaan.

 


Untuk diketahui, dalam rangka memperingati HUT ke-8, TBM Lentera Pustaka akan menggelar Festival Literasi Gunung Salak #8 pada Minggu, 23 November 2025, pukul 09.00 hingga selesai di TBM Lentera Pustaka. Mengusung tema "perbaiki keadaan perkuat harapan", acara ini menjadi pentas kreasi pengguna layanan TBM Lentera Pustaka. Ada berbagai penampilan kreasi dan tari dari anak-anak TBM, para ibu, dan relawan TBM dan guest star “senadung Mubarock Band”. Selain disediakan makan siang untuk semua peserta, tersedia pula pesta “bakso dan es” di Kebun Baca TBM Lentera Pustaka. Acara akan dihadiri tim Bank Sinarmas dan kaawan-kawann Pendiri TBM Lentera Pustaka yang akan menyumbang kaos untuk seluruh anak-anak TBM dan relawan, termasuk donasi untuk TBM.

 

Selain menjadi pestanya rakyat taman bacaan, Festival Literasi Gunung Salak #8 juga jadi ajang kreasi pengguna layanan taman bacaan dan kolaborasi produktif untuk mendukung aktivitas TBM Lentera Pustaka sebagai wujud geliar literasi di kaki Gunung Salak Bogor. Salam literasi!





Tidak Ada TBM yang Sukses, Semuanya Sedang Berproses di Jalannya

Setelah diresmikan tahun 2017 lalu, sama sekali tidak terbayang TBM Lentera Pustaka akan seperti apa ke depannya. Apa tetap bisa eksis dan bertahan atau “mati” mati di telan waktu? Tidak ada yang tahu. Sebab, pendiri TBM nya tinggal di Jakarta agak susah bila mengurus hari-hari. Belum lagi hanya 14 anak yang bergabung, tikda punya relawan. Semuanya dijalankan sendiri dan dibantu 2 orang wali baca. Terasa garing dan tikad tahu gimana cara bisa membuat TBM ini bertahan?

 

Bersyukur-nya, TBM Lentera Pustaka sejak berdiri selalu di support CSR dari berbagai perusahaan untuk biaya operasional. CSR dari kawan-kawan pendiri TBM yang mendukung. Kebayang bila operasional TBM dari “kantong sendiri”, bisa makin frustrasi. Terbukti, tidak mudah mengelola taman bacaan. Butuh dana, butuh buku, butuh tempat yang layak dan butuh relawan, selain program yang bisa mengajak masyarakat mau datang ke TBM. Itu “PR” besar buat pengelola taman bacaan di mana pun.

 

Bahkan atas berbagai hambatan, jujur saja TBM Lentera Pustaka, hampir 2 kali mau ditutup pada tahun 2020 dan 2021. Seakan “buntu’, gimana mengelola taman bacaan yang bisa bermanfaat dan didukung banyak pihak? Anak yang baca sedikit, terasa capek mikir TBM harus gimana? Ujungnya, hanya komitmen dan konsistensi yang menyelamatkan eksistensi TBM. Agar tidak “hidup segan mati tak mau”. Sungguh, mengelola TBM itu benar-benar jalan sunyi pengabdian. Hanya sedikit yang peduli dan butuh “mental baja” untuk ada di dalamnya. Begitulah faktanya.

 

Alhamdulilah, “masa kritis” TBM Lentera Pustaka sudah terlewati. Setelah 8 tahun eksis, kini TBM Lentera Pustaka sudah jadi tempat 200-an anak yang membaca buku, 360 pengguna layanan yang hilir-mudik ke TBM setiap minggunya. Punya 18 wali baca dan relawan aktif, dukungan mitra CSR seperti Bank Sinarmas begitu kuat, punya 15 program literasi, selalu ada mitra yang berkegiatan di TBM, bahkan sekitar 70-an ibu-ibu pengantar anak jadi kekuatan baru. Kini TBM Lentera Pustaka melayani masyarakat dari 4 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya, Sukajdi) di Kec. Tamansari Kab. Bogor. Alhamdulillah banget!

 


Menariknya, pada saat banyak orang mempersoalkan “minat baca” anak rendah melalui berbagai seminar dan survei. Justru TBM Lentera Pustaka membuktikan cara piker “minat baca” itu salah. Yang harus disediakan adalah “akses bacaan”, di mana dan kem mana anak-anak bisa membaca? Bukan soal tidak mau atau tidak minat baca. Tapi lebih disebabkan tidak adanya akses bacaan. Karena itu, tantangan besar mengelola taman bacaan sejatinya hanya soal komitmen, konsistensi, dan mau mengurus langsung TBM. Jelas kapan waktu buka-nya, apa programnya, di mana dan siapa yang membbimbing? Tanpa itu, TBM sulit untuk berkembang. Itulah yang disebut “Tata Kelola TBM” yang akhirnya jadi topik disertasi pendiri TBM Lentera Pustaka di S3 Manajemen Pendididikan Unpak dan mengantarnya meraih gelar Doktor bidang tata kelola taman bacaan.

 

Tidak ada TBM sukses, tidak ada TBM berhasil. Begitulah kata Pendiri TBM Lentera Pustaka. TBM baik tahun ini belum tentu tahun depan, TBM kemarin bagus belum tentu berlanjut tahun ini. Bahkan TBM masih ada sekarang belum tentu masih eksis dua tahun lagi. Di TBM yang ada proses dan praktik baik. Selagi punya komitmen dan konsistensi (diurus benar-benar) maka TBM tetak eksis dan bertahan. TBM memang harus diurus di “akar rumput” bila mau tetap berdampak dan bermanfaat buat masyarakat. Agak susah ngomong TBM bagus bila hanya di ruang seminar atau diskusi semata.

 

Sebab intinya, tidak ada teori paling benar di taman bacaan, yang ada seberapa proses di TBM dijalankan dengan sepenuh hati. Satu yang pasti, dari duu hingga kini, mengelola TBM akan tetap jadi “jalan sunyi pengabdian”. Bukan tempat mencari ketenaran, dan tetap bekerja dalam sunyi. Hingga benar-benar menjadi “lentera” bagi pengguna layanannya. Itu saja cukup, salam literasi!





Kamis, 13 November 2025

Atomic Habits, Pilih Aktivitas yang Bikin Betah Bila Mau Tenang

Banyak orang sudah mengabaikan hal sepele. Untuk bisa nyaman dan tenang, pilihal aktivitas yang membuat kita betah. Iya betah, marasa senang barada di suatu tempat. Sebab gairah, potensi dan kreativitas itu sering kali bersembunyi di balik rasa betah. Ada hal-hal yang kita lakukan tanpa merasa terpaksa, meskipun tidak ada yang menyuruh atau memberi imbalan. Seperti orang yang betah menulis setiap hari, menyapu lantai agar tetap bersih, nongkrong di kafe, atau berkiprah sosial di taman bacaan. Asal betah, kerjakan saja karena disitu ada kenyamanan.

 

Rasa betah itu penting banget. Sebagai sinyal alami bahwa kita sedang berada di jalur yang selaras. Bukan sekadar kenyamanan, tapi tanda bahwa kita sedang menggunakan energi batin dengan cara yang benar. Ingat, banyak orang memacu potensi diri dengan kepintaran pasti terbebani. Tapi rasa betah yang tumbuh alami sehingga membuat hidup tanpa merasa terbebani. Maka, gapailahrasa betah di dalam diri sata berada di suatu tempat.

 

Sekarang ini, banyak orang mencari potensi diri dengan cara yang rumit. Ikut seminar, hadir di berbagai pelatihan, baca buku motivasi, bahkan memaksakan diri untuk menjadi versi terbaik menurut orang lain. Padahal, potensi dan gairah tidak tersembunyi di tempat yang jauh, melainkan dari hal-hal kecil yang bikin betah, yang setiap hari dilakukan tanpa sadar. Betul kata James Clear dalam buku “Atomic Habits” (2018) yangcmenyebut perubahan besar dalam hidup sering kali bukan hasil dari keputusan besar, melainkan dari kebiasaan kecil yang dilakukan terus-menerus. Maka prinsip yang sama berlaku untuk potensi diri: kita tidak perlu menemukan sesuatu yang luar biasa di luar sana, kita hanya perlu menyadari hal-hal sederhana yang sebenarnya sudah menunjukkan siapa diri kita.

 

Potensi dan kreativitas tidak selalu datang dengan suara keras. Ia sering hadir dalam bentuk lembut, seperti minat kecil yang kita abaikan, rutinitas yang kita anggap biasa, atau kecenderungan alami yang kita pikir tidak penting. Jadi, cukup pilih aktivitas yang bikin kita betah. Kenali potensi diri lewat hal-hal sederhana yang sering kita sepelekan. Salah satu caranya, adalah memperhatikan apa yang kita lakukan ketika tidak ada yang melihat. Saat tidak ada validasi, tidak ada penilaian, dan tidak ada tuntutan sosial. Berkiprah di taman bacaan, menulis, membaca buku, atau memotret langit sore. Semua hal itu mungkin terlihat kecil, tapi di situlah arah minat kita bersembunyi.

 


Terkadang, potensi juga bisa muncul dari hal-hal yang membuat kita terusik. Terganggu secara emosional akan sesuatu. Marah saat melihat ketidakadilan, merasa gelisah saat melihat sesuatu dikerjakan setengah hati, atau merasa tidak tenang ketika ada peluang yang disia-siakan. Rasa terganggu itu adalah kompas batin yang menunjukkan di mana kita memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibanding orang lain. Sensitivitas sering kali menjadi dasar dari panggilan hidup seseorang. Landasan untuk berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain.

Martha Beck dalam “Finding Your Own North Star” menyatakan emosi yang kuat sering kali bukan tanda kelemahan, melainkan sinyal bahwa sesuatu dalam diri kita sedang dipanggil untuk diwujudkan. Sebab, potensi sejati tidak lahir dari keinginan untuk dilihat hebat, melainkan dari sesuatu yang tetap kita lakukan bahkan ketika tidak ada yang mengapresiasi. Apa pun yang kita lakukan dengan tulus, meski tampak sepele, bisa menjadi pintu menuju kekuatan diri kita. Begitulah adanya, jadi pilih aktivitas yang disenangi dan sederhana. Salam literasi!




Literasi Dana Pensiun: Tanda Pekerja Akan Susah di Masa Pensiun?

Kerja puluhan tahun, tapi tidak sedikit pekerja yang gagal mengenali masa pensiun yang tidak sejahtera. Tanpa terasa, waktu pensiun sudah di depan mata. Tersisa lima atau tiga tahun lagi akan pensiun.  Tidak siap pensiun dan bahkan terlambat untuk mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Inilah realitas yang terjadi pada sebagian besar pekerja saat ini. Maka wajar, 80% pensiunan pada akhirnya mengandalkan bantuan anak-ananya secara finansial.

 

Sebagai “deteksi dini”, sebenarnya ada beberapa tanda-tanda umum seorang pekerja akan memasuki masa pensiun yang tidak sejahtera. Tanda-tanda hari tua yang merana secara finansial akibat tidak siap untuk pensiun alias berhenti bekerja. Banyak dari tanda-tanda ini muncul jauh sebelum pensiun tiba, tapi sering diabaikan pekerja. Setidaknya, ada 9 (sembilan) tanda untuk mengenali seorang pekerja akan berada di masa pensiun yang tidak sejahtara, akan mengalami masalah keuangan di hari tua.

1. Tidak punya kesianmabungan penghasilan saat pensiun selain mengandalkan anak atau keluarga. Jika satu-satunya harapan adalah bantuan keluarga, berarti tidak ada kemandirian finansial di masa pensiun. Ini sangat berisiko karena kondisi anak belum tentu punya dana yang cukup, bahkan kondisi keuangannya kapan pun bisa berubah.

2. Tidak punya dana pensiun atau tabungan hari tua yang yang memadai. Tanda masa pensiun yang tidak sejahtera bisa terjadi akibat tidak punya dana pensiun atau tabungan khusus hari tua, tidak ada investasi untuk masa pensiun. Kondisi ini terjadi akibat  menunda menabung untuk masa pensiun atau merasa masa pensiunnya “masih lama”.

3. Kerja puluhan tahun tapi hanya mengandalkan program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan di masa pensiun. Lupa, JHT jumlahnya tidak seberapa dan tidak dapat dijadikan acuan untuk mempertahankan standar hidup di masa pensiun. Kontirbusinya, hanya mengcover 10% dari gaji terakhir di hari tua.

4. Terpaksa tetap bekerja karena kebutuhan, bukan keinginan. Bekerja lagi di usia lanjut “bukan masalah” jika sekadar mengisi waktu dan aktualisasi diri. Namun jika harus bekerja karena tidak punya uang adatu dana untuk hidup, itulah tanda pensiun yang rentan mengalami masalah keuangan di kemudian hari.

5. Kesulitan memenuhi standar hidup sehari-hari. Saat biaya makan, listrik, dan kebutuhan harian di hari tua terasa berat dan menjadi “beban pikiran”, itulah tanda bahwa arus kas di masa pensiun bermasalah atau tidak stabil.



6. Tidak punya dana darurat untuk hari tua. Usia pensiun biasanya rentan terhadap biasa kesehatan bila sakit (apalagi dirawat) atau pengeluaran mendadak. Tanpa adanya dana darurat, standar dan kualitas hidup pasti jadi terganggu.

7. Beban utang masih tinggi menjelang atau saat pensiun. Pensiun yang tidak sejahtera biasanya ditandai dengan cicilan masih panjang, utang konsumtif atau kartu kredit yang belum lunas. Begitu gaji atau penghasilan berhenti saat pensiun tapi utang masih harus dibayar, maka jadi beban berat di hari tua.

8. Tidak punya rencana finansial jangka panjang. Sama sekali tidak punya rencana finansial untuk masa pensiun. Terlalu cuek dengan program pensiun, lupa biaya hidup dan Kesehatan terus meningkat, inflasi selalu ada, sama sekali tidak terpikir punya “passive income”, bahkan lupa bahwa menjalani masa pensiun itu lama, bisa mencapai 17 tahun masa kehidupan setelah berhenti bekerja.

9. Sangat bergantung pada uang pesangon. Banyak orang merasa pesangon adalah “modal pensiun”. Padahal realitasnya, uang pesangon sering “cepat habis” jika tidak dikelola dengan bijak. Pensiun sejahtera tidak boleh bertumpu pada uang pesangon saja.

 

Jadi, tanda-tanda pekerja menjalani masa pensiun tidak sejahtera bisa terjadi akibat tidak punya dana pensiun dan perencanaan hari tua yang diabaikan. Saat diberi tahu pentingnya masa pensiun, justru membantah dengan kata-kata “gaji gue nggak cukup untuk nabung pensiun, habis untuk kebutuhan hari-hari. Padahal biaya beli kuota internet buat HP bisa mencapai Rp. 150.000 per bulan. Kenapa nggak kuota internet Rp. 100.000 saja lalu nabung di dana pensiun Rp. 50.000 per bulan. Di mana beratnya?

 

Tapi kabar baiknya adalah semua tanda-tanda di atas masih “bisa diperbaiki bila dimulai  dari sekarang. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK

 

Relawan Taman Bacaan Baca Buku di Hutan, Udah Pernah Belum?

Saat membaca buku di tengah hutan di Leuweung Bobojong jalur Curug pariuk, saya sedikit merenung. Jangan pernah sekali-kali meremehkan orang lain, apalagi “orang kecil” yang dianggap tidak berdaya. Bahaya dan bisa berbalik ke kita. Jangan pula meremehkan buku bila belum bisa membacanya.

 

Sejatinya, setiap orang punya kelebihan yang tidak kita tahu. Orang yang tampak biasa hari ini bisa jadi luar biasa besok. Banyak orang sukses berawal dari diremehkan. Meremehkan itu kesombongan, bukan keunggulan. Merasa lebih hebat membuat kita menutup diri dari belajar, dari membaca buku. Padahal, orang yang rendah hati justru lebih cepat berkembang.

Maka jangan meremehkan orang lain. Sebab kita tidak tahu perjuangan orang lain. Setiap orang punya cerita, punya luka, dan usaha yang tidak terlihat. Meremehkan orang lain bukan hanya melukai hati tapi bisa menjadi “karma” bagi diri kita sendiri.

 

Di tengah hutan, semua orang tampak kecil dan tidak ada apa-apanya. Mau setinggi apapun kedudukan kita, jangan pernah memandang kecil terhadap orang yang masih di bawah kita. Ingatlah, kita sama-sama membutuhkan. Bahkan ketika kita tidak bisa turun dari pohon yang tinggi pun orang di bawahlah yang pasti membantu kita.

 

Ketahuilah, dari atas pohon orang di bawah memang terlihat kecil. Tapi orang yang di bawah pun melihat orang yang di atas pohon begitu kecil. Bahkan bisa jadi orang di bawah tidak melihatnya sedikitpun, karena terhalang daun yang sangat lebar. Karenanya, jangan meremehkan orang kecil. Sebaliknya orang kecil pun tidak perlu bersedih hati. Jangan pula berkecil hati ketika dipandang rendah, Namun jadikanlah motivasi agar tidak selalu menjadi perbandingan. Dan jadikan ocehan itu sebagai tempaan, untuk meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik.

 


Hidup ini berputar, apapun motifnya. Kadang orang yang kita pandang rendah justru nanti menjadi orang yang bisa menolong kita. Nasib bisa berubah kapan saja. Menghargai orang lain itu sehat. Rasa hormat pun dapat melahirkan kepercayaan dan kerja sama, dua hal yang sangat penting dalam pekerjaan dan kehidupan sosial.

 

Ketahuilah, nilai seseorang bukan dari tampilan atau pangkatnya tapi dari karakternya. Orang kecil adalah tempat belajar sikap sederhana, menerima apa adanya, dan tidak banyak mengeluh. Orang yang merasa tinggi, punya pangkat belum tentu bisa seperti orang kecil.

Maka jadilah yang terbaik dari diri masing-masing. Tidak usah jadi orang besar atau tinggi bila gampang merendahkan orang lain. Cukup jadi orang kecil yang baik dan terbaik yang kita bisa. Maka, jangan remehkan siapa pun, karena setiap orang sedang berjuang dalam cerita yang tidak kita tahu. Dan jangan remehkan sebuah buku belum punya waktu untuk membacanya.  Salam literasi!