Minggu, 29 Juni 2025

Kamu Seperti Apa Nanti di Masa Pensiun?

 Tidak lama lagi, Anton dan Mira akan memasuki usia 55 tahun. Sebentar lagi pensiun. Masa pensiun normal yang dulu terasa jauh, kini tinggal menghitung bulan. Mereka berdua dulunya pasangan yang hanya punya waktu berdua di meja makan malam, itu pun kadang hanya diam karena lelah. Selebihnya, pagi-pagi gelap sudah berpamitan ke kantor, sibuk dengan dunia kerjanya masing-masing.


Anton, seorang manager d perusahaan swasta. Mira, HR manager yang sudah puluhan tahun mengabdi di kantornya. Jelang pensiun mereka, tidak ada lagi notifikasi email atau dering telepon kantor untuk meeting. Rapat online pun sudah jarang. Tidak ada lagi jadwal padat atau laporan bulanan. Yang ada hanyalah, keheningan. Dari pagi sampai malam, hanya suara detak jam di tangannya atau percakapan ringan soal menu makan siang bersama teman-temannya. Bahkan lebih sering mengecek chat WA dalam genggamannya.


"Aku ngerasa kayak bukan siapa-siapa sekarang di kantor, Mir," kata Anton sambil menatap halaman belakang.

Mira diam. Ia juga merasakan hal yang sama. Dulu sibuk mengurus orang kantor, sibuk urusan personalia, sekarang bahkan lupa bagaimana mengurus dirinya sendiri.


Mereka baru menyadari, setelah sekian lama sibuk bekerja, bahwa tubuh mereka telah memberi tanda. Pegal. Lemas. Lupa olahraga. Lupa beristirahat. Dan... lupa bersyukur. Hari-harinya hanya untuk pekerjaan. Bahkan dana pensiun pun tidak punya. Hanya mengandalkan uang pesangon pensiun, harapannya. Mereka belum tahu cukup atau tidak untuk menjaga gaya hidupnya seperti saat aktof bekerja.


Anton dan Mira baru tersadar. Selama ini hanya mengejar investasi dunia, tabungan, rumah, saham, dan semua yang tampak. Tapi lupa investasi paling penting: kesehatan dan akhirat. Mereka lupa, pensiun bukan cuma soal uang. Tapi soal kesehatan, soal psikologis dan spiritual. Mau ngapain setelah pensiun nanti?  


Di suatu sore yang mendung, mereka memutuskan berjalan kaki di sekitar kompleks. Sunyi. Tapi perlahan ada yang berubah.

"Aku pengen coba yoga bareng, Ton," kata Mira.

"Aku mau coba angkat beban ringan juga. Biar otot nggak cepat pikun," jawab Anton.

Mereka tertawa. Dan sore itu, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun, mereka kembali menjadi sepasang sahabat. Saling mengingatkan. Saling menemani. Dan saling menyembuhkan.

Ternyata, pensiun bukan akhir dari segalanya. Pensiun bukan akhir kehidupan. Tapi justru awal dari perjalanan berdua, bukan sebagai pasangan semata. Tapi juga dilatih agar tetap kuat di hari tua. Waktu untuk mendekat kepada-Nya, karena hidup tidak berakhir saat pensiun. Tapi baru dimulai untuk perjalanan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Untuk bekal berpulah ke hadirat-Nya.

 


Anton dan Mira pun membatin, “Masa pensiun, adalah momen untuk aktualisasi diri secara sosial dan spiritual. Saat penting untuk berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain secara nyata, bukan lagi sebatas niat”

---
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita siap pensiun? Apakah kita sudah melihat bagaimana orang tua kita menjalani hari-hari di masa pensiunnya. Atau teman kita yang sudah pensiun seperui apa. Apakah kita sudah mulai memikirkan bagaimana nanti hidup kita setelah tidak lagi bekerja? Mau seperti apa kita di masa pensiun?


Yuk, mulai siapkan pensiun dari sekarang. Bukan hanya soal keuangan seperti dana pensiun, Tapi juga soal hati, tubuh, dan hubungan kita dengan pasangan serta Tuhan kita. Karena akhirnya, yang tersisa bukan jabatan bukan pangkat. Ttapi siapa yang tetap mau duduk di samping kita, berdua di masa tua di masa pensiun. Tentu sambil menikmati hidup yang tersisa dan semakin dekat kepada-Nya. Salam #SadarPensiun #EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun



Sibuknya Relawan Taman Bacaan, Menyalakan Harapan dalam Senyap

“Jadilah relawan. Mulailah dari mana pun Anda berada. Manfaatkan apa yang Anda miliki. Lakukan apa pun yang Anda bisa .”

 

Begitulah kutipan untuk mengajak seseoarang menjadi relawan di manapun. Iya relawan, orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela, tanpa dipaksa dan tanpa pamrih apalagi mengharapkan imbalan. Relawan bukan hanya membuat perbedaaan yang berarti dalam kehidupan orang lain.Tapi berkontribusi kepada masyarakat utuk mengatasi tantangan sosial dan kemanusiaan, termasuk mengemban misi sosial untuk gerakan literasi dan taman bacaan.

 

Ini kisah nyata relawan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Slaak Bogor. Seperti yang terjadi pada Minggu (30/6/2025), para relawan taman bacaan yang dikomandoi Susi (Ketua Harian) dan Alwi (Koordinator Relawan) secara rutin setiap Minggu menjalankan dan mengkoordinasikan aktivitas dan kegiatan TBM Lentera Pustaka. Para relawan sibuk dari waktu ke waktu untuk menyalakan harapan dalam senyam. Kiprah sosial yang tidak banyak diketahui orang lain.

 

Kali ini relawan yang hadir: Yasin, Sabda, Resa, Farida, Nur, Mega, Hasanah, Ai, Alwi dan Susi. Sibuknya relawan TBM Lentera Pustaka setiap Minggu, dimulai pukul 10.00 WIB dengan aktivitas “Laboratorium Baca” bersama puluhan anak-anak pembaca aktif di Kebun Baca TBM Lentera Pustaka. Membimbing aktivitas membaca dan memotivasi anak-anak pembeca katif. Setelah itu, di pukul 12.15 WIB, mereka makan siang bersama sambil konvoi menggunakan motor dan rompi relawan ke warteg langganan. Karena Pendiri TBM tidak ada datang, maka makan siang ditanggung ketua harian dulu dan Minggu depannya di-“reimburse” ke Pendiri TBM.  Pada pukul 13.30 WIB, relawan TBM Lentera Pustaka mengajar GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) yang diikuti 5 kaum ibu sebagai warga belajar yang buta huruf.  Di jam yang sama tetap mendampingi mahasiswa IPB yang sedang melakukan KKN Tematik Literasi untuk melakukan pendataan klasifikasi koleksi buku TBM Lentera Pustaka.  Setelah waktu Ashar, pukul 16.00 WIB, relawan TBM Lentera Pustaka menjalankan program MOtor BAca KEliling (MOBAKE) dengan membawa 200-an buku bacaan dan tikar sebagai alas abaca untuk sediakan akses bacaan ke kampung-kampung. Kali ini ke Kp. Jami Desa Sukaluyu. Pukul 17.30 WIB, setiba di TBM Lentera Pustaka, relawan TBM Lentera Pustaka masih menerima kunjungan survei mahasiswa Teknik Elektro Universitas Gunadarma yang akan melakukan program kerja membuat penerangan – lampu di kebun baca TBM Lentera Pustaka melalui PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) yang akan dikerjakan bulan Juli 2025 ini. Setelah ba’da Isya sekitar pukul 19.30 WIB, seluruh relawan TBM Lentera Pustaka pulang ke rumah masing-masing. Hebatnya,, Alwi (koordinator relawan) pulang-pergi dari tempat kost di Jakarta ke TBM Kentera Pustaka dengan mengendarai motor setiap hari Minggu rutin, tanpa terputus, Salut dan hebat, anak muda punya komitmen dan konsistensi berkiprah secara sosial. Begitulah sibuknya relawan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Rutin, ada tidak ada event – ada tidak ada pendiri TBM,, aktivitas sosial sudah menjadi “denyut nadi” mereka, anak-anak muda yang peduli sosial.

  


Jujur saja, relawan taman bacaan punya peran luar biasa dalam membangun budaya literasi dan menghidupkan aktivitas rutin taman bacaan. Orang-orang hebat yang menyalakan harapn dalam senyap, itulah relawan taman bacaan. Patut dicatat, kehebatan relawan taman  bacaan saat berkiprah meningkatkan kegemaran membaca anak-anak dan masyarakkat, antara lain:

 

1.       Membimbing secara praktis dan memotivasi anak-anak pembaca aktif. Dengan membacakan cerita atau memberi nasihat literasi. Agar anak-anak tetap rajin datang dan betah berada di taman bacaan.

2.       Menginspirasi anak-anak dan orangtua untuk cinta membaca. Dengan mengajak bermain sambil belajar agar anak-anak lebih berani, kreatif, dan percaya diri.

3.       Mendorong aktivitas literasi yang kontekstual. Bukan hanya membaca buku, relawan juga berperan dalam membentuk akhlak-adab anak, mengenalkan budaya dan nilai-nilai kearifan local.

4.       Ikut aktif memberantas buta aksara.

5.       Menyediakan akses bacaan dan membawa buku ke daerah yang tidak punya tempat membaca. Untuk mengisi kekosongan literasi dan buku bacaa di daerah yang tidak punya akses baca, jauh dari sekolah atau perpustakaan.

6.       Mengabdi dengan hati, tanpa pamrih. Tanpa imbalan, relawan mengorbankan waktu, tenaga, pikirann bahkan biaya pribadi untuk pulang-pergi ke taman bacaan. Semuanya karena hati yag peduli sosial.

7.       Membangun komunitas literat. Selain menjadi tempat bergaul yang positif dan bermanfaat, relawan menjadi komunitas penggerak literasi untuk menjadikan masyarakat lebih berdaya dan berharga.

 

Melalui kiprah sosial yang konkret, relawan taman bacaan pantas disebut sebagai agen perubahan sosial yang bekerja dalam senyap. Untuk menyalakan harapan anak-anak Indoensia, di samping menggerakann aktivitas giat membaca di masyarakat. Agar terwujud masyarakat yang literat, yang mampu menerima realitas dan mau ikhtiar untuk menjadi lebih baik. Tegas dikatakan, relawan adalah orang-orang baik di taman bacaan yang mampu mengubah niat baik jadi aksi nyata.

 

Tulisan ini khusus didedikasikan untuk relawan TBM Lentera Pustaka yang sangat berdedikasi menjalankan program literasi dan aktivitas di taman bacaan. Punya komitmen dan konsistensi sepenuh hari, yang sudah teruji oleh waktu  dan perjalanan nyata. Semoga relawan tetap solid dan kompak.

 

Ketualhuilah, hidup adalah seni mencintai - mencintai adalah seni peduli-peduli adalah seni berbagi – berbagi adalah seni hidup. Maka bila ingin mengangkat orang lain, angkatlah orang lain. Betapapun hebatnya pemerintahan dan tingginya Pendidikan, tidak akan pernah bisa menggantikan peran relawan. Allen Klein yang bilang “Penelitian menunjukkan bahwa orang yang menjadi relawan sering kali hidup lebih lama.  Salam relawan TBM! #TBMLenteraPustaka #RelawanTBM #TamanBacaan








Sabtu, 28 Juni 2025

Literasi Laki-laki, Bukan Soal Wajah tapi ...

Laki-laki Bukan Soal Wajah Tapi ….

 

Ini soal literasi laki-laki. Banyak perempuan rela tidak (belum) menikah karena belum dapat laki-laki yang sesuai dengan kriterianya. Wajahnya nggak bisa diajak jalan, kantongnya cekak pula. Saat ditanya, kok belum menikah? Jawabnya, belum dapat yang sesuai dengan kriteria. Pantas belum dapat, karena kriterianya berat banget. Wajah tampan dan dompet tebal. Sempurna sekali untuk seorang laki-laki.

 

Literasi membuktikan. Laki-laki sejati, bukan soal wajah tapi harga diri. Wajah tampan hanya bonus. Lali-laki cukup mau kerja keras, tanggung jawab, dan punya integritas. Itulah harga diri seorang laki-laki sejati. Modal penting laki-laki bukan wajah atau dompet. Tapi kerja keras, tanggung jawab, dan integritasnya. Bila itu dimiliki, wajah dan dompet tinggal tunggu waktu.

 

Jangan lupa, perempuan dewasa sekarang juga banyak yang tidak lagi terpesona oleh gaya laki-laki yang keren. Tidak lagi terpukau pada wajah atau badan sterek. Tapi pada keteguhan prinsip, sikap yang elegan, kecerdasan yang membumi, dan komitmen yang nyata. Laki-laki yang realistis, bahwa tidak ada seorang pun di muka dunia yang sempurna. Laki-laki yang tetap melangkah sekalipun bercucuran cemooh dan hinaan. Malang melintang dalam ujian dan cobaan yang sudah dilewati. Laki-laki yang dewasa secara alamiah, bukan karena logika atau idealismenya sendiri.

  

Literasi yang sudah membuktikan. Semua yang besar dulunya ditertawakan. Semua yang sukses dulunya diremehkan. Karena itu, kerja keras dan tanggung jawab jadi taruhannya. Dan keberuntungan hanya datang pada mereka yang siap.  Yang menjalani prosesnya sepenuh hati, bukan yang instan. Bukan yang terlihat keren karena narasi bukan esensi. Ketahilah, orang sukses itu bukan yang paling pintar. Tapi yang paling bisa dipercaya pada akhirnya.

 

Laki-laki kuat zaman begini banyak. Tapi laki-laki yang peka sedikit. Laki-laki yang mampu jadi tempat bersandar yang menenangkan. Seperti pohon besar yang tumbuh dari benih pengorbanan dan kesabaran. Yang berani menjalani setiap proses, lalu Ikhlas mensyukuri hasilnya. Karena di mata laki-laki, hidup bukan soal cepat menang. Tapi soal konsisten untuk bertumbuh.

 


Kita sering terjebak antara apa yang sudah ditentukan dan apa yang bisa kita ciptakan. Antara pasrah seperti pecundang atau berjuang seperti pahlawan. Bahwa kitalah yang menentukan untuk menyerah atau melangkah maju. Pada akhirnya, setiap pilihan sederhana akan membawa kita lebih dekat pada takdir yang kita ciptakan.

 

Laki-laki sejati tidak suka bunga, coklat atau hadiah mahal. Karena cinta buatnya adalah iman, tanggung jawab dan rasa percaya. Baginya, sudah cukup bila badannya sehat dan rezekinya lancar. Dibenci atau diomongin orang buatnya tidak masalah. Begitulah literasi laki-laki. Salam literasi!

Kisah Bestie di Kantor: Tua. Pensiun. Berpisah

Ini kisah dua sekawan di tempat kerja.  Anton dan Mira, keduanya sudah puluhan tahun jadi rekan kerja. Hari-harinya hanya bekerja. Dunianya cuma seputar kerjaan. Dari Senin hingga Jumat urusannya cuma pekerjaan. Berangkat gelap pulang gelap. Mungkin, langit cerah dan awan pun jarang dilihatnya. Rutinitasnya hanya kerja. Tambah gaya hidup orang kantoran. Tapi sayang, mereka lupa siapkan dana pensiun.  

 

Anton dan Mira memang profesional. Hampir tidak ada jeda untuk kerja. Dunia kerja sudah jadi bagian penting hidupnya. Tidak kenal WFH, selalu ada di kantor. Meeting, meeting dan terkadang ngopi-ngopi. Semaunya diukur dengan produktivitas. Gajinya lumayan tapi tetap tidak punya dana pensiun.

 

Puluhan tahun sudah dilewati Anton dan Mira. Rekan kerja yang bestie banget. Asyik dan saling mengerti. Hingga tahun berganti tahun. Hari demi hari berlalu. Lembar dmi lembar kalender terlewati dan berganti terus. Tanpa terasa, kini Anton dan Mira sudah terlalu senior.

Tua. Pensiun. Dan Berpisah. Keduanya sudah tua. Sebentar lagi pensiun.Dan pada akhirnya mereka akan berpisah. Bukan karena apa-apa. Tapi karena usia yang memang sudah harus pensiun. Usia pensiun normal di perusahaannya sudah tiba.


Anton sebentar lagi harus meninggalkan meja kerjanya. Masa pengabdiannya selesai. Waktu bekerja sebentar lagi berakhir. Tapi satu hal yang ia lupa, ia tidak pernah mempersiapkan diri untuk berhent bekerjai. Dia hampir lupa, orang bekerja pasti ada pensiunnya.

Selama ini Anton tinggal di pondok mertua indah. Gajinya habis untuk kejar-kejaran gaya hidup, di samping biaya hidup keluarganya. Tabungannya alakadarnya, tapi dia tidak punya aset tetap dan dana pensiun.


Sementara itu, Mira lebih mendingan. Diam-diam dia sudah lama Bersiap pensiun. Ia beli rumah kecil sejak 10 tahun lalu, dan bangun usaha katering sederhana yang kini mulai jalan sendiri. Bahkan ia sudah siapkan pembagian harta waris untuk anak-anaknya, agar kelak tidak saling berebut bila ia tiada. Sekalipun bukan dana pensiun tapi uangnya cukuplah untuk membiayai hari tuanya sendiri.


Anton mulai panik. Tahu-tahu tua, pensiun dan berpisah dengan rekan kerjanya. Masalahnya bukan berpisah dengan rekan kerjanya. Tapi Anton masalah dengan masa pensiun. Ia bingung dari mana bisa membiayai hidup setelah pensiun, apalahi Cuma pegawai swasta? Anton sama sekali tidak siap untuk menerima kenyataan pahit. Tidak punya gaji lagi, tidak bekerja lagi, dan tidak tahu dari mana uang mempertahankan standar hidupnya di hari tua?

---
Lalu bagaimana berikutnya?


Pastinya, setiap orang setiap pekerja akan tua, pensiun dan akan berpisah. Jangankan sama bestie rekan kerja, sama pasangan pun akan berpisah pada akhirnya. Nah masalahnya, bagaimana kita bisa menikmati hari-hari tua di masa pensiun dengan tenang dann nyaman?

 

 

Ini bukan soal warisan untuk anak, bukan soal bestie rekan kerja. Bukan pula soal “uang tidak dibawa mati”. Tapi soal pekerja mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Karena bahagia atau tidaknya kita di hari tua adalah tanggung jawab kita sendiri. Jangan sampai saat bekerja berjaya dan punya gaya hidup. Tapi begitu pensiun merana dan tidak punya uang untuk membiayai gaya hidup.

 

Karena itu, dana pensiun menjadi penting untuk menjaga kesinambungan penghasilan di hari tua. Agar tetap mandiri secara finansial di masa pensiun. Pensiunan yang tidak tergantung kepada anak-anaknya, apalagi jadi beban ekonomi anak di kemudian hari. Faktanya hari ini, 1 dari 2 pensiunan bergantung secara finansial kepada anaknya. Atau survei lain meyebut 7 dari 10 pensiunan mengalami masalah keuangan. Jelas urusan pensiun, bukan gimana nanti tapi nanti gimana?

 

Masa pensiun, bukan soal kaya atau tidak. Bukan soal Sejahtera atau tidak. Tapi soal siap atau tidak siap memasuki hari tua. Soal sadar atau tidak untuk mempersiapkan masa pensiun dengan lebih baik. Karena cepat atau lambat, siapapun dan yang punya bestie di kantor pun akan pensiun.


Tua. Pensiun. Dan Berpisah. Begitulah bestie-bestie kita di tempat kerja. Pada akhirnya akan menua, pensiun dan berpisah dari kerjaan seperti yang dialami Anton dan Mira. Masalahnya, sudahkah kita siap untuk memasuki masa pensiun? Salam #SadarPensiun #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun

Jumat, 27 Juni 2025

Anak-anak Berdesak-desakan Membaca Buku, Peristiwa Langka Banget

Berdesak-desakan membaca buku berarti situasi ketika banyak orang berusaha membaca buku secara bersamaan. Beramai-ramai membaca buku, membaca lembar demi lembar halaman. Sehingga tercipta energi membaca yang dahsyat, sebagai kebiasaan penting untuk akrab dengan buku. Apalagi di tengah gempuran era digtal, berdesak-desakan membaca buku, bisa jadi peristiwa langka.

 

Berdesakan-desakan bukan antre sembako, bukan pula antre tiket konser musik. Berdesak-desakan membaca, sebagai simbol maraknya tradisi membaca dan antusiasme anak-anak yang dekat dengan buku. Berdesakan membaca buku sebagai sinyal kuat “telah lahirnya” minat baca yang besar. Sekalipun akses bacaan dan fasilitas serta ruang membaca terbatas. Pemandangan berdesak0desakan membaca buku inilah yang terjadi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Puluhan bahkan ratusan anak yang terbiasa membaca buku minmal 3 kali seminggu (Rabu-Jumat-Minggu). Anak-anak usia sekolah yang secara alamiah begitu mudahnya melangkahkan kaki ke taman bacaan. (Video: https://www.youtube.com/shorts/zWqDph5H5-U

 

Fenomena berdesak-desakan membaca buku menunjukkan antusiasme anak-anak atau masyarakat terhadap aktivitas membaca dan gerakan literasi. Mungkin ada ketidak-nyamanan saat membaca. Tapi berdesak-desakan membaca buku patut dilihat dari semantat anak-anak yang membaca di tengah keterbatasan akses bacaan dan gangguan media sosial yang masif.  

 


Berdesak-desakan membaca buku di TBM Lentera Pustaka, jadi bukti sekaligus praktik baik taman bacaan masyarakat. Untuk selalu mensosialisasikan akan pentingnya membaca buku, di samping membuka akses sebesar-besarnya anak-anak untuk dekat dengan buku. Besarnya minat baca anak-anak menjadi sesuatu yang patut diapresiasi di zaman sekarang. Karena dengan membaca buku anak-anak akan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, melatih kemampuan berpikir kritis, memacu kreativitas, meningkatkan kemampuan berbahasa dan kosakata, menambah referensi untuk berbagai bidang kehidupan, dan yang penting mampu menjaga kesehatan otak. Hanya buku, yang kini bisa menjadi “teman” untuk menjaga kewarasan berpikir.

 

Yukk, berdesak-desakan membaca buku. Sempatkan membaca buku, agar tidak terlalu banyak bicara terlalu banyak diskusi. Karena taman bacaan dan Gerakan literasi, adanya di bumi bukan di langit. Ayo semarakkan membaca di akar rumput. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

 





7 Alasan Pentingnya Dana Pensiun, Hari Tua Mau Sehat atau Sakit-sakitan?

 

Seorang kawan cerita. Tiap bulan gajinya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya. Pas-pasan saja, tapi dia khawatir akan masa pensiunnya sendiri. Tidak punya dana pensiun, JHT BPJS pun terasa kecil sekali. Dia mulai terpenjara dengan pikirannya. Takut akan pensiun, takut tidak punya gaji lagi. Takut dan takut akan hari tua tiba. Mau gimana dan seperti apa di hari tua?

 

“Bingung gue, gaji-pas-pasan, pengen nabung buat pensiun, dananya nggak ada” ujarnya.

“Lah, pas-pasan apanya. Berapa kali elo sehari ngopi? Berapa kuota internet setiap bulan? kata saya menyanggahnya.

“Ngopi bisa 3 gelaslah sehari, kuota yang 150 ribu per bulan” jawab Kawan saya.

“Nah, jadi jangan bilang pas-pas. Elo nabung aja di DPLK dari 1 gelas kopi yang elo kuarngin atau kuota internet cukup 100 ribu, 50 ribunya buat dana pensiun” saran saya.

Kawan saya pun terdiam…

 

Jelas sudah, faktanya hari ini 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun atau berhenti bekerja. Maka wajar, akhirnya 1 dari 2 pensiunan di Indonesia hanya bisa mengandalkan transferan dari anak-anaknya setiap bulan (ADB, 2024). Saat kerja berjaya, begitu pensiun merana. Tidak bisa mandiri secara finansial di hari tua, tidak punya penghasilan lagi di masa pensiun, Alhasil, standar hidup menurun dan gaya hidup tidak lagi sama seperti saat bekerja.

 

Maka tidak ada kata lain, selain mulailah menabung untuk hari tua. Mulailah siapkan dana pensiun untuk masa pensiun kita sendiri. Menabung untuk hari tua dari sekarang, dari iuran yang kecil, dan dari diri sendiri. Karena masa pensiun sama pentingnya dengan masa bekerja.

 


Setidaknya ada 7 (tujuh) alasan, kenapa seorang pekeraj penting menyiapkan masa pensiun sejak dini:

1.   Tidak selamanya bisa bekerja dan punya uang. Seiring bertambahnya usia, siapapun akan pensiun. Masa bekerja pun akan berhenti dan tidak ada gaji lagi. Menabung sejak dini untuk masa pensiun sangat membantu untuk hari tua agar punya kemandirian finansial.

2.   Biaya hidup terus meningkat. Kebutuhan pokok seperti makan, tempat tinggal, dan kesehatan pasti butuh biaya dan terus meningkat setiap tahun. Bahkan di usia tua, Kesehatan pun jadi masalah. Maka siapkan dana pensiun sejak dini sebagai Solusi biaya hidup di hari tua.

3.   Menghindari ketergantungan finansial pada anak. Punya dana pensun berarti ikhtiar untuk mandiri secara finansial di hari tua, tanpa harus membebani anak atau keluarga.

4.   Menghadapi ketidakpastian ekonomi. Masa pensiun sering kali dihadapkan pada ketidakpastian, utamanya ekonomi seperti biaya darurat, kondisi kesehatan, inflasi, atau perubahan gaya hidup. Karenanya dana pensiun dapat menjadi penyangga saat situasi tidak terduga terjadi.

5.   Mewujudkan impian pribadi di hari tua. Katanya ingin Sejahtera di hari tua, maka harus bisa diwujudkan. Hari tua bisa menjadi waktu untuk mengejar hobi, bepergian, atau melakukan hal-hal yang sebelumnya tertunda karena kesibukan kerja. Bila punya dana pensiun, tentu dapat menikmati masa pensiun dengan tenang.

6.   Manfaat pajak dan investasi jangka panjang. Program pensiun seperti DPLK tentu memberikan keuntungan fiskal dan hasil investasi jangka panjang yang lebih baik dibanding menabung biasa. Karena DPLK memang didedikasikan untuk masa pensiun.

7.   Lebih sehat di hari tua. Karena faktanya banyak pensiunan sakit-sakitan di hari tua karena tidak punya uang yang cukup, mau minta ke anak malu. Akhirnya, pikirannya berkecamuk dan mulailah penyakit datang.

 

Uang memang bukan satu-satunya penentu ketenangan di hari tua. Tapi tanpa uang, bisa jadi hari tua justru jadi lebih blangsak, lebih susah dari saat bekerja. Karena itu, dana pensiun diperlukan sejak dini. Agar lebih siap pensiun, lebih antisipasi akan datangnya hari tua.

 

Menabung untuk hari tua, bukan hanya soal uang.  Tapi soal martabat, ketenangan, dan kebebasan memilih hidup di masa pensiun. Semakin dini mulai menabung untuk hari tua, sejatinya semakin ringan bebannya dan semakin besar manfaatnya.  Agar lebih mandiri secara finansial dan pikiran lebih tenang saat tidak lagi aktif bekerja. Salam #SadarPensiun #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun

KKN Tematik Literasi 2025, Mahasiswa IPB Lakukan Klasifikasi Buku TBM Lentera Pustaka

Sebagai kiprah perdana, mahasiswa IPB yang melakukan KKN Tematik literasi di TBM Lentera Pustaka langsung terjun melakukan proses klasifikasi buku di rak-rak buku efektif 26 Juni 2025. KKN tematik literasi ini bertujuan mahasiswa dan perguruan tinggi mampu memberi kontribusi positif terhadap pengemabngan literasi dan taman bacaan. Sebelumnya mahasiswa KKN tematik literasi dari IPB sudah berkoordinasi pada 12 Juni 2025 sekaligus survei untuk mencari “pondokan” tempat bermukim selama KKN berlangsung dari 23 Juni s.d. 1 Agustus 2025.

 

Proses klafisikasi buku dilakukan untuk mempermudah pencarian dan pengelolaan koleksi bacaan. Dengan sistem klasifikasi yang teratur, harapannya anak-anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka dapat dengan mudah menemukan buku yang dicari. Klasifikasi buku di taman bacaan diperlukan untuk pengelolaan koleksi yang efisien, di samping meningkatkan efektivitas tata letak buku di taman bacaan.

 

Diterima oleh Susilawati, Ketua Harian TBM Lentera Pustaka dan wali baca, para mahasiswa IPB yang ber-KKN tematik bertekad untuk mengklasifikasikan buku dengan sistem yang sederhana, sehingga taman bacaan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pengguna layanan dan menjaga koleksinya tetap terorganisir dengan baik. 

 

KKN Tematik Literasi tahun 2025 merupakan upaya bersama antara Perpusnas RI dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk mengawal program literasi di masyarakat, agar program distribusi 10 juta buku untuk taman bacaan masyarakat (TBM) di masing-masing daerah tidak sebatas menjadi kegiatan membaca buku belaka, tetapi berjalan dengan program-program kreatif dari mahasiswa untuk mewujudkan ekosistem budaya baca yang produktif dan berkelanjutan di tengah masyarakat.

 


TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, sebagai salah satu mitra taman bacaan yang menjadi lokus KKN Tematik Literasi menyambut positif kiprah mahasiswa dalam KKN Tematik Literasi ini. Selain untuk memperkuat layanan taman bacaan, KKN tematik literasi ini harapannya dapat meningkatkan kegemaran membaca masyarakat. Agar taman bacaan lebih berdaya ke depannya, di samping masyarakat makin peduli terhadap eksistensi taman bacaan di wilayahnya.

 

"Saya sambut gembira KKN Tematik Literasi mahasiswa IPB di TBM Lentera Pustaka tahun 2025 ini. Semoga terjadi kolaborasi yang bermanfaat untuk tata Kelola taman bacaan yang lebih oke dan anak-anak makin gemar ke taman bacaan. Ini kolaborasi di taman bacaan yang harus terus dikembangkan" kata Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka hari ini (27/6/2025).

 

Harapannya, melalui KKN Tematik Literasi, mahasiswa dapat menjadi incubator dalam penciptaan ekosistem budaya baca di masyarakat. Karena membaca, sejatinya adalah dari untuk dan oleh kita bersama. Harus ada kolaborasi dan sinergi yang produktif di taman bacaan. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #KKNTematikLiterasi #PerpusnasRI




Kamis, 26 Juni 2025

Literat Itu Merangkak Dalam Gelap Bertahun-tahun untuk Menemukan Cahaya kecil di Ujung Jalan

Banyak orang suka bicara soal kemajuan. Kisah sukses yang dibagikan. Lalu, tidak sedikit yang berpikir maju dan sukses itu seperti menekan saklar lampu. Sekejap, semuanya bisa terang. Ditambah seminar motivasi, jadilah sukses dan maju di depan mata. Persepsi yang salah tentang kemajuan, juga kesuksesan. Karen afaktanya, kemajuan tidak pernah seindah dongeng. Kesuksesan tidak segampang bercerita. Maju itu lambat. Sukses itu berat. Keduanya melewati jalan terjal, bahkan penuh luka. Kadang, kita harus merangkak dalam gelap bertahun-tahun sebelum satu cahaya kecil tampak di ujung jalan.

 

Seperti berkiprah di taman bacaan, semuanya butuh proses. Tidak ada kemajuan atau kesuksesan berliterasi atau taman bacaan yang permanen. Literasi itu jalan sunyi pengabdian. Taman bacaan iutu jalan terjal yang sepi. Saat berani “nyemplung” di literasi dan taman bacaan hanya butuh komitmen dan konsistensi. Di luar itu, hancurlah literasi dan taman bacaan itu sendiri. Apapun, tinggal nama, tinggal angan-angan bila tidak dilandasi komitmen dan konsistensi. Karenanya tidak ada taman bacaan yang buru-buru menyebut maju atau sukses. Semuanya hanya berproses, menjalani tiap langkah yang harus dijejaki. Literasi bisa bertahan bukan untuk satu bulan, satu tahun atau beberapa tahun. Tapi literasi dan taman bacaan bisa bertahan seiring laju peradaban, bersaing dengan era digital dan gaya hidup manusia. Tidak ada kata maju dan sukses dalam literasi dan taman bacaan. Yang ada hanya “praktik baik” tanpa tahu hingga kapan?

 

Kita sering diajari maju dan sukses ada di ruang-ruang kuliah atau seminar. Bahkan katanya, maju itu ada di buku-buku mewah. Tapi di saat yang sama, kita belajar dari negeri ini, tidaksedikit orang yang dipaksa diam saat menyuarakanketidak-adilan. Mereka yang dihukum karena berani bicara lantang tentang kebobrokan. Terpenjara karena berani berpikir kritis. Di negeri ini, melawan ketidak-adilan dan mencegah kebobrokan bisa jadi di-bully ramai-ramai. Hingga ujungnya, akses buku bacaan terbatas, tidak banyak tempat anak-anak untuk membaca. Maka jelas, di zaman begini. kemajuan atau kesuksesna tidak pernah datang dengan tepuk tangan. Tapi datang dengan keringat, air mata, bahkan darah.

 

Marie Curie, perempuan yang brilian dan ilmuwan besar sudah katakan. Bahwa kemajuan  harus menempuh jalan yang nyaris mustahil. Ilmu tidak jatuh dari langit. Penghargaan tidak datang cuma karena kita lahir. Apa masih pantas kita terbuai oleh tepuk tangan dan pujian? Sungguh, tidak ada kemajuan sedikit pun tanpa perjuangan. Tidak ada sukses tanpa pengorbanan. Segalanya dicapai dengan kerja keras yang tidak kelihatan oleh mata orang banyak.

 


Begitulah hidup. Kita bisa saja iri pada orang yang sudah “di atas”. Tapi kita jarang mau tahu berapa kali mereka jatuh, sepi, diremehkan, atau dihina sebelum sampai di sana? Jadi, bila kita masih berharap maju itu urusan cepat dan sukses itu gampang, mungkin kita memang belum benar-benar sedang berjuang. Kita belum siap melangkah dan menginjak “duri” yang berserakan.

 

Maka jangan pernah kira menyangka kemajuan itu hadiah. Ia adalah hak, tapi hanya bagi yang mau membayar harganya dengan sabar, kerja keras, dan keyakinan yang tidak pernah putus, bahkan saat dunia seolah-olah tidak berpihak sekalipuna. Literasi kemajuan hanya omong kosong bisa lahir dari narasi tanpa aksi.

 

Dan tidak ada maju atau sukses tanpa membaca buku. Karena maju atau sukses itu, berarti mau merangkak dalam gelap bertahun-tahun untuk menemukan cahaya kecil di ujung jalan. Siapkah kita begitu? Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #LiterasiKemajuan #TamanBacaan

 

Wujudkan Luaran Perkuliahan, Unindra Siap Gelar Workshop Menulis Kreatif

Bertajuk “Peluang dan Tantangan Menulis Kreatif: Digital atau Konvensional", Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesi FBS Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) akan menggelar Workshp Menulis Kreatif pada Minggu, 6 Juli 2025 di Gedung Perpusnas RI Jakarta. Rencananya, kegiatan luaran perkuliahan ini akan dibuka oleh Prof. Dr. H. Sumaryoto (Rektor Unindra) dan menghadirkan narasumber 1) Dr. Syarifiudin Yunus, M.Pd. (Dosen PBSI FBS Unindra), 2) Kiki Handriyani (Praktisi Literasi dan Media), dan 3) Erwin Hutapea (Pekerja Media Daring). Event gratis ini akan diikuti mahasiswa peserta mata kuliah Menulis Kreatif sekaligus menjadi penutup perkuliahan semester genap 2024/2025.

 

Sejatinya, luaran perkuliahan menulis kreatif sangat beragam. Namun secara umum, bertumpu padaupaya peningkatan keterampilan menulis, pemahaman teori sastra, dan pengembangan portofolio karya yang dibuat oleh mahasiswa. Melalui menulis kreatif, mahasiswa pada akhirnya harus mampu mengembangkan ide-gagasan berbasis kretaivitas dan imajinasi sehingga mampu menghasilkan karya dalam segala bentuk, baik puisi, cerpen, novel atau kajian ilmiah tentang ilmu sastra. Apapun luarannya, perkuliahan Menulis Kreatif sejatinya menegaskan bahwa menulis adalah perbuatan bukan hanya pelajaran.

 

Beberapa luaran spesifik dari kuliah menulis kreatif, diantaranya: munculnya keterampailan menulis untuk berbagai jenis karya kreatif, seperti puisi, prosa (cerpen, novel), naskah drama, esai, dan penelitian sastra.  Berbekal pengetahuan teori sastra, mahasiswa semakin memahami struktur, gaya, dan konteks karya sastra dalam bentuk konkret, berupa penulisan karya. Sehingga melalui penulisan karya sastra yang dihasilkan, mahasiswa dapat mengembangkan portofoliokarya yang berguna untuk profesi dan kariernya setelah lulus.

 


Melalui workshop Menulis Kreatif ini, Unindra berharap mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan menulis: mulai dari pengembangan ide, penggunaan bahasa, proses penerbitan, dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam berkarya, di samping dapat memicu kreativitas dan mengasah imajinasi setelah mengikuti perkualian selama satu semester.

 

Luaran perkuliahan sebagai capaian pembelajaran atau learning outcomes pada intinya menguatkan persfektif mahasiswa saat mengikuti perkuliahan di kelas dalam menjelaskan apa yang diketahui, apa yang dipahami, dan apa yang mampu dilakukan setelah menyelesaikan suatu mata kuliah. Karena menulis kreatif, secara substansi adalah menulis dengan cara yang beda untuk keperluan sastra. Salam #MenulisKreatif #WorkshopMenulisKreatif #UnindraKeren

Rabu, 25 Juni 2025

Literasi Pensiunan: Gerobak Nasi Goreng Pak Darto

Setiap sore, Pak Darto mendorong gerobak nasi gorengnya ke depan stasiun. Tangannya cekatan, meski keriput sudah jelas terlihat. Usianya kini 65 tahun.

“Masih jualan, Pak?” tanya seorang pelanggan muda.

Pak Darto tersenyum, “Iya, Mas. Selagi masih kuat, saya dagang setelah pensiun.” Begitulah Pak Darto menjalani hari-harinya setelah tidak bekerja lagi, atas sebab pensiun.

 

Tidak banyak yang tahu, dulu Pak Darto pernah jadi karyawan perusahaan ekspedidi selama 30 tahun. Gajinya cukup dan hidupnya sederhana. Sayangnya, ia tidak pernah menabung untuk hari tua. Gajinya selalu habis untuk kebutuhan hidup keluarganya plus sesekali rekreasi keluarga.

“Saya pikir pensiun itu urusan nanti,” katanya suatu malam pada istrinya.

“Ternyata, nanti itu datang lebih cepat dari yang saya kira. Tanpa persiapan harus pensiun”

Kini, penghasilan dari gerobak nasi gorenglah andalan pak Darto. Untuk menyambung hidup keluarganya. Tidak punya tabungan pensiun, tidak ada dana darurat. Ia menyesal, tapi tidak ingin menyalahkan siapa pun.

“Saya hanya ingin anak-anak muda belajar dari saya. Sisihkan sedikit gaji saat bekerja untuk masa tua, untuk masa pensiun. Biar nanti, nggak harus jualan seperti saya di usia segini.”

 

Pak Darto dulu, suaranya lantang, badannya tegap dan senyumnya lebar. Setiap pagi ia bersama anak buahnya bongkar muat barang untuk dikirim ke luar kota. Maklum orang lapangan, Pak Darto selalu bersemangat saat bekerja sehari-hari.

"Kerja itu harus cekatan, apalagi kita di perusahaan ekspedisi. Pelayanan harus cepat biar konsumen puas dengan kerja kita!" katanya lantang kepada anak buahnya.

 

Lagi-lagi sayang, Pak Darto lupa bahwa mempersiapkan masa pensiun juga harus cekatan. Harus berani punya dana pensiun seperti DPLK. Untuk hari tua yang lebih tenang. Ia begitu mencintai pekerjaannya, begitu sibuk bekerja sehari-hari hingga tidak pernah benar-benar merencanakan hidup setelah pensiun. Katanya dulu, pensiun gimana nanti?

 

Ketika gaji datang, ia pakai untuk kebutuhan keluarga: bayar sekolah anak, bantu orang tua di desa, dan sesekali traktir teman-temannya jajan di kantin. Terkadang ngopi sore bareng sepulang kerja. Ia merasa cukup. Tidak miskin, tapi juga tidak pernah menyisihkan uang untuk hari tua. Boro-boro punya dana pensiun.

"Aku kan karyawan senior, nanti juga dapat uang pensiun," katanya pada istrinya yang sempat menyarankan ikut DPLK saat bekerja..

"Terlalu ribet, toh masih lama pensiunnya." ujarnya dulu.

 

Waktu Berjalan. Tahun demi tahun berlalu. Anak-anaknya tumbuh dan mulai bekerja. Teman-temannya mulai pensiun satu per satu. Pak Darto pun akhirnya harus melepas seragam kantornya. Karena usia sudah 55 tahun, ia harus pensiun. Masa baktinya di perusahaan kesayangannya sudah selesai.

 

Hari pertama pensiun, ia bangun pagi seperti biasa. Tapi tidak ada seragam yang dipakai untuk ke kantor. Tidak ada temannya lalu-lalang lagi. Tidak ada tempat kerja yang dituju. Pak Darto terkadang lupa sudah pensiun.

Dan yang lebih sunyi lagi: tidak ada gaji lagi, tidak ada dana yang cukup untuk masa pensiunnya. Uang pensiun dari kantornya ternyata hanya cukup untuk bayar listrik, air, dan sedikit belanja tiga tahun setelah ia pensiu. Bahkan di masa pensiun, obat untuk tekanan darahnya yang mulai naik pun tidak mampu dibeli.

 

Anak-anaknya ingin membantu, tapi mereka juga punya keluarga masing-masing. Ia tak ingin jadi beban. Maka ia mulai berjualan nasi goreng keliling, dengan modal gerobak sederhana. Berdagang nasi goreng kecil-kecilan. Semua dilakukannya diam-diam, tanpa banyak bicara.

 


Suatu Hari. Di sebuah reuni teman sekantor, pak Darto ikut hadir. Temannya terkejut melihat Pak Darto yang gagah perkasa semasa kerja, kini terlihat kurus, wajahnya lebih tua dari usianya.

“Pak, kok terlihat kurusan. Bukankah sudah menikmati masa pensiun?

Pak Darto tersenyum tipis namun agak kecut.  “Betul. Tapi saya lupa tidak siapkan tabungan pensiun. Hari tua juga butuh uang, perlu tabungan. Sementara sekarang sudah tidak punya gaji lagi. Ternyata pensiun berat bila tidak punya uang” ujarnya.

 

Salah satu temannya yang sudah pensiun dan jadi petani yang sukses pun terdiam. Ia akhirnya mengajak Pak Darto main ke kebunnya. Agar tahu, untuk apa uang tabungan pensun DPLK yang diterimanya setelah pensiun?

Pak Darto pun terkejut dan takjub, begitu luas lahan pertanian temannya sesama pensiunan. Dulu keduanya bekerja di perusahaan yang sama. Hanya bedanya, Pak Darto tidak mau menabung untuk pensiun, sedangkan temannya punya DPLK yang bisa dinikmati di hari tua.

 

Di hari tuanya, Pak Darto hanya berdagang nasi goreng untuk menghidupi masa tuanya. Perjalanan hidup dan masa bekerja yang akhirnya disesali Pak Darto hingga kini.

 

Kini sambil berkeliling dengan gerobak nasi gorennya, Pak Darto pun selalu mengingatkan pelangganya untuk memilki dana pensiun. Akan pentingnya mempersiapkan hari tua sejak dini. Ia bicara dari pengalaman, bukan teori lagi. Ia bicara dengan suara pelan, tapi penuh makna.

“Kalau kamu mencintai keluarga, cintai juga diri kalian di hari tua. Sisihkan hari ini, agar kalian tidak menyesal di masa pensiun.”

-----

Belajar dari kisah Pak Darto,  ternyata menabung untuk masa pensiun atau hari tua bukan pilihan, tapi kebutuhan. Karena gaji besar saat bekerja, penghasilan lancar saat kerja bukan jaminan untuk pensiun sejahtera. Persiapan pensiun itu harus dimulai saat masih kerja dan  produktif, bukan justru di susia menjelang pensiun. Bila tidak berjaya saat kerja tapi meraan di hari tua, milikilah dana pensiun. Salam #SadarPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM