Sekarang ini mungkin lagi musim pemimpin kacau. Di organisasi, di tempta kerja bahkan mungkin di pemerintahan. Pemimpin yang tidak punya visi tapi dia menyebutnya sebagai hak prerogratif. Dia yang bilang demokratis padahal otoriter. Bilangnya objektof padahal subjektif. Terlalu banyak urus ecek-ecek dan campur tangan tapi bilangnya dukungan. Begitulah kira-kira pemimpin kacau. Hebatnya lagi, pemimpin kayak begitu dipilih!
Pemimpin
organisasi yang kacau biasanya tidak hanya bermasalah pada gaya memimpin. Tapi
juga menciptakan dampak sistemik: bikin tim bingung, kinerjanya nggak jelas,
membuat organisasi nggak kondusif, dan isinya cuma omon-omon. Bila dicermati,
pemimpin kacau tidak punya arah dan prioritas yang jelas. Visi, target, dan
program sering berubah tanpa alasan logis. Hari ini A, besok B, lusa
dibatalkan. Tim-nya disuruh kerja keras, tapi nggak tahu untuk apa? Akhirnya
organisasi cuma nama, energi habis, hasil minim.
Makin
kacau organisasi di bawah pemimpin yang nggak konsisten membuat keputusan.
Nyuruh tim-nya begini begitu tapi di saat yang sama tidak boleh begini begitu,
Pemimpinnya bingung sendiri apalagi tim-nya. Kebijakan hari ini dipuji, besok
disalahkan. Aturan berbeda tergantung siapa yang bertanya. Mentalnya lebih
sering reaktif daripada strategis. Akibatnya, kebingungan dan bikin tim-nya
kehilangan kepercayaan.
Pemimpin
kacau di organisasi juga minim keteladanan. Bicara tentang nilai-nilai, tapi
perilakunya bertolak belakang. Ngomongnya A yang dilakoni B. Organisasi jadi
nggak ada manfaatnya, nilai-nilai organisasi pun runtuh. Pemimpin yang anti
kritik dan mudah tersinggung. Kritikan dianggap serangan pribadi, orang jujur
dicap “tidak loyal”, dan akhirnya lebih suka dikelilingi penjilat. Jadilah
akhirnya organisasi yang penuh kepura-puraan.
Anehnya
lagi, pemimpin kacau itu lebih suka menyalahkan, anti tanggung jawab. Fokusnya
hanya cari kesalahan orang lain, bukan kerja yang benar. Saat gagal “tim
dianggap tidak becus”.. Saat berhasil bilangnya “ini karena saya”. Tidak pernah
mengakui kesalahan, dan membuat moral organisasi jatuh. Pemimpin model begini,
sering mengambil keputusan atas subjektivitas dan nggak transparan. Prosesnya
nggak jelas, tiba-tiba bikin keputusan nggak jelas. Arogansi dan kepentingan
pribadinya menonjol, akses informasi dibuat hanya untuk lingkaran tertentu.
Akhirnya mulailah muncul konflik, gosip, dan politik internal yang malah bikin
orang lain bingung.
Maka
hati-hati, pemimpin kacau di organisasi biasanya tidak membangun sistem, hanya
mengandalkan orang. Sebab semua harus lewat dirinya, tidak ada SOP yang jelas.
Sebagian besar anggota tim-nya bekerja atas perintah dan ketakutan, bukan
kepercayaan. Maka matilah inisiatif dan kreativitas di organisasi. Stagnasi dan
terasa adem ayem. Tidak ada pergerakan organisasi yang berdampak, semuanya
hanya seremonial. Cuma narasi bukan esensi.
Ternyata,
dari pengalaman yang pernah terhaji di suatu organisasi, pemimpin kacau itu
hanya fokus pada kekuasaan atau jabatan, bukan tanggung jawab. Sibuk
mencitrakan diri “baik” tanpa kerja nyata yang konkret dan berdampak. Sibuk
mensosialisasikan kinerja sebatas omongan. Organisasi dijadikan alat kekuasaan,
bukan pengabdian. Bila begini, maka organisasi pun jadi suram
Organisasi
bila sudah dirasuki pemimpin kacau, maka anggota tim hanya diam saat dia
bicara. Tidak ada masukan atau saran, apalagi kritik. Karena anggota tim-nya
bingung daa hanya berserah saja. Tapi begitu di belakangnya, semua anggota tim
berasa sesak napas, curcol ke mana-mana. Pemimpin yang kacau, memang tidak
membantu organisasi atau orang-orang yang ada di dalamnya untuk”menang”.
Organisasi
yag dikomandoi pemimpin kacau, kian terlihat saat orang-orang kompeten dan
cerdas terbakar habis. Bukan karena pekerjaannya sulit tapi karena politik dan
subjektivitas si pemimpin kacau. Tim-nya persis seperti robot, ada aktivitas
tapi tidak jelas mau kemana? Pemimpin kacau bergerak di jaluryang kacau. Dia
tidak yang ingin menang sendiri tanpa bisa mengelola orang.
Pemimpin
gagal mengelola lingkungan dan proses, sehingga membiarkan kekacauan organisasi
merembes ke bawah. Isi kepalanya ketidak-percayaan sebelum tim-nya membuktikan.
Micromanage dan bertanya Cuma, “Apa yang salah?” bukan “Di mana prosesnya
kurang pas?” Pemimpin kacau makin bingung dan sulit membedakan, mana dukungan
mana tuntutan?
Maka
jauhi sikap arogan dan subjektif saat jadi pemimpin organisasi di mana pun.
Sebab orang tidak akan mengingat pemimpin yang memberi target. Tapi mereka
mengingat pemimpin yang memberi kesempatan untuk tumbuh. Pemimpin yang kacau
bukan hanya tidak membawa organisasi maju, tetapi juga membuat orang-orang baik
kelelahan dan memilih pergi. Jadi, belajar jadi pemimpin yang kompeten di tahun
2026!
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar