Ada benarnya, usia 50 tahun nggak usah lagi neko-neko. Karena di usia 50 tahun, ada banyak hal yang sudah berubah. Tenaga mulai melemah, pikiran nggak bisa yang berat-berat, bahkan rambut pun sudah memutih. Dulu mungkin sibuk mengejar karier, membesarkan anak, menafkahi keluarga, atau punya banyak obsesi. Tapi begitu 50 tahun, sebentar lagi pensiun. Usia 50 tahun, bukan lagi mengejar tapi Bersiap untuk menikmati.
Usia 50 tahun, sudah saatnya berhenti
sejenak. Menikmati kopi pagi tanpa terburu-buru ke kantor. Menikmati cahaya senja bersama pasangan, Ngobrol santai
sambil mengenang masa muda. Melangkah tanpa perlu target. Bahkan mengabdi
sosial di taman bacaan pun oke. Mengukir warisan apa yang bisa ditinggalkan
untuk umat?
Di usia 50 tahun, hidup bukan lagi tentang
siapa yang lebih cepat atau lebih sukses. Bukan pula siapa yang lebih berkuasa.
Tapi siapa yang lebih siap untuk pensiun. Lebih tenang dan lebih bersyukur atas
apay nag sudah dimiliki. Karena sejatinya, bahagia di hari tua itu datang dari
hati yang tenang, pikiran yang jernih. Untuk menikmati yang ada, bukan terus-menerus
mengejar yang belum dimiliki.
Setelah melewati usia 50 tahun, saya mulai
menemukan babak akhir dari perjalanan hidup. Yang tidak lagi bicara pangkat, jabatan
atau harta. Tapi mulai menapaki sikap bijaksana untuk mengabdi dan menebar manfaat
kepada orang lain karena di usia 50 tahun:
1.
Hidup itu ternyata hanya “singgah sebentar” untuk minum. Ternyata materi
dan jabatan hanya titipan, sekadar bagian dari perjalanan. Lebih penting makna dalam
hidup. Maka mulailah bersihkan hati dari siafta angkuh, arogan, benci, dendam, bahan
kesombongan. Hidup bukan perlombaan, tapi perjalanan pulang menuju keheningan.
2.
Bebas dari pamrih, jauh dari rasa takut. Masa di mana tidak lagi terikat pada ambisi dunia, bahkan
tidak takut kehilangan apa pun. Lebih realistis dan fokus pada aktivitas yang manfaat.
Tidak perlu sibuk mencari pengakuan. Jadi diri sendiri yang tenang dan tidak
tergoncang oleh pujian atau cacian.
3.
Tidak mengharap imbalan, tapi sibuk berkarya. Sibuk mengabdi sambil berkarya,
bukan untuk validasi tapi demi legacy (warisan nilai). Berkiprah di taman
bacaan, berbuat tanpa mengharapkan balasan. Bekerja dalam diam, biarkan hasil
bicara sendiri. Berikan ilmu dan nilai pada generasi masa depan.
4.
Ilmu itu bermakna jika diamalkan. Mau setinggi apapun ilmu, ujungnya harus
diamalkan. Memberi bukan berharap, abdikan ilmu dengan hati terbuka untuk orang
banyak.
5.
Jangan merasa paling... (sok berkuasa, tahu, kaya, benar). Tetaprendah hati,
tidak sok paling benar, sok tahu apalagi sok berkuas. Semuanya ada waktunya. Makin
tua usia, justru makin menunduk. Bukan karena kalah, tapi karena paham tidak
ada gunanya berisik.
6.
Jangan mudah kagetan, jangan mudah heran. Menjadi tua berarti menjadi
teduh, tidak lagi meledak-ledak. Dolarang arogan kepada siapapun. Sebab tenang
adalah kekuatan. Bicaralah seperlunya, pahami keadaannya, dan hindari orangnya.
7.
Siapa yang menanam, pasti akan menuai. Hukum alam pasti berlaku, siapa yang
menanam pasti akan menuai. Buah dari sikap, tindakan, dan doa yang pernah
ditaburkan. Sejarah tdiak akan berbohong, hanya mulut manusia yang penuh dusta.
Berbuatlah baik, bukan agar dibalas. Tapi agar hati tetap bersih karena itulah
yang akan menemani di akhir usia.
8.
Selalu ingat dan waspada. Ingat pada Allah dan waspada pada godaan dunia. Usi
atua, momen untuk banyak merenung. Bukan karena ingin lebih bijak tapi bagian
dari ikhtiar mempervaiki diri. Eling: karena hidup ini tidak abadi. Waspada
karena sikap sombong gampang menyelinap.
Usia 50 tahun memang tua tapi bukan akhir segalanya.
Selain siapkan untuk pensiun, isilah hari-hari dengan kebaikan nyata, Tindakan yang
bermanfaat. Bukan lagi terlepa dalm mimpi dan obsesi. Karena di usia 50 tahun,
siapapun bukan lagi
ingin dikenal, tapi ingin dikenang.
Bukan lagi tentang berapa lama kita hidup, Tapi seberapa bermanfaat kita dalam
hidup. Salam #SadarPensiun #EdukasiDanaPensiun #UsiaTua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar