Di zaman begini, tidak banyak orang yang berani. Berani mengambil risiko, berani keluar dari zona nyaman, bahkan berani mengambil keputusan yang tidak diduga. Berani bukan berarti tanpa khawatir. Berani, bukan tentang menghilangkan rasa takut. Melainkan soal memilih untuk tetap melangkah meski rasa khawatir menyelimuti, tetap berjalan meski rasa takut itu ada.
Banyak yang mengira, orang berani
adalah mereka yang tidak punya rasa khawatir. Disangkanya berani tidak tanpa
rasa takut. Anggapan yang salah, karena khawatir pasti ada pada setiap orang.
Rasa takut pun jadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberanian itu sendiri.
Berani atau takut itu pilihan.
Antara berani, khawatir dan takut.
Begitulah kita saya merintis TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor
pada tahun 2018. Membuat taman bacaan sebagai tempat anak-anak membaca buku,
gratis dan butuh komitmen untuk mengelolanya sekalipun di tengah kesibukan
bekerja. Takut tidak ada anak yang mau membaca, khawatir biaya operasional dari
mana?, takut tidak ada yang membantu, bahkan khawatir apa saya bisa? Maklum
karena saya bermukim di Jakarta sementara taman bacaan di kaki Gunung Salak.
Pasti ada rasa takut, ada kekhawatiran.
Tapi kini setelah 8 tahun berjalan,
TBM Lentera Pustaka sudah jadi tempat membaca 223 anak usia sekolah yang
berasal dari 4 desa. Tidak kurang 360 orang pengguna dilayani setiap minggunya,
dibantu 18 relawan yang luar biasa. Dulunya hanya punya 14 anak dan 1 program,
kini berubah menjadi ratusan anak dan 15 program literasi yang dijalankan.
Semuanya terjadi karena berani mengambil keputusan, tentu dengan dukungan
komitmen dan konsistensi. Menjadikan taman bacaan sebagai warisan untuk umat,
sekalipun sebuah jalan sunyi pengabdian.
Belajar dan belajar terus. Ketakutan,
ternyata hadir setiap kali kita menghadapi ketidakpastian. Saat kita keluar
dari zona nyaman, saat masa depan belum jelas, saat kegagalan menjadi
kemungkinan. Saat takut, saat khawatir dan saat berpikir plin-plan. Tapi justru
di sanalah keberanian lahir: bukan sebagai perasaan, melainkan sebagai
keputusan. Berani dan berani, menempuh jalan yang tidak diduga dan mungkin
diremehkan banyak orang.
Berkiprah di sosial, bahkan mengambil
keputusan dalam hidup butuh keberanian. Berani untuk berkata, “Aku tahu
ini menakutkan, tapi aku tetap akan melangkah.” Bukan karena tidak takut, tapi
karena keyakinan lebih besar dari keraguan. Bukan tanpa khawatir, tapi
bertindak lebih baik daripada berdiam diri.
Dalam banyak hal, mereka yang berani
adalah mereka yang tidak dikendalikan rasa takut. Mereka tidak menunggu waktu
yang sempurna, atau menunggu perasaan tenang yang sepenuhnya datang. Bukan pula
menanti waktu yang tepat. Tapi mereka yang memulai dan bergerak, sekalipun
jantung berdebar dan pikiran penuh kemungkinan buruk. Apapun khawatirnya, dia
tetap melangkah dan memilih untuk tidak berhenti.
Belajar dari berkiprah di TBM Lentera
Pustaka selama 8 tahun ini, ternyata keberanian bukan tentang tidak merasa
takut, bukan pula tidak punya kekhawatiran. Tapi tentang untuk apa kita harus
berbuat, untuk siapa kita harus menebar manfaat? Salam literasi
#TBMLenteraPustaka #CatatanLiterasi #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar