Usia saya kini 55 tahun, ternyata saya
sudah tua. Kalau jadi pegawai swasta ya sudah usia pensiun, saatnya berhenti
bekerja. Sudah punya cucu pula, Aleena namanya, maka pantas disebut "sudah
tua". Punya anak 3, si sulung sudah berumah tangga, yang kedua sudah
bekerja dan mungkin tahun depan menikah. Si bontot perempuan, insya Allah tahun
2025 ini mulai kuliah di kampus pilihannya. Bersyukur masih mengajar di kampus,
jadi konsultan dan baru saja bergabung sebagai Ketua Dewas salah satu DPLK grup
bisnis besar. Hanya menjalani hari-hari bersama istri. Bersyukur lagi, karena
saya sudah siapkan tempat pengabdian sosial di hari tua di TBM Lentera Pustaka
yang sudah berdiri sejak 8 tahun lalu. Sebagai ladang amal di hari tua.
Alhamdulillah banget ...
Di usia yang tidak lagi muda, justru
saya lebih menghargai hal-hal kecil. Mengurus taman bacaan, jadi driver motor
baca, dan menikmati secangkir kopi hitam sambil menikmati sebatang rokok.
Ternyata, baru terasa. Semakin kita tua, justru semakin butuh ketenangan, ingin
memperbanyak ibadah sambil bersenda gurau dengan keluarga, bersama istri anak
dan cucu. Pergaulan seperlunya saja dan lebih memilih yang banyak positifnya
saja. Prinsipnya sederhana, asal masih enak makan, enak tidur berarti masih
sehat. Dan terhindar dari lingkungan yang toxic. Itulah berkah hari
tua yang indah.
Sudah tua, sudah nggak doyan lagi
berdebat apalagi berurusan dengan konflik yang tidak perlu lagi. Untuk apa
membandingkan diri dengan orang lain? Lebih baik perbanyak berbuat baik dan
menebar manfaat semampu yang kita bisa. Lebih memilih tempat yang lebih
menghargai diri. Karena sudah nggak ada yang mau dikejar. Nggak pengen juga
membuktikan diri kepada siapa pun. Sebab, sudah kelar dengan diri sendiri dan
yakin semuanya sudah ada jalannya. Di usia tua, hanya ingin nyaman dan
damai ketimbang keluh-kesah, benci apalagi menyalahkan orang lain.
Usia terus bertambah, pandangan hidup
pun pasti berubah. Sikap dan prinsip hidup beradaptasi dengan usia itu sendiri.
Hal-hal yang dulunya kelihatan penting, sekarang tidak lagi penting. Barang
yang dulu kesannya wah, kini sudah biasa saja. Jadi makin paham bahwa
kenyamanan, kebahagiaan, dan cinta pada diri sendiri lebih berharga daripada
drama, stres, atau lamunan. Betul banget, hidup memang mengajarkan kita bahwa
waktu itu singkat. Jangan sia-siakann waktu kecuali untuk berbuat baik dan
menebar manfaat. Maka nikmati setiap anugerah-Nya setiap saat dan selalu
bersyukur saja, apapun keadaannya.
Setelah direnungkan, saya pun makin
paham. Ternyata hidup bukan tentang menjadi kaya, populer, atau sempurna.
Justru tentang apa yang akan ditinggalkan kelak. apa yang sudah diperbuat untuk
sesama. Tentang menjadi nyata dalam kebaikan dan kemanfaatan. Tentang seberapa
banyak orang-orang yang sudah kita bantu, kita tolong apapun alasannya.
Hidup yang lebih memilih kualitas daripada kuantitas dalam hubungan dan
pergaulan. Tidak tergantung kepada manusia lainnya, hanya kepada-Nya segalanya
diserahkan. Senantiasa perbaiki niat baik, ikhtiar yang bagus, dan selebihnya
biarkan Allah yang bekerja untuk kita.
Entah kenapa, terpikir justru di usia tua. Sejatinya kita sedang memulai perjuangan baru untuk berkontribusi secara sosial dan memilih yang asyik-asyik saja. Melepaskan suara bising dan berdiam dalam keheningan. Tetap apa adanya, bukan ada apanya sambil bersyukur atas apa yang dimiliki. Hidup sederhana dan menikmati yang dimilili menjadi saat-saat yang sangat penting dan berdampak positif untuk diri sendiri. Di usia tua, maaf, sudah tidak terlalu peduli apa kata orang. Hanya peduli pada kesehatan diri sendiri lahir dan batin, peduli pada pasangan yang akan menemani di usia tua.
Dan ternyata, kehebatan semua orang yang berusia tua adalah dia pernah berusia muda. Sementara orang muda belum tentu sampai usia tua. Bersyukurlah dan nikmatilah yang ada.
Kita di usia tua, mau apa lagi coba? Salam literasi!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar