Sebanyak 70 persen Gen Z lebih suka bekerja sebagai freelance daripada kerja kantoran. Begitu simpulan hasil survei tentang preferensi kerja Generasi Z atau Gen Z di Amerika Serikat (2023). Persepsi tentang dunia kerja di mata Gen Z, kaum muda berusia 16-26 tahun atau pada rentang kelahiran tahun 1997 hingga 2012 jelas sudha berubah.
Di Indonesia
sendiri, berdasarkan Sensus Penduduk 2020, Gen Z menempati porsi komposisi penduduk
sebesar 28% dari total populasi 270 juta jiwa. Sementara generasi milenial
mencapai 26% dan Post Gen Z mencapai 11%. Itu berarti, 65% komposisi penduduk
Indonesia didominasi oleh generasi milenial, Gen Z, dan Post Gen Z. Maka dunia
kerja kaum muda di Indonesia berkecenderungan bergeser pula ke arah freelance
daripada kerja kantoran.
Sayangnya
hari ini, hamper semua penduduk di Indonesia bahkan Asia masih dihadapkan
problematika yang sama, yiatu khawatir soal masa pensiun. Takut kehabisan tabungan
untuk menyokong hidup mereka di masa pensiun sebagai akibat dari kurang persiapan
masa pensiun. Survei berjudul Diverse Asia 2024 dari Manulife Investment
Management menyebut kekhawatiran banyak orang di masa pensiun terungkap akibat
adanya beban menanggung hidup orang tuanya, sekaligus menyokong hidup
anak-anaknya sendiri. Terjebak jerat sandwich generation yang tidak
berujung. Bagi kalangan Gen Z bila bekerja secara freelance namun harus menanggung
beban ekonomi orang tua pasti menjadi masalah.
“Realitas
komposisi penduduk sudah berubah, Indonesia saja didominasi 65% kaum milenial,
Gen Z, dan Post Gen Z. Tapi sayangnya, kesadaran akan pentingnya menabung untuk
hari tua atau masa pensiun relatif belum berubah. Inilah tantangan besar dana
pensiun di Indonesia, edukasi dan kemudahan akses masih jadi masalah” ujar
Syarifudin Yunus, Asesor berlisensi BNSP di LSP Dana Pensiun.
Selain candu
internet, tipikal karakter Gen Z cara berpikirnya cerdas, cara bekerjanya lebih
cepat lantaran didukung oleh teknologi namu “kurang betah” bekerja lama-lama.
Apalagi gampang terbuai oleh gaya hidup yang komsumtif dan hobi nongkrong di
warung kopi, maka Gen Z dihantui kondisi “dompet tipis”, tidak punya persiapan
dana yang cukup untuk masa depan dikarena gaya hidupnya. Dan faktanya dalam hal
keuangan, Gen Z di Indonesia lebih suka menghabiskan uang untuk mendapatkan
pengalaman tertentu dibandingkan menabung atau menambah aset. Apalagi harus
berpikir soal masa pensiun.
Survei
Syarifudin Yunus tentang persepsi soal pensiun di kalangan Gen Z (Desember
2024) diperoleh data 86% Gen Z tidak punya persiapan masa pensiun atau hari
tua. Bahkan 61% dari Gen Z tidak tahu tentang dana pensiun. Kondisi ini tentu
makin memperjelas soal kekhawatiran Gen Z dan penduduk Indonesia akan masa
pensiun yang tidak pasti, bahkan berpotensi mengalami masalah keuangan di hari
tua. Ke depan, Gen Z di Indonesia sangat berpotensi menjadi “beban ekonomi”
baru di hari tuanya.
Maka menjadi
tantangan semua pihak, termasuk industri dana pensiun untuk memberikan
penyadaran terhadap Gen Z akan pentingnya mempersipakan masa pensiun. Caranya,
tentu dengan melakukan edukasi secara berkelanjutan akan pentingnya dana
pensiun dan memastikan tersedianya akses untuk memiliki dana pensiun secara
digital. Bila Gen Z lebih suka bekerja freelance daripada kerja kantoran, maka ke
depan keikut-sertaan dana pensiun pun akan cederung memilih kepesertaan
individu, bukan korporasi.
Bak “buah
simalakama”. Di satu sisi, Gen Z mungkin berpikiran mereka masih muda sehingga
tidak perlu terburu-buru punya dana pensiun walau nyatanya mereka sama sekali
tidak punya persiapan yang memadai untuk hari tua. Namun di sisi lain,
bagaimana cara untuk “memengertikan” Gen Z untuk punya dana pensiun yang
berbasis digital. Gen Z harus tahu, cepat atau lambat mereka akan tua. Jadi,
apa yang sudah disipakna untuk masa pensiunnya? #EdukasiDanaPensiun
#DanaPensiun #YukSiapkanPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar