Kamis, 05 Desember 2024

Mitigasi Risko Kegagalan Sistem sebagai Upaya Melindungi Kelangsungan Bisnis Dana Pensiun dari Bencana



Perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu dampak dari perkembangan zaman yang mengalami kemajuan yang pesat dari waktu ke waktu. Banyak hal yang melatarbelakangi perkembangan teknologi informasi tersebut, salah satunya adalah adanya kebutuhan untuk dapat menjalankan segala sesuatunya dengan lebih mudah dan efektif. Di sektor jasa keuangan khususnya Dana Pensiun, teknologi informasi memiliki peran yang sangat penting, penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan operasional serta kualitas pelayanan kepada peserta. Di lain sisi, pemanfaatan teknologi informasi juga memiliki potensi risiko yang dapat merugikan Dana Pensiun dan Peserta. Oleh karena itu, agar dapat melindungi kepentingan Dana Pensiun dan juga Peserta, Dana Pensiun dituntut untuk dapat menerapkan manajemen risiko teknologi informasi secara efektif sehingga dapat melakukan pengendalian atas kemungkinan risiko yang akan terjadi.

Ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi telah diatur dalam POJK No.4 Tahun 2021, ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi Dana Pensiun serta pihak terkait dalam penggunaan teknologi informasi. Kepatuhan Dana Pensiun terhadap ketentuan ini diharapkan dapat membangun kesadaran dan pemahaman yang menyeluruh bagi Dana Pensiun terhadap peran dan potensi risiko atas penggunaan teknologi informasi. Dalam era digital seperti sekarang, peningkatan kapasitas teknis menjadi sangat krusial bagi setiap organisasi, termasuk Dana Pensiun.

Ketergantungan pada teknologi informasi hampir semua aspek kehidupan dan bisnis saat ini. Ketika sistem teknologi informasi mengalami gangguan, dampaknya akan sangat luas dan signifikan. Sistem teknologi informasi modern semakin kompleks dengan adanya berbagai komponen, perangkat lunak, dan jaringan yang saling terhubung. Semakin kompleks suatu sistem, semakin banyak pula titik potensial terjadinya kegagalan. Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan badai dapat merusak infrastruktur fisik dan menyebabkan gangguan pada sistem teknologi informasi. Serangan siber menjadi ancaman yang semakin serius. Peretas terus mengembangkan taktik baru untuk mengeksploitasi kerentanan sistem.

Bagaimana Perubahan Iklim Mempengaruhi Teknologi Informasi?

Perubahan iklim telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Dampaknya tidak hanya terasa pada lingkungan fisik, tetapi juga pada sistem teknologi informasi yang semakin menjadi tulang punggung kehidupan modern. Peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, badai, dan kebakaran dapat merusak pusat data, server, jaringan, serta peralatan teknologi lainnya. Cuaca ekstrem seringkali menyebabkan pemadaman listrik yang berkepanjangan, mengganggu operasional sistem teknologi informasi.

Dampak Risiko

Kegagalan sistem teknologi informasi dapat memiliki dampak yang sangat signifikan, baik pada tingkat individu, organisasi, hingga skala yang lebih luas. Dampak perubahan Iklim dan kejadian-kejadian laiinya ini bisa bersifat langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak risiko yang kemungkinan terjadi antara lain :

·      Kerusakan Fisik: Peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, badai, dan kebakaran dapat merusak pusat data, server, jaringan, serta peralatan teknologi lainnya.

·      Gangguan Pasokan Listrik: Cuaca ekstrem seringkali menyebabkan pemadaman listrik yang berkepanjangan, mengganggu operasional sistem teknologi informasi.

·      Kenaikan Suhu: Panas berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada perangkat keras dan mengurangi kinerja sistem.

·      Gangguan Rantai Pasok: Bencana alam dan perubahan iklim dapat mengganggu rantai pasok komponen elektronik, sehingga sulit untuk mendapatkan suku cadang dan peralatan pengganti.

·      Keamanan Siber: Dalam keadaan darurat, organisasi mungkin terburu-buru mengambil langkah-langkah keamanan yang kurang optimal, meningkatkan risiko serangan siber.

·      Dampak Finansial yang Besar: Kegagalan sistem dapat menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar bagi organisasi.

·      Kerusakan Reputasi: Kejadian seperti kebocoran data atau gangguan layanan dapat merusak reputasi perusahaan.

·      Gangguan Operasional: Kegagalan sistem dapat mengganggu operasional bisnis dan menyebabkan penurunan produktivitas.

·      Peningkatan Kesadaran: Seiring dengan meningkatnya jumlah serangan siber dan bencana alam, kesadaran akan pentingnya keamanan dan ketahanan sistem teknologi informasi juga semakin meningkat.

 

Mitigasi Risiko

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan kejadian-kejadian laiinya terhadap sistem teknologi informasi, organisasi dapat melakukan beberapa langkah berikut:

·      Perencanaan Pemulihan Bencana: Menyusun rencana yang komprehensif untuk memulihkan sistem dan data setelah terjadi bencana.

·      Pusat Data yang Tahan Cuaca: Membangun pusat data di lokasi yang aman dari bencana alam, dilengkapi dengan sistem pendinginan yang efisien dan cadangan daya.

·      Cadangan Data: Menyimpan salinan data secara berkala di lokasi yang berbeda untuk menghindari kehilangan data akibat bencana.

·      Keamanan Siber yang Kuat: Memperkuat keamanan siber untuk melindungi sistem dari serangan yang mungkin terjadi dalam kondisi darurat, dengan menggunakan firewall, sistem deteksi intrusi, dan perangkat lunak antivirus.

·      Pengujian Sistem: Melakukan pengujian sistem secara berkala untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan.

 

 

 

Melindungi Kelangsungan Bisnis Dana Pensiun dari Bencana dengan Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan)

Salah satu bentuk penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Dana Pensiun adalah bagaimana Dana Pensiun memastikan bahwa kelangsungan usahanya tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya ketika terjadi bencana atau gangguan, termasuk menjamin kesiapan sistem. Dalam hal ini Dana Pensiun diharapkan memiliki Pusat Pemulihan Bencana untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi penting sistem elektronik dan infrastruktur kritikal yaitu infrastruktur yang berdampak signifikan terhadap kegiatan operasional Dana Pensiun (core system aplikasi, server aplikasi, dan topologi jaringan) yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia.

Sebagai bentuk mitigasi risiko terhadap terganggunya atau rusaknya infrastruktur kritikal akibat terjadinya bencana, Dana Pensiun diharapkan memiliki dokumen Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan), dokumen yang berisikan rencana dan langkah untuk menggantikan dan/atau memulihkan kembali akses data, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan, agar Dana Pensiun dapat menjalankan kegiatan operasional bisnisnya setelah adanya gangguan dan/atau bencana.

Rencana Pemulihan Bencana merupakan pendekatan terstruktur dan terdokumentasi yang menjelaskan tentang bagaimana Dana Pensiun dapat dengan cepat melanjutkan operasional setelah terjadi insiden yang tidak direncanakan, mencakup rencana pemulihan pada berbagai tingkat bencana dan/atau gangguan seperti:

a.       Bencana kecil (minor disaster), yang berdampak kecil namun dapat mengganggu operasional atau akses data secara terbatas, tidak memerlukan biaya besar serta dapat diselesaikan dalam jangka waktu pendek, misalnya server down atau mengalami masalah database corrupt.

b.       Bencana besar (major disaster), yang berdampak besar menyebabkan terhentinya layanan secara signifikan, menimbulkan kerugian yang besar dan dapat menjadi lebih parah apabila tidak diatasi segera, misalnya kebakaran atau bencana alam yang merusak data center dan membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan sistem dan layanan.

c.        Bencana katastropik (catastrophic), yang berdampak terjadinya kerusakan yang bersifat permanen melumpuhkan seluruh atau sebagian besar operasi bisnis dan dapat menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar sehingga memerlukan relokasi atau penggantian dengan biaya yang besar, misalnya gempa bumi yang mengakibatkan gedung operasional hancur dan data center tidak dapat di fungsikan.

Rencana Pemulihan Bencana merupakan bagian penting dalam Rencana Kesinambungan Bisnis (Business Continuity Plan). Langkah awal dalam menyusun Business Continuity Plan (BCP), terlebih dahulu kita harus mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi dampak yang dapat terjadi jika suatu proses bisnis atau sistem informasi mengalami gangguan atau kegagalan. Hasil identifikasi dan evaluasi potensi dampak ini dituangkan dalam dokumen Analisis Dampak Bisnis (Business Impact Analysis - BIA).

Dalam Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan) ada 2 istilah yang harus kita pahami yaitu RTO (Recovery Time Objective) dan RPO (Recovery Point Objective). RTO bisa dipahami sebagai tujuan waktu pemulihan adalah jumlah waktu yang diharapkan untuk memulihkan sistem setelah kegagalan sistem atau bencana. RTO menunjukkan seberapa cepat sistem harus dipulihkan setelah kegagalan terjadi. Semakin kecil RTO, semakin cepat sistem harus dipulihkan setelah kegagalan terjadi. Contoh: Jika RTO kita tetapkan satu jam, ini berarti bahwa sistem harus dipulihkan dalam waktu satu jam setelah kegagalan terjadi. Jika sistem tidak dapat dipulihkan dalam satu jam, maka sistem tersebut tidak memenuhi RTO. Sementara RPO tujuan titik pemulihan, adalah jumlah data yang dapat ditoleransi untuk hilang setelah kejadian yang tidak terduga terjadi, menunjukkan waktu data dibackup dan direstore. Contoh: Jika RPO kita adalah satu hari, ini berarti bahwa data yang direstore adalah 1 hari sebelumnya, jika kegagalan terjadi maka data yang tersedia adalah data yang disimpan 1 hari yang lalu yang dapat dipulihkan, data dalam satu hari terakhir sebelum kejadian akan hilang.



RTO (Recovery Time Objective) :

a.       Diukur dalam waktu

b.       Menekankan pada kecepatan pemulihan system

c.        Memerlukan infrastruktur yang cepat dapat dikonfigurasi kembali

d.       Memberikan dampak pada Business continuos dan seberapa cepat sistem dapat digunakan kembali

RPO (Recovery Point Objective) :

a.       Diukur dalam jumlah data

b.       Menekankan pada data yang dapat ditoleransi hilang

c.        Memerlukan sistem backup dan restore data yang efektif

d.       memberikan dampak pada data integrity, seberapa valid data yang dapat digunakan kembali setelah bencana

RPO dan RTO merupakan komponen yang sangat penting dan harus dituangkan secara spesifik dalam Business Impact Analysis (BIA). Kedua metrik ini memberikan ukuran yang jelas tentang seberapa cepat dan sejauh mana suatu organisasi dapat memulihkan sistem dan data setelah terjadi gangguan. BIA merupakan fondasi yang kuat untuk membangun BCP yang efektif, mengidentifikasi risiko secara tepat, memprioritaskan upaya mitigasi dan mengembangkan strategi pemulihan yang cepat dan tepat

Penutup

Mengingat bahwa risiko bencana atau kegagalan sistem bukanlah tren yang baru, tetapi merupakan tantangan yang terus ada dalam dunia teknologi informasi dan kejahatan dunia maya semakin canggih, keamanan setebal apapun kadang bisa ditembus, jadi penting bagi Dana Pensiun untuk menentukan strategi pemulihan dan perlindungan datanya. Dengan memahami risiko-risiko yang kemungkinan akan terjadi dan menerapkan langkah-langkah mitigasi yang tepat, diharapkan Dana Pensiun dapat mengurangi dampak negatif dan memastikan kelangsungan bisnisnya. Semoga bermanfaat buat rekan-rekan.

*Ditulis R. Herna Gunawan, CRMP, BCMCP, Manager Reporting & Data Analytics - Dana Pensiun Telkom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar