Sementara banyak orang meributkan "doktor seorang menteri - Dr. Bahlil" yang dianggap instan. Akhirnya alumni kampus terkemuka itu pun protes ke rektornya. Apa pasalnya? Mungkin, di situlah pentingnya transparansi dan proses. Biar nggak ada prasangka. Transparansi dan proses itu penting banget, apalagi di dunia literasi dan akademik - ilmiah.
Terus terang, saya sih nggak
malu jadi mahasiswa S3 sudah jalan 6 tahun (asal nggak DO). Masuk di Prodi S3
Manajemen Pendidikan tahun 2018 atas beasiswa dari kampus tempat saya mengajar,
Universitas Indraprasta PGRI. Sekarang sudah tahun ke-6, toh saya tetap
berproses menulis disertasi. Semuanya, saya nikmati saja prosesnya.
Kenapa proses itu
penting? Ya iyalah, biar nggak ujug-ujug jadi doctor. Kan saya bukan ketua
partasi, bukan menteri, bukan pula selebriti yang bisa meraih gelar “doctor honoris
causa” seketika. Asal saya tetap berproses untuk menuntaskan studi S3. Kalau boleh
berbagi, ya beginilah prosesnya:
1. Sejak Agustus 2018, setelah kuliah selama 3
semester, pada Juli 2019 saya jadi mahasiswa pertama di kelas yang bisa ujian
judul disertasi duluan.
2. Tapi setelah itu menghilang dan malas
mengerjakan sisertasi, akhirnya baru bisa ujian proposal dan instrumen
penelitian pada 27 Maret 2024 lalu.
3. Kemudian
setelah penelitian ke lapangan di Bogor, akhirnya ujian hasil penelitian
disertasi pada 4 Oktober 2024 kemarin.
4. Lalu 10 Oktober 2024, berhasil ujian seminar
action plan yang dihadiri 262 peserta dari berbagai unsur: pegiat literasi,
pengelola TBM, guru, dosen dan mahasiswa.
5. Dan alhamdulillah, insya Allah Selasa depan
22 Oktober 2024 akan ujian tertutup di hadapan 5 penguji, termasuk penguji
eksternal yang kebetulan Prof. Dr. Sumaryoto, Rektor Universitas Indraprasta
PGRI.
6. Bila berjalan lancar, saya pun meniatkan - merencanakan
bisa ujian terbuka doktor pada awal November 2024 nanti.
Itu semua proses.
Tulisan ini pun sebagai bagian transparansi perjuangan seoarang mahasiswa S3 yang
masih berjibaku untuk menyelesaikan studinya. Saya harus ujian 6 kali untuk mejadi
doktor manajemen pendidikan. Sekalipun saya sudah mengajar di kampus Unindra
selama 30 tahun. Begitulah proses dan fakta yang saya jalani saat menempuh S3.
Biar nggak ada orang yang menyangka instan atau apalah. Ternyata, urusan studi
lanjut S3 cuma soal "kerajinan", kalau malas menulis disertasi sudah
pasti bablas bahkan bisa DO.
Sebagai pendiri TBM
Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor pun, disertasi saya pilih
"Efektivitas tata kelola taman bacaan pada TBM di Kab. Bogor". Banyak
orang bilang unik dan menarik, karena tidak banyak orang yang meneliti taman
bacaan. Apalagi penelitinya seorang pelaku TBM sekaligus akademisi. Selama ini
banyak yang meneliti taman bacaan tapi dia seorang akademisi, bukan pelaku TBM.
Disertasi yang tergolong langka, membahas taman bacaan masyarakat.
Selain memformulasikan
tentang cara mengukur efektif atau tidak efektifnya tata kelola taman bacaan,
disertasi saya juga berangkat dari kegundahan tentang dunia literasi dan taman
bacaan itu sendiri. Kok bisa taman bacaannya tidak dikelola dengan optimal
mengaku pegiat literasi? Kok bisa menyamakan TBM yang baru seumur jagung dengan
yang lama? Kok bisa mendiskusikan baik tidaknya pengelolaan taman bacaan tapi
taman bacaannya sendiri tidak diurus. Jadi, apa ukurannya taman bacaan masyarakat
yang efektif dan tidak efektif? Gelisah karena tidak ada pakem yang jelas untuk
mengukur efektivitas taman bacaan. Maka saya teliti soal taman bacaan.
Maka besok, disertasi
saya pasti "tidak laku" di mata pegiat literasi yang nggak masuk
kriteria ilmiah. Ada 13 rekomendasi saya tentang tata kelola taman bacaan yang
efektif. Bukan sekadar literasi dan taman bacaan yang dipandang hanya sebatas
"sejarah" tanpa rekam jejak, tanpa diurus dengan baik dan benar. Maka
lagi-lagi penting, adanya proses dan transparansi. Karena rekam jejaknya bisa
dilacak. Bukan ujug-ujug sehingga menimbulkan prasangka dan pertanyaan. Mohon
maaf, hari ini ngobrol bareng di warung kopi soal buku dan literasi pun sudah
bisa mengaku pegiat literasi. Apa iya begitu?
Kita sering lupa, proses
dan transparansi itu penting banget. Karena siapapun yang berproses pasti akan
memakan waktu yang lebih lama. Siapapun yang transparan pun bisa dilihat rekam
jejaknya. Proses dan transparansi adalah kunci untuk memajukan apapun, karena
tidak ada yang gelap, tidak ada yang sembunyi-sembunyi ataupun remang-remang.
Jadi, dunia akademis dan
taman bacaan memang penuh dengan prasangka. Karena mengabaikan proses dan
transparansi. Begitulah tentang Doktor Bahlil yang hari ini banyak dibicarakan.
Sebenarnya sederhana, nggak usah takut "dicurigai" jadi doktor di
mana pun bila proses dan transparasinya terjadi. Silakan cek ke lapangan, cek
ke kampus, cek ke tempat penelitiannya. Semuanya bisa jadi bukti …. Salam
literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar