Minggu, 25 Februari 2024

Literasi Kebenaran, Kok Masih Merasa Paling Benar?

Di pagi hari yang jernih ini, mungkin bagus untuk refleksi diri. Khususnya bagi siapapun yang hidupnya selalu merasa benar, sementara orang lain dianggap salah. Merasa paling benar dalam hal apapun. Menjadi polisi kebenaran seperti telah memegang kunci surga. Terlalu yakin akan kebenarannya sendiri. Alkhirnya berbuat zalim dan “menghalalkan” segala cara yang dianggapnya benar. Merasa benar itu justru gagal paham keadaan dan sombong karena tidak mau introspeksi diri.

 

Sejatinya, menjadi benar itu baik. Namun merasa benar  itu yang tidak baik. Maka benar atau merasa benar, tergantung akhlak, bukan omongannya. Hanya akhlak yang akan membuat seseorang menjadi benar,  bukan merasa benar. Seperti akhlak Imam Syafii yang yang berkata, kalamy shawaabu yahtamilu al-khathaa, wa kalamu ghairy hathau yahtamilu al-shawaaba.  Bahwa “Pendapatku boleh jadi benar tetapi berpeluang salah, sedangkan pendapat orang lain bisa jadi salah namun berpeluang benar.”. 

 

Ketahuilah, orang yang benar itu tidak akan berpikiran bahwa ia yang paling benar. Sebaliknya., orang yang merasa benar di dalam pikirannya seakan hanya dialah yang paling benar. Orang yang benar jika punya salah, ia bisa dan mau menyadari kesalahannya. Sementara orang yang merasa benar justru jika punya salah ia tidak mau dianggap salah dan disalahkan.

 

Jangan lupa, orang yang benar setiap saat ia akan bersikap rendah hati dan selalu introspeksi diri, Sedangkan orang yang merasa benar cenderung tinggi hati dan tidak mau introspeksi diri.  Orang yang benar  pasti memiliki kelembutan hati and mau menerima masukan sekalipun itu dari anak kecil. Sebaliknya, orang yang merasa benar memiliki hati yang keras dan sulit menerima nasihat atau masukan dari siapapun.  Dan yang penting, orang yang benar selalu menjaga perkataan dan bekerja dengan hati. Sementara orang yang merasa paling benar selalu perkataan sembarang tanpa menggunakan hati, hanya emosi.

 


Maka ciri terpenting orang yang benar selalu konsisten di jalannya, dari dulu hingga sekarang tidak akan berubah pada visi dan misi hidupnya. Selalu berbuat baik dan mau menebra manfaat kepada orang lain. Sedangkan orang merasa benar kerjanya selalu mencari-cari kesalahan orang lain, menyerang hingga berbuat zalim kepada siapapun, termasuk orang yang tidak pantas dizaliminya. Karena merasa paling benar, ia selalu bertindak gegabah dan tidak konsisten dalam hal apapun.

 

Orang-orang yang merasa paling benar selalu lupa untuk bertanya. Memangnya, “saya ini siapa?”. Kenapa gemar menghakimi orang lain, kenapa selalu mengukur orang lain dengan kacamata sendiri? Lupa, siapapun selagi masih di dunia tidak ada pemegang kebenaran yang mutlak. Semuanya hanya karena omongan semata, bukan benar yang sesungguhnya. Hingga nanti terbukti di “pengadilan akhirat”. Benar itu cukup sabar, rendah hati, dan bijaksana. Sementara merasa paling benar itu pasti gegabah, tinggi hati, dan sok paling benar dalam hidupnya.

 

Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan-Nya dan dijauhkan dari sifat yang tidak baik dan merasa paling benar. Ingat, di atas langit masih ada langit. Speerti tulisan ini pun bisa jadi salah. Tapi sekadar pemikiran untuk selalu introspeksi diri. Jadi, kenapa masih merasa paling benar? Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar