Dalam ilmu linguistik, semiotika boleh disebut sebagai ilmu yang mempelajari tanda (sign). Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Maka semiotika bisa jadi metode analisis tentang apapun. Asal berdasar dari tanda-tanda atau fenomena yang ada pada suatu objek. Lalu dimaknakan, apa arti tanda-tanda itu.
Sebagai ilmu tanda (bukan
ilmu ghaib), Peirce menyebut semiotika berdiri di antara fakta dan mitos. Maka
untuk menengahinya, semiotika memuat 3 elemen penting, yaitu tanda/simbol,
kode, dan makna. Pada akhirnya, semiotika bisa menguak tentang sistem, aturan,
dan kecenderungan yang berbasis tanda-tanda. Hingga kita jadi tahu, apa
artinya?
Agak menarik bila kita
mengkaji semiotika dana pensiun di Indonesia. Tentang program yang menjanjikan
manfaat pensiun. Agar tiap orang punya kesinambungan penghasilan di hari tua,
saat tidak bekerja lagi. Saking pentingnya dana pensiun, UU No. 4/2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) telah mengatur hal ihwal dana
pensiun di Indonesia. Sebagai bagian dari ikhtiar perlindungan hari tua
masyarakat, di samping pendanaan jangka panjang di bumi nusantara.
Namun bila didekati secara
semiotika, maka ada tanda-tanda yang patut dicermati sekaligus dimaknakan. Apa
yang terkandung dari fenomena yang terjadi di Indonesia. Beberapa realitas
semiotika dana pensiun yang bisa disajikan (mungkin menarik dicermati) antara
lain:
1. Hampir 100% orang Indonesia menyebut bahwa hari tua dan masa
pensiun itu penting. Tapi faktanya, tidak banyak pekerja di Indonesia yang
sudah memiliki program pensiun. Di program JHT/JP hanya 17% dari 136 juta
pekerja di Indonesia. Di dana pensiun lebih kecil lagi, tingkat inklusinya
hanya 5%. Artinya, dana pensiun dianggap penting tapi tidak “berjuang” untuk
punya dana pensiun.
2. Seorang pekerja yang
masih usia muda merasa belum perlu untuk memikirkan pensiun. Padahal, cepat
atau lambat, siapapun pasti akan pensiun. Hanya saja mau mempersiapkan atau
tidak? Maka fakta terjadi sekarang, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali
tidak siap berhenti bekerja alias pensiun. Akibat tidak punya dana yang cukup
untuk memenuhi biaya hidupnya.
3. Dana pensiun,
persepsinya hari ini disediakan oleh perusahaan atau negara. Padahal yang akan
menjalani masa pensiun kita sendiri, maka sudah sepantasnya kita yang harus
mempersiapkan dana pensiun kita sendiri. Bila ada dari perusahaan, mungkin
karena kewajiban imbalan pascakerja di ketenagakerjaan. Jadi, apa alasannya
kita tidak mau punya dana pensiun?
4. Katanya mau mandiri dan
sejahtera di hari tua. Tidak mau bergantung pada anak atau orang lain di masa
pensiun. Pengen punya usaha sendiri di hari tua. Tapi nyatanya, hanya sedikit
pekerja yang mau sisihkan dananya untuk masa pensiun.
5. Fakta hari ini, 1 dari 2
pensiunan di Indonesia “terpaksa” bekerja lagi. Bisa jadi, hal ini karena tidak
memiliki dana pensiun di saat aktif bekerja. Kira-kira mau sampai kapan
realitas ini berlangsung, seterusnya atau cukup 20 tahun lagi?
6. Belum lagi soal
Harmonisasi Program Pensiun (HPP), UU P2SK yang memandatkan pentingnya dana
pensiun juga belum optimal. Kini sudah mau dirancang lagi harmonisasi yang
berpotensi “mematikan” industri dana pensiun. Tapi dalihnya “mau membagi kue
program pensiun”, antara yang wajib dan sukarela. Jadi, di mana harmonisasinya
bila malah membuat susah?
7. Ada lagi PP 58/2023 yang
mengatur tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas lenghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak yang berpotensi
“menghilangkan” insentif pajak bagi peserta dana pensiun yang memang berniat
baik untuk menyisihkan sebagian gajinya untuk masa pensiun. Jadi,
kontraproduktif antara mandat UU No. 4/2023 dengan
PP 58/2023.
Jadi, harusnya gimana sih dana pensiun di Indonesia?
Semiotika dana pensiun, sejatinya membahas
tanda-tanda di seputar dana pensiun atau soal hari tua masyarakat Indonesia.
Nah dari tanda-tanda di atas, mungkin bisa dipetik “makna” apa yang ada di dana
pensiun, lalu bagaimana mencari solusinya (bukan menambah masalahnya) ke depan?
Dan khusus untuk industri dana pensiun, utamanya Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) mungkin dapat menyiapkan antisipasi di balik
kisah-kisah semiotika dana pensiun yang ada. Tentu, masih banyak lagi semiotika
di dana pensiun yang belum diangkat.
Tapi yang lebih penting lagi, ayo siapkan masa
pensiun sejak dini. Apapun kondisinya agar tetap nyaman dan sejahtera di hari
tua. Dana pensiun itu penting, setidaknya 1) agar tidak jatuh
miskin di hari tua, 2) tetap punya penghasilan/income di saat pensiun, dan 3)
mampu mempertahankan gaya hidup seperti saat bekerja. Melalui DPLK, seorang
karyawan akan punya dana yang pasti untuk hari tua dan bisa mendapat hasil
investasi yang optimal sebagai manfaat pensiunnya.
Semiotika terakhir, semua orang tahu tentang pensiun.
Tapi tidak semua orang sudah siap pensiun. Yukk siapkan pensiun dari sekarang.
Kerja yes, pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar